Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Wednesday, February 19, 2025

Perfect Hero Bab 161 : Hadiah Kecil untuk Yuna || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Yan, menurut kamu bagusnya bikin pesta outdoor atau indoor ya?” tanya Rullyta saat berkunjung ke rumah Yana.

 

“Dua-duanya bagus.”

 

“Aku sih maunya indoor aja. Kalo outdoor takutnya hujan. Pasti ribet.”

 

“Rencananya mau ambil bulan berapa acaranya?”

 

“Bulan Juli.”

 

“Mmh ... kayaknya bulan Juli belum musim penghujan. Kalau Agustus, agak mengkhawatirkan.”

 

“Iya, sih. Tapi, akhir-akhir ini cuaca nggak nentu. Kalo bikin pesta outdoor, resikonya hujan.”

 

“Pake pawang aja!”

 

“Eh!?” Rullyta mengernyitkan dahinya. “Pawang?”

 

Yana menganggukkan kepala.

 

“Boleh juga, sih. Nanti aku coba diskusi lagi deh sama Yuna.”

 

Yana tersenyum sambil menyeruput teh yang ada di tangannya. “Kelihatannya, kamu deket banget sama menantu kamu itu?”

 

Rullyta menganggukkan kepala. “Dia itu ... sederhana, baik dan lucu. Karena ibunya udah meninggal, dia nganggep aku udah kayak ibunya sendiri. Aku juga suka banget sama dia.”

 

“Itu bagus. Kadang, ada anak menantu yang menganggap orang tuanya seperti orang lain. Anak saya yang pertama, istrinya begitu. Jarang banget mau main ke rumah. Apalagi mau ngobrol-ngobrol kayak gini.”

 

“Masa sih?”

 

Yana menganggukkan kepala. “Kalo sama suaminya ya sayang banget. Tapi, kalo sama saya biasa aja. Main ke sini kalau udah saya telepon karena udah kangen sama cucu.”

 

“Aku pikir, hubungan kalian baik-baik aja.”

 

“Emang baik-baik aja. Kami nggak pernah bertengkar, jarang juga bicara. Yah, biasa-biasa aja.”

 

“Oh. Kalo si Yuna, intens banget komunikasi sama aku. Ngalah-ngalahin Yeri ngasih perhatiannya. Kadang, aku ngerasa si Yuna yang jadi anak kandungku ketimbang Yeri. Tahu sendiri, Yeri itu dingin dan suka bantah omongan mamanya.”

 

“Hahaha. Anak laki-laki memang kebanyakan kayak gitu.”

 

“Iya. Kayaknya, dia itu nggak pernah ngehirauin kalau mamanya ngomel. Tapi, kalo Yuna yang ngocehin dia, dia nurut aja, tuh.”

 

“Yah, namanya juga cinta.”

 

“Hehehe. Iya juga, sih. Nggak nyangka kalau Yeriko bisa juga nikah. Aku agak khawatir karena udah sedewasa itu, nggak pernah bawa cewek ke rumah.”

 

“Emang belum waktunya. Apa yang kamu khawatirkan? Dia laki-laki dan sudah mapan. Perempuan mana yang nggak mau sama dia?” sahut Yana sambil tertawa kecil.

 

“Banyak perempuan yang mau sama dia. Tapi, nggak ada satu pun yang bikin dia tertarik. Kakeknya sampe harus turun tangan nyarikan dia jodoh. Semuanya dia tolak. Padahal, kakeknya itu nyarikan perempuan yang cantik dan kaya. Dia tetep nggak mau. Diam-diam, dia udah nikahin cewek yang nggak kami kenal sama sekali.”

 

“Dia pasti sudah memperhitungkan Yuna sebelumnya,” sahut Yana sambil tersenyum menatap Rullyta.

 

Rullyta menganggukkan kepala. “Semua orang mengira, dia bakal nyari istri yang berkelas. Ternyata, dia lebih suka wanita sederhana kayak Yuna. Yuna tuh nggak neko-neko. Sederhana banget. Bayangin aja, nikah sama Yeri tanpa gaun pengantin, tanpa cincin dan dia nggak pernah ngebahas harta Yeri sama sekali.”

 

“Sekarang, dia malah kerja di perusahaan lain. Padahal, Yeri nggak akan kekurangan buat ngidupin dia.”

 

“Iya juga, ya? Kenapa dia nggak pilih di rumah aja? Bukannya malah santai?”

 

“Huft, entahlah. Dia bilang, pengen bisa mandiri. Dia bilang, kalau suatu hari Yeriko ninggalin dia, dia sudah punya karir yang stabil.”

 

Yana menahan tawa mendengar pernyataan Rullyta. “Menantu kamu itu lucu juga. Dia bahkan udah punya persiapan. Apa dia selalu mikir kalau suaminya bakal ninggalin dia?”

 

“Entahlah. Mungkin karena Yeri dikelilingi banyak perempuan cantik. Apalagi masalah yang lagi mereka hadapi saat ini. Bikin Yuna selalu ngerasa kalau Yeriko bakal ninggalin dia.”

 

“Hmm ... iya juga, sih. Tapi, aku lihat dia perempuan yang kuat.”

 

Rullyta menganggukkan kepala. “Aku rasa begitu. Tapi, aku sendiri nggak pernah tahu sebenarnya dia seperti apa. Yang aku tahu, Yeriko cinta banget sama dia. Aku cuma takut, mereka nggak bisa mempertahankan rumah tangga mereka. Baru aja nikah, ujian mereka udah sebesar ini.”

 

“Kamu harus ngasih dukungan terus ke mereka!”

 

Rullyta mengangguk.

 

“Oh ya, malam ini nginap di sini aja! Gimana?” pinta Yana.

 

“Nginap?”

 

“Iya. Udah lama nggak main ke sini. Sesekali nginap nggak papa, kan?”

 

“Tapi ...”

 

“Kebetulan, Bapak lagi dinas ke luar kota. Kita bisa punya banyak waktu buat cerita-cerita.”

 

“Mmh ... oke.”

 

“Nah, gitu dong!”

 

Rullyta tersenyum menatap sahabatnya. “Oh ya, lusa ada waktu nggak?” tanya Rullyta.

 

“Kenapa?”

 

“Ke Singapura, yuk!”

 

“Nggak bisa. Aku lagi persiapan untuk pameran Dekranasda. Mana bisa mau keluyuran ke luar negeri.”

 

“Ke Singapura doang. Deket, Yan. Dua hari aja, kok. Pameran kan pasti udah ada anggota yang nanganin, kan?”

 

“Mau ngapain di sana?”

 

“Mau ngecek toko yang di sana.”

 

“Oh ya, kamu punya cabang toko di sana ya?”

 

Rullyta menganggukkan kepala.

 

“Nggak salah kalau Yeriko jadi pebisnis yang tangguh. Mamanya juga pintar berbisnis.”

 

“Ah, kamu terlalu berlebihan,” sahut Rullyta.

 

Yana tersenyum kecil. “Oh ya, kabar Kakek Ali gimana? Sehat, kan?”

 

Rullyta menganggukkan kepala. “Lumayan sehat.”

 

“Lumayan?” Yana mengernyitkan dahi.

 

“Yah, Papa memang sudah tua. Dia rajin olahraga, kondisi badannya lumayan sehat. Tapi, penyakit jantungnya bisa aja kambuh sewaktu-waktu. Aku sedikit kesulitan nyembunyikan masalah rumah tangga Yeriko kali ini. Apalagi, itu mempengaruhi saham perusahaan. Kalau Yeri nggak bisa nyelesaiin secepatnya. Aku khawatir kakek bakal tahu.”

 

“Kamu khawatir sama kemampuan anak kamu sendiri? Biasanya, kamu selalu percaya diri?”

 

“Masalahnya beda, Yan. Ini bukan murni urusan bisnis. Dia harus ngadepin mantan pacar dan istrinya juga. Entahlah, dia bisa ngelarin semuanya atau nggak.”

 

“Apa itu artinya ... dia bakal makin hebat kalau berhasil menyelesaikan ini dengan baik?” tanya Yana.

 

“Mmh ...” Rullyta menopang dagu dengan kedua tangannya. Ia memutar bola mata dan menatap Yana. “Aku harap begitu,” tuturnya sambil tersenyum.

 

Yana tersenyum. Ia bangkit dari duduknya. “Aku mau nunjukin sesuatu ke kamu.”

 

“Apa?”

 

“Ayo!”

 

Rullyta bangkit, ia mengikuti langkah Yana menuruni anak tangga dan masuk ke salah satu ruangan yang ada di sudut rumahnya.

 

“Wow ...!” Rullyta mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.

 

“Ini karya seniman-seniman lokal yang aku kumpulin. Mereka anak-anak muda yang berbakat.”

 

Rullyta memerhatikan sebuah tas rajut berwarna biru malam. “Ini, harganya berapa?”

 

“Nggak dijual. Ini khusus untuk dipamerkan aja.”

 

“Kamu bisa pesen lagi sama senimannya kan?”

 

“Iya.”

 

“Ini buat aku ya!” pinta Rullyta. “Kayaknya, cantik banget kalau dipake Yuna.”

 

“Kamu mau ngasih ini buat menantu kamu?”

 

Rullyta menganggukkan kepala.

 

“Ambillah!”

 

“Serius?”

 

Yana menganggukkan kepala.

 

“Oke. Aku ambil. Kamu pesen lagi sama senimannya!”

 

Yana menganggukkan kepala sambil tersenyum. “Gampang.”

 

Rullyta tersenyum senang. Setiap kali melihat barang bagus, ia selalu teringat pada menantu kesayangannya itu. “Kamu tahu sendiri, aku suka banget sama anak perempuan. Apalagi, Yuna itu ... cantik dan lucu. Setiap lihat barang bagus, aku selalu teringat sama anak itu.”

 

Yana tersenyum kecil. Ia mengambil sebuah kotak kayu yang ada di atas meja dan menunjukkan sebuah gelang yang ada di dalamnya. “Lihat! Ini cocok untuk Yuna.”

 

“Wah ...! Ini buatan tangan juga?”

 

Yana menganggukkan kepala. “Ambillah! Kasihkan ke Yuna!” pintanya. “Anggap aja, ini hadiah dari aku.

 

Rullyta menganggukkan kepala. “Dia pasti seneng banget sama gelang batu kayak gini.”

 

“Oh ya?”

 

“Iya.” Rullyta memerhatikan gelang yang ada di dalam kotak kayu tersebut. Ia merasa, gelang itu sangat cantik dan cocok untuk Yuna. “Makasih, ya!”

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih udah baca sampai sini. Tunggu part-part manis di cerita selanjutnya ya ...

 Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas