“Kita
nggak langsung pulang?” tanya Yuna saat Yeriko masuk ke pelataran Sangri-La
Hotel.
“Aku
laper. Kita makan dulu!” jawab Yeriko sambil memarkirkan mobilnya.
“Oke.”
Yuna tersenyum senang. Ia melepas safety belt dan bergegas keluar dari mobil.
Yeriko
tersenyum kecil. Ia bergegas keluar dari mobil dan menghampiri Yuna. “Ayo,
masuk!” ajak Yeriko sambil merangkul pinggang Yuna.
“Eh,
itu Chandra! Kamu ajak dia?”
Yeriko
menganggukkan kepala.
“Siapa
lagi?”
“Apanya?”
“Yang
kamu ajak makan bareng.”
“Oh.
Chandra sama Riyan.”
“Hmm
...” Yuna mengetuk-ngetuk dagunya. Tiba-tiba, ide jahil melayang-layang di
kepalanya.
“Lutfi
di mana sekarang?”
“Masih
di Jogja.”
Yuna
memonyongkan bibirnya.
“Kenapa?”
Yuna
merogoh ponsel dari dalam tasnya dan langsung menelepon Jheni.
“Halo!”
sapa Jheni begitu panggilan telepon Yuna tersambung.
“Jhen,
kamu bisa ke sini?”
“Ke
mana?”
“Aku
di Sangri-La. Mau makan, tapi nggak ada yang nemenin.”
“Ya
udah. Aku ke sana.”
“Oke.
Aku tunggu di restorannya ya!”
Yuna
mematikan panggilan teleponnya dan tersenyum senang.
“Mau
comblangin Jheni sama Chandra lagi?” tanya Yeriko.
“Yuna
menganggukkan kepala.”
Yeriko
tersenyun kecil sambil mengusap ujung kepala Yuna. Mereka bergegas masuk ke
dalam restoran yang ada di Sangri-La Hotel. Chandra mengikuti di belakang
mereka.
“Mau
makan apa?” tanya Yeriko sambil menatap Yuna.
Yuna
membuka buku menu. Ia mengetuk-ngetuk dagunya.
“Jangan
kelamaan mikirnya! Aku udah laper.”
Yuna
meringis. Ia langsung menunjuk menu makanan yang ingin ia pesan.
“Chan,
kemarin abis dari Gili?” tanya Yuna.
Chandra
menganggukkan kepala.
“Itu
si Lutfi, kerjaannya emang kayak kodok gitu?”
“Eh!?
Kodok?”
“Iya.
Lompat sana, lompat sini.”
Chandra
tertawa kecil menanggapi ucapan Yuna.
“Kamu
udah ke Rumah Sakit Ortopedi?” tanya Yeriko sambil menatap Chandra.
Chandra
mengangguk. “Perkembangannya lumayan bagus.”
“Awasi
terus!”
Chandra
menganggukkan kepala.
Yuna
menatap Yeriko dan Chandra bergantian. “Refi?” tanyanya kemudian.
Chandra
menganggukkan kepala.
“Oh.”
Yuna manggut-manggut. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.
“Hei
... Nyonya cemburu?” Yeriko langsung menjepit hidung Yuna begitu menyadari
kalau suasana hatinya kurang baik.
Yuna
menggelengkan kepala.
“Yun,
Refi itu tanggung jawab aku dan Yeriko sampai dia sembuh. Kamu nggak perlu
khawatir,” tutur Chandra.
Yuna
tersenyum menatap Chandra. “Aku nggak khawatir,” sahutnya sambil mengelus
tengkuknya.
Yeriko
dan Chandra saling pandang dan tersenyum kecil.
“Kalian
kenapa?” dengus Yuna.
“Nggak
papa.”
“Mencurigakan!”
“Eh,
itu Jheni!” Yeriko menunjuk ke arah pintu masuk dengan dagunya.
Yuna
langsung menoleh ke arah pintu. “Jhen!” Ia melambaikan tangan ke arah Jheni.
Jheni
tersenyum, melangkahkan kakinya menghampiri Yuna. “Katanya sendirian?” tanya
Jheni begitu sampai di meja Yuna.
Yuna
meringis menatap Jheni. “Tadinya sendirian. Aku panggil mereka juga. Duduk!”
pinta Yuna sambil menunjuk kursi di sebelah Chandra.
Jheni
langsung duduk di sebelah Chandra.
“Mau
makan apa?”
Jheni
langsung melihat buku menu dan memesan makanan.
“Mau
lafite?” tanya Yuna sambil menatap Jheni.
“Boleh.”
Yuna
langsung memanggil pelayan dan memesan beberapa botol Lafite Wine.
Yeriko
mengernyitkan dahi saat melihat beberapa botol lafite wine yang diantarkan oleh
pelayan.
“Jhen,
tadi aku ketemu sama Amara,” tutur Yuna sambil menuang wine ke sloki dan
menyodorkannya ke hadapan Jheni.
“Oh
ya? Terus?” tanya Jheni sambil melirik Chandra yang duduk di sebelahnya.
“Dia
itu sama aja nyebelinnya sama mertuanya.”
“Sama
mertuanya juga?”
Yuna
menganggukkan kepala. “Untung aja si Chandra nyuekin dia.” Yuna menatap wajah
Chandra. “Kalo sampe kamu baik lagi sama Amara, awas aja!” ancam Yuna.
Chandra
tersenyum kecil sambil menggelengkan kepala.
“Kamu
ada di sana juga?” tanya Jheni sambil menatap Chandra.
Chandra
menganggukkan kepala.
“Iya,
Jhen. Udah gitu, si Amara sampe mohon-mohon sama Chandra biar Chandra bantuin
dia. Ngeselin banget kan?”
“Oh
ya? Kamu nggak bantuin?” tanya Jheni pada Chandra.
Chandra
menggelengkan kepala.
Jheni
langsung tersenyum menatap wajah Chandra. “Ciye ... udah move on?”
Chandra
tersenyum kecil. Ia merasa sangat canggung dengan tatapan Jheni kali ini.
“Mmh
... kayaknya Chandra udah berhasil move on. Kalo gitu, harus kita rayain.
Bersulang!” seru Yuna ceria.
Semua
ikut tertawa riang. Mereka bersulang untuk merayakan keberhasilan Chandra
melupakan masa lalunya.
“Kamu
hebat banget, Chan. Aku kasih dua jempol buat kamu,” tutur Yuna.
Chandra
hanya tersenyum kecil menatap Yuna.
“Maaf,
Pak. Saya terlambat.” Riyan tiba-tiba sudah berdiri di dekat meja mereka.
“Nggak
papa. Duduk!” perintah Yeriko.
Riyan
langsung menarik kursi dan duduk di sebelah Chandra.
“Gimana
tadi?” tanya Yeriko sambil menatap Riyan.
“Udah
kelar.”
“Si
Deny udah ketemu?” tanya Yeriko.
“Belum.
Kami masih terus mengumpulkan informasi. Dia selalu berpindah-pindah tempat dan
cukup menyulitkan,” jawab Riyan.
“Tambah
anggota buat nyari dia!”
“Siap,
Pak!”
“Jhen,
udah lama nggak minum. Rasanya nikmat banget,” tutur Yuna sambil menatap sloki
yang ada di tangannya.
Jheni
menganggukkan kepala. “Kayaknya, terakhir minum bareng waktu kamu putus cinta
sama Lian,” sahutnya.
Yuna
menganggukkan kepala. “Bener. Dia bikin hidupku kacau,” tutur Yuna sambil
menenggak wine yang ada di tangannya. “Untungnya aku ketemu Yeriko. Cowok
ganteng yang nyebelin itu. Biarpun nyebelin, tapi aku suka.” Ia menjatuhkan
kepalanya ke atas meja.
Yeriko
tertawa kecil sambil menatap wajah Yuna.
“Jhen
...!” seru Yuna sambil mengangkat kepalanya menatap Jheni. “Kapan kamu mau
nembak Chandra? Kalian serasi banget. Kenapa sampe sekarang masih belum
jadian?” tanya Yuna sambil menatap sayu ke arah Jheni.
Jheni
yang masih sadar langsung membelalakkan matanya. “Yun, kamu kalo mabuk suka
ngaco, deh!” Ia melirik Chandra yang ada di sebelahnya. “Ya ampun, Yun. Kamu
bikin aku malu banget,” batinnya.
“Aku
nggak mabuk. Aku masih sadar,” sahut Yuna.
“Udah
mabuk pun masih nggak mau ngaku,” celetuk Jheni. Ia menoleh ke arah Chandra.
“Kamu nggak usah hirauin omongannya Yuna. Dia lagi mabuk dan suka ngasal kalo
ngomong,” tuturnya.
Chandra
menganggukkan kepalanya.
“Aku
nggak asal ngomong. Chan, asal kamu tahu ya, si Jheni itu ... mmh ... mmh
... “ Yuna tak bisa melanjutkan ucapannya karena tangan Jheni langsung
membungkam mulutnya.
“Yer,
bawa dia pulang sebelum bikin kekacauan di sini!” pinta Jheni.
Yeriko
menganggukkan kepala. “Ayo, pulang!” ajaknya sambil melingkarkan lengan Yuna ke
lehernya.
“Aku
nggak mau pulang. Masih mau di sini. Makanan di sini enak-enak.”
Jheni
menghela napas menatap Yuna dan Yeriko.
Yeriko
langsung memapah Yuna dan keluar dari restoran.
“Hati-hati
ya!” seru Jheni.
Yeriko
menganggukkan kepala.
“Huft
....” Jheni menghela napas lega dan kembali duduk di kursinya. Ia menoleh ke
arah Chandra yang duduk di sampingnya.
Chandra
bergeming. Ia tak menghiraukan tatapan Jheni dan melanjutkan makan.
Jheni
meremas jemari tangan sambil menundukkan kepala. Wajahnya masih merona karena
malu dengan tingkah Yuna yang membocorkan rahasia perasaannya untuk Chandra.
“Mmh
... aku pulang duluan ya!” pamit Jheni.
Chandra
menganggukkan kepala. “Hati-hati!”
Jheni
mengangguk. Ia bangkit dan bergegas pergi meninggalkan Chandra dan Riyan.
“Kayaknya, Chandra emang nggak suka sama aku,” batin Jheni. Ia tidak
bersemangat saat melangkahkan kakinya keluar dari restoran.
“Waktu
Yuna bilang kalau aku suka sama dia, dia berubah jadi dingin,” gumam Jheni
sambil membuka pintu mobilnya.
“Oh
... Jheni! Sadar, Jhen! Chandra nggak mungkin suka sama cewek kayak kamu,”
tuturnya sambil menyandarkan kepalanya ke kursi.
Jheni
menarik napas dalam-dalam, ia menyalakan mesin mobil dan bergegas pergi
meninggalkan Sangri-La Hotel.
Makasih udah baca sampai sini.
Tunggu part-part manis di cerita selanjutnya ya ...
Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku
makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang
udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya!
Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment