Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Wednesday, February 19, 2025

Perfect Hero Bab 159 : Rasa Tak Terungkap || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Kita nggak langsung pulang?” tanya Yuna saat Yeriko masuk ke pelataran Sangri-La Hotel.

 

“Aku laper. Kita makan dulu!” jawab Yeriko sambil memarkirkan mobilnya.

 

“Oke.” Yuna tersenyum senang. Ia melepas safety belt dan bergegas keluar dari mobil.

 

Yeriko tersenyum kecil. Ia bergegas keluar dari mobil dan menghampiri Yuna. “Ayo, masuk!” ajak Yeriko sambil merangkul pinggang Yuna.

 

“Eh, itu Chandra! Kamu ajak dia?”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

“Siapa lagi?”

 

“Apanya?”

 

“Yang kamu ajak makan bareng.”

 

“Oh. Chandra sama Riyan.”

 

“Hmm ...” Yuna mengetuk-ngetuk dagunya. Tiba-tiba, ide jahil melayang-layang di kepalanya.

 

“Lutfi di mana sekarang?”

 

“Masih di Jogja.”

 

Yuna memonyongkan bibirnya.

 

“Kenapa?”

 

Yuna merogoh ponsel dari dalam tasnya dan langsung menelepon Jheni.

 

“Halo!” sapa Jheni begitu panggilan telepon Yuna tersambung.

 

“Jhen, kamu bisa ke sini?”

 

“Ke mana?”

 

“Aku di Sangri-La. Mau makan, tapi nggak ada yang nemenin.”

 

“Ya udah. Aku ke sana.”

 

“Oke. Aku tunggu di restorannya ya!”

 

Yuna mematikan panggilan teleponnya dan tersenyum senang.

 

“Mau comblangin Jheni sama Chandra lagi?” tanya Yeriko.

 

“Yuna menganggukkan kepala.”

 

Yeriko tersenyun kecil sambil mengusap ujung kepala Yuna. Mereka bergegas masuk ke dalam restoran yang ada di Sangri-La Hotel. Chandra mengikuti di belakang mereka.

 

“Mau makan apa?” tanya Yeriko sambil menatap Yuna.

 

Yuna membuka buku menu. Ia mengetuk-ngetuk dagunya.

 

“Jangan kelamaan mikirnya! Aku udah laper.”

 

Yuna meringis. Ia langsung menunjuk menu makanan yang ingin ia pesan.

 

“Chan, kemarin abis dari Gili?” tanya Yuna.

 

Chandra menganggukkan kepala.

 

“Itu si Lutfi, kerjaannya emang kayak kodok gitu?”

 

“Eh!? Kodok?”

 

“Iya. Lompat sana, lompat sini.”

 

Chandra tertawa kecil menanggapi ucapan Yuna.

 

“Kamu udah ke Rumah Sakit Ortopedi?” tanya Yeriko sambil menatap Chandra.

 

Chandra mengangguk. “Perkembangannya lumayan bagus.”

 

“Awasi terus!”

 

Chandra menganggukkan kepala.

 

Yuna menatap Yeriko dan Chandra bergantian. “Refi?” tanyanya kemudian.

 

Chandra menganggukkan kepala.

 

“Oh.” Yuna manggut-manggut. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.

 

“Hei ... Nyonya cemburu?” Yeriko langsung menjepit hidung Yuna begitu menyadari kalau suasana hatinya kurang baik.

 

Yuna menggelengkan kepala.

 

“Yun, Refi itu tanggung jawab aku dan Yeriko sampai dia sembuh. Kamu nggak perlu khawatir,” tutur Chandra.

 

Yuna tersenyum menatap Chandra. “Aku nggak khawatir,”  sahutnya sambil mengelus tengkuknya.

 

Yeriko dan Chandra saling pandang dan tersenyum kecil.

 

“Kalian kenapa?” dengus Yuna.

 

“Nggak papa.”

 

“Mencurigakan!”

 

“Eh, itu Jheni!” Yeriko menunjuk ke arah pintu masuk dengan dagunya.

 

Yuna langsung menoleh ke arah pintu. “Jhen!” Ia melambaikan tangan ke arah Jheni.

 

Jheni tersenyum, melangkahkan kakinya menghampiri Yuna. “Katanya sendirian?” tanya Jheni begitu sampai di meja Yuna.

 

Yuna meringis menatap Jheni. “Tadinya sendirian. Aku panggil mereka juga. Duduk!” pinta Yuna sambil menunjuk kursi di sebelah Chandra.

 

Jheni langsung duduk di sebelah Chandra.

 

“Mau makan apa?”

 

Jheni langsung melihat buku menu dan memesan makanan.

 

“Mau lafite?” tanya Yuna sambil menatap Jheni.

 

“Boleh.”

 

Yuna langsung memanggil pelayan dan memesan beberapa botol Lafite Wine.

 

Yeriko mengernyitkan dahi saat melihat beberapa botol lafite wine yang diantarkan oleh pelayan.

 

“Jhen, tadi aku ketemu sama Amara,” tutur Yuna sambil menuang wine ke sloki dan menyodorkannya ke hadapan Jheni.

 

“Oh ya? Terus?” tanya Jheni sambil melirik Chandra yang duduk di sebelahnya.

 

“Dia itu sama aja nyebelinnya sama mertuanya.”

 

“Sama mertuanya juga?”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Untung aja si Chandra nyuekin dia.” Yuna menatap wajah Chandra. “Kalo sampe kamu baik lagi sama Amara, awas aja!” ancam Yuna.

 

Chandra tersenyum kecil sambil menggelengkan kepala.

 

“Kamu ada di sana juga?” tanya Jheni sambil menatap Chandra.

 

Chandra menganggukkan kepala.

 

“Iya, Jhen. Udah gitu, si Amara sampe mohon-mohon sama Chandra biar Chandra bantuin dia. Ngeselin banget kan?”

 

“Oh ya? Kamu nggak bantuin?” tanya Jheni pada Chandra.

 

Chandra menggelengkan kepala.

 

Jheni langsung tersenyum menatap wajah Chandra. “Ciye ... udah move on?”

 

Chandra tersenyum kecil. Ia merasa sangat canggung dengan tatapan Jheni kali ini.

 

“Mmh ... kayaknya Chandra udah berhasil move on. Kalo gitu, harus kita rayain. Bersulang!” seru Yuna ceria.

 

Semua ikut tertawa riang. Mereka bersulang untuk merayakan keberhasilan Chandra melupakan masa lalunya.

 

“Kamu hebat banget, Chan. Aku kasih dua jempol buat kamu,” tutur Yuna.

 

Chandra hanya tersenyum kecil menatap Yuna.

 

“Maaf, Pak. Saya terlambat.” Riyan tiba-tiba sudah berdiri di dekat meja mereka.

 

“Nggak papa. Duduk!” perintah Yeriko.

 

Riyan langsung menarik kursi dan duduk di sebelah Chandra.

 

“Gimana tadi?” tanya Yeriko sambil menatap Riyan.

 

“Udah kelar.”

 

“Si Deny udah ketemu?” tanya Yeriko.

 

“Belum. Kami masih terus mengumpulkan informasi. Dia selalu berpindah-pindah tempat dan cukup menyulitkan,” jawab Riyan.

 

“Tambah anggota buat nyari dia!”

 

“Siap, Pak!”

 

“Jhen, udah lama nggak minum. Rasanya nikmat banget,” tutur Yuna sambil menatap sloki yang ada di tangannya.

 

Jheni menganggukkan kepala. “Kayaknya, terakhir minum bareng waktu kamu putus cinta sama Lian,” sahutnya.

 

Yuna menganggukkan kepala. “Bener. Dia bikin hidupku kacau,” tutur Yuna sambil menenggak wine yang ada di tangannya. “Untungnya aku ketemu Yeriko. Cowok ganteng yang nyebelin itu. Biarpun nyebelin, tapi aku suka.” Ia menjatuhkan kepalanya ke atas meja.

 

Yeriko tertawa kecil sambil menatap wajah Yuna.

 

“Jhen ...!” seru Yuna sambil mengangkat kepalanya menatap Jheni. “Kapan kamu mau nembak Chandra? Kalian serasi banget. Kenapa sampe sekarang masih belum jadian?” tanya Yuna sambil menatap sayu ke arah Jheni.

 

Jheni yang masih sadar langsung membelalakkan matanya. “Yun, kamu kalo mabuk suka ngaco, deh!” Ia melirik Chandra yang ada di sebelahnya. “Ya ampun, Yun. Kamu bikin aku malu banget,” batinnya.

 

“Aku nggak mabuk. Aku masih sadar,” sahut Yuna.

 

“Udah mabuk pun masih nggak mau ngaku,” celetuk Jheni. Ia menoleh ke arah Chandra. “Kamu nggak usah hirauin omongannya Yuna. Dia lagi mabuk dan suka ngasal kalo ngomong,” tuturnya.

 

Chandra menganggukkan kepalanya.

 

“Aku nggak asal ngomong. Chan, asal kamu tahu ya, si Jheni itu  ... mmh ... mmh ... “ Yuna tak bisa melanjutkan ucapannya karena tangan Jheni langsung membungkam mulutnya.

 

“Yer, bawa dia pulang sebelum bikin kekacauan di sini!” pinta Jheni.

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Ayo, pulang!” ajaknya sambil melingkarkan lengan Yuna ke lehernya.

 

“Aku nggak mau pulang. Masih mau di sini. Makanan di sini enak-enak.”

 

Jheni menghela napas menatap Yuna dan Yeriko.

 

Yeriko langsung memapah Yuna dan keluar dari restoran.

 

“Hati-hati ya!” seru Jheni.

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

“Huft ....” Jheni menghela napas lega dan kembali duduk di kursinya. Ia menoleh ke arah Chandra yang duduk di sampingnya.

 

Chandra bergeming. Ia tak menghiraukan tatapan Jheni dan melanjutkan makan.

 

Jheni meremas jemari tangan sambil menundukkan kepala. Wajahnya masih merona karena malu dengan tingkah Yuna yang membocorkan rahasia perasaannya untuk Chandra.

 

“Mmh ... aku pulang duluan ya!” pamit Jheni.

 

Chandra menganggukkan kepala. “Hati-hati!”

 

Jheni mengangguk. Ia bangkit dan bergegas pergi meninggalkan Chandra dan Riyan. “Kayaknya, Chandra emang nggak suka sama aku,” batin Jheni. Ia tidak bersemangat saat melangkahkan kakinya keluar dari restoran.

 

“Waktu Yuna bilang kalau aku suka sama dia, dia berubah jadi dingin,” gumam Jheni sambil membuka pintu mobilnya.

 

“Oh ... Jheni! Sadar, Jhen! Chandra nggak mungkin suka sama cewek kayak kamu,” tuturnya sambil menyandarkan kepalanya ke kursi.

 

Jheni menarik napas dalam-dalam, ia menyalakan mesin mobil dan bergegas pergi meninggalkan Sangri-La Hotel.

 

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih udah baca sampai sini. Tunggu part-part manis di cerita selanjutnya ya ...

 Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas