Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Wednesday, February 26, 2025

Perfect Hero Bab 163 : Teman Lama || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Kerjaannya masih banyak?” tanya Yuna sambil melingkarkan tangannya ke leher Yeriko.

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Kenapa? Udah ngantuk?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Baru jam sembilan. Belum ngantuk.”

 

Yeriko menengadahkan kepala, menatap Yuna yang berdiri di belakang kursinya. Ia mengambil map yang ada di atas meja kerja dan memberikannya pada Yuna.

 

“Apa ini?” tanya Yuna.

 

“Baca!” pinta Yeriko.

 

Yuna meraih map tersebut dan membukanya. Ia langsung melihat profil seorang pria yang ada di dalamnya. “Deny Kaswara? Ini siapa?”

 

“Baca dulu semua!” pinta Yeriko. “Baru boleh tanya.”

 

Yuna memonyongkan bibirnya ke arah Yeriko. Ia membuka lembar berikutnya dan mendapati beberapa foto. Ia masih tak mengerti dengan dokumen yang diberikan oleh Yeriko. “Apaan sih? Nggak kenal sama orang ini,” celetuk Yuna sambil meletakkan kembali map tersebut ke atas meja.

 

“Huft ...” Yeriko menghela napas. Ia memutar kursinya menghadap ke arah Yuna. “Kamu ini ... bener-bener nggak ngerti?”

 

Yuna menggelengkan kepala.

 

“Dia ini, fotografer yang bantuin Refi nyebar gosip di luar sana.”

 

“Dia wartawan juga?”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

“Mmh ... terus? Mau kamu apain?” tanya Yuna.

 

“Tadi Mama telepon, tiga hari lagi kami bakal ngadain konferensi pers soal berita yang beredar. Departemen Humas udah ngirim jadwalnya ke aku. Kemungkinan besar, Deny akan ada di konferensi pers.”

 

“He-em. Terus?”

 

“Kamu harus ikuti rencanaku buat jebak dia!” pinta Yeriko.

 

“Oh. Oke.” Yuna mengangguk-anggukkan kepala.

 

Yeriko mengernyitkan dahi menatap Yuna. “Kenapa kamu santai banget?”

 

“Bukannya kamu juga santai?”

 

“Eh!?”

 

“Mama bilang, perusahaan lagi ada masalah besar. Kamu bilang semuanya baik-baik aja. Apa aku nggak pantas buat tahu masalah kamu?”

 

Yeriko tersenyum kecil. “Ini cuma masalah kecil. Mama Rully yang terlalu membesar-besarkan masalah ini. Setelah konferensi pers, semuanya bakal kembali seperti semula.”

 

“Beneran?”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

“Aku khawatir kalau ...”

 

“Kamu mengkhawatirkan aku atau perusahaan?” tanya Yeriko sambil menarik pinggang Yuna agar mendekat ke tubuhnya.

 

“Kamu,” jawab Yuna sambil mencubit hidung Yeriko.

 

“Bukan perusahaan?”

 

Yuna menggelengkan kepala.

 

“Kamu nggak peduli sama perusahaan?”

 

“Eh!? Bukan gitu. Kalo aku mengkhawatirkan kamu, artinya aku mengkhawatirkan apa pun yang berhubungan sama kamu. Tetap kamu yang paling penting buat aku,” tutur Yuna sambil mencubit kedua pipi Yeriko.

 

“Mmh ... kalau aku bilang, perusahaan butuh kamu. Apa kamu mau masuk ke perusahaanku?”

 

Yuna memutar bola matanya.

 

“Apa Wilian lebih penting dari aku?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Aku cuma karyawan magang. Masuk ke perusahaan kamu, bukannya bakal jadi pengacau?”

 

“Siapa yang bilang begitu? Aku percaya sama kemampuanmu.”

 

“Hmm ... bisa dipertimbangkan. Tapi, aku juga percaya sama kemampuan suamiku. Dia, pasti bisa ngatasi masalah perusahaan dengan baik. Perusahaan nggak butuh aku.”

 

“Oke. Aku yang butuh kamu.”

 

Yuna tersenyum kecil dan langsung mengecup bibir Yeriko. “Aku yang butuh kamu,” tuturnya sambil duduk di pangkuan Yeriko. Ia langsung memeluk tubuh Yeriko dan bermanja-manja di tubuh suaminya.

 

“Oh ya, minggu ini ... masa magang aku habis.”

 

“Oh ya? Apa perlu kita rayain?”

 

“Boleh.”

 

“Apa rencana kamu selanjutnya?”

 

Yuna melingkarkan tangannya ke leher Yeriko. “Belum punya rencana apa pun. Mau jadi Nyonya Ye sepenuhnya. Boleh?”

 

Yeriko tersenyum menatap Yuna. “Beneran?” Matanya berbinar saat mendengar Yuna akan berhenti bekerja.

 

Yuna menganggukkan kepala. “Gimana? Boleh?”

 

“Sangat boleh,” jawab Yeriko sambil menempelkan hidungnya ke hidung Yuna. “Baik-baik jadi Nyonya Ye!” bisiknya.

 

Yuna mengangguk sambil tersenyum.

 

Yeriko balas tersenyum, ia langsung mengulum bibir Yuna yang begitu manis selama beberapa saat. Ia baru menghentikan ciumannya ketika ponselnya tiba-tiba berdering.

 

“Siapa?” tanya Yuna saat melihat Yeriko menatap layar ponselnya.

 

“Temen lama.”

 

“Angkatlah!” pinta Yuna sambil bangkit dari pangkuan Yeriko. “Aku mau ke bawah dulu.”

 

Yeriko mengangguk dan langsung menjawab telepon dari teman sekolahnya.

 

“Halo ...! David, how are you?” sapa Yeriko sambil menatap Yuna yang berjalan keluar dari ruang kerjanya.

 

“Fine. Lagi apa?”

 

“Lagi nyantai. Ada kabar terbaru?” tanya Yeriko.

 

“Sesuai rencana. Dia sekarang kabur karena nggak bisa bayar hutang judinya.”

 

“Kabur ke mana?”

 

“Nggak tahu. Aku udah sita rumah pribadinya. Sekarang, dia mungkin sembunyi di suatu tempat. Seharusnya, dia nggak pergi jauh dari kota ini.”

 

“Oh ya? Bagus. Tekan dia terus!”

 

“Oke.”

 

“Kamu memang bisa diandalkan,” tutur Yeriko.

 

“Tenang aja! Aku udah kirim orang-orangku buat ngejar dia terus. Oh ya, sebenarnya ada masalah apa antara kamu sama dia? Kenapa kamu sampai sekejam ini?” tanya David.

 

Yeriko tertawa kecil. “Masalah kecil.”

 

“Hahaha. Masalah kecil bisa bikin Tuan Ye semurka ini? Kamu pikir aku percaya?”

 

Yeriko tertawa kecil. “Dia sedikit ngeganggu.”

 

“Ganggu perusahaan kamu?”

 

“Ganggu orang terdekatku.”

 

“Istrimu?”

 

“Chandra.”

 

“Chandra? Apa hubungannya sama kamu?”

 

“Kami sudah seperti keluarga. Masalah dia, masalahku juga. Aku pasti kelarin sampe tuntas.”

 

“Hahaha. Nggak ada orang lain yang lebih kejam dari kamu, Yer.”

 

Yeriko tersenyum kecil menanggapi ucapan David. “Aku rasa, Raja judi kayak kamu jauh lebih kejam dari aku.”

 

“Hahaha. Sama aja, kamu jauh lebih licik dari aku. Cara mainnya aja yang beda. Kamu pakai cara yang jauh lebih terhormat.”

 

Yeriko mengangguk-anggukkan kepala.

 

“Oh ya, udah dulu. Aku masih ada urusan. Kalau ada kabar terbaru, aku bakal kabarin kamu secepatnya.”

 

“Oke. Thanks!”

 

“Oke.” David langsung mematikan panggilan teleponnya.

 

Yeriko tersenyum kecil dan meletakkan ponselnya ke atas meja. Ia bangkit, melangkahkan kakinya menuruni anak tangga dan menghampiri Yuna yang sedang berkutat di dapur.

 

“Masak apa?” tanya Yeriko.

 

“Eh!?” Yuna langsung membalikkan badannya menatap Yeriko. “Masak mie instan. Mau?”

 

“Boleh.”

 

“Oke. Aku masakin.”

 

Yeriko menganggukkan kepala. Ia terus memerhatikan Yuna yang sedang memasak di dapur.

 

“Kamu udah mulai pintar pakai dapur ini?” tegur Yeriko.

 

Yuna langsung memutar kepalanya menatap Yeriko. “Kamu pikir, aku bakal ngacauin dapur ini lagi?” dengusnya.

 

Yeriko tersenyum kecil. “Besok masuk kerja?”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Ini minggu terakhir aku kerja. Harus meninggalkan kesan yang baik buat perusahaan. Mmh ... aku pengen ngajak temen-temen kantor makan bareng sebelum aku berhenti kerja. Boleh?”

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Bawa aku!” pintanya.

 

Yuna menganggukkan kepala. Ia meletakkan dua mangkuk mie yang sudah selesai ia masak ke atas nampan dan membawanya ke meja makan.

 

“Aku bisa tenang kalau kamu di rumah,” tutur Yeriko sambil menikmati mie instan buatan Yuna. “Setidaknya, kamu nggak harus berantem sama sepupu kamu terus-terusan.”

 

Yuna tersenyum lebar. “Mmh ... sebenarnya, aku suka banget sama suasana di tempat kerja itu. Walau Bellina sering banget ngajak berantem. Tapi, semua temen di departemenku care banget sama aku. Aku pasti bakal kangen banget saat-saat kerja bareng mereka.”

 

Yeriko tersenyum kecil. “Kalau kangen sama mereka, bisa ajak mereka makan di luar!”

 

“Mmh ... iya juga, sih. Apa boleh?”

 

“Kenapa nggak boleh? Asal kamu senang, aku juga ikut senang.”

 

“Makasih!” sahut Yuna dengan gaya manjanya.

 

Yeriko terus tersenyum. Tak ada hal lain yang lebih membahagiakan baginya selain melihat senyum manis di bibir istri tercintanya itu.

 

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih udah baca sampai sini. Tunggu part-part manis di cerita selanjutnya ya ...

 Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas