Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Wednesday, February 19, 2025

Perfect Hero Bab 157 : Kegaduhan di Private Room || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Eh, kami nggak ngomong macem-macem kok, Bu,” tutur salah seorang perempuan yang ada di ruangan tersebut dengan bibir bergetar.

 

“Iya, bener. Kami lagi sibuk bicarain soal arisan,” sahut yang lainnya.

 

“Bukannya kalian tadi lagi bicarain soal keluarga Hadikusuma?” tanya Rullyta.

 

Semua saling pandang.

 

“Mmh ... iya,” sahut salah seorang di antaranya. Membuat wanita lain membelalakkan mata menatapnya. “Kami memang membicarakan keluarga Hadikusuma yang sangat hebat. Terutama, putera Anda yang masih muda dan sukses dalam berbinis. Kami sangat mengagumi anak-anak muda seperti dia,” jelasnya sambil memaksa bibirnya tersenyum lebar.

 

Rullyta tersenyum sinis. “Kalian pikir, kami nggak dengar apa yang kalian omongin tadi?”

 

“Mmh ... maafkan kami, Bu. Kami ngaku bersalah.” Salah seorang wanita berlutut di depan Yana dan Rullyta.

 

“Kalian udah keterlaluan!” sahut Yana. “Ngomongin orang lain di belakangnya. Padahal, kalian sama sekali nggak punya hubungan apa pun. Kalian pikir, kalian ini hebat?”

 

“Kalian jangan sok hebat di depan kami!” sahut wanita gemuk yang ada di ruangan tersebut. “Kamu mau make kekuasaan buat nindas kami, hah!?”

 

Amara langsung menepuk dahi begitu melihat sikap mama mertuanya yang masih bersikeras melawan Rullyta.

 

“Diam kamu!” sentak Rullyta sambil menunjuk wajah wanita gemuk tersebut.

 

“Eh-eh, mentang-mentang orang kaya, mau semena-mena sama orang lain?” sahut wanita gemuk itu. “Kamu pikir, kami nggak punya uang, hah!?”

 

Rullyta tersenyum sinis. “Kalo kamu memang punya uang, lebih baik kamu pake uang kamu itu buat memperbaiki diri. Daripada sibuk ngurusin hidup orang lain.”

 

“Hei, yang sibuk ngurusin orang lain bukannya kamu? Kamu tiba-tiba nerobos masuk ke ruangan orang lain dan marah-marah. Sebagai orang terhormat, seharusnya kalian punya etika!”

 

“Apa!?” Rullyta melangkah maju, ia sangat kesal dengan sikap wanita gemuk yang ada di ruangan tersebut.

 

“Ma ...!” Yuna menahan lengan Rullyta.

 

Rullyta langsung menoleh ke arah Yuna.

 

Yuna menggelengkan kepala, memberi isyarat pada Rullyta agar tidak terpancing dengan ucapan wanita gemuk tersebut.

 

“Kenapa? Takut?” Wanita gemuk tersebut masih tak mau mengalah. “Mau duel? Ayo! Badan kecil aja, kena angin pun langsung mental.”

 

“Kamu bener-bener mau cari perkara sama aku? Lebih baik kamu urusin badan kamu yang kayak gentong itu!” sentak Rullyta.

 

“Heh!? Kamu pikir kamu udah sempurna? Kamu kelihatan cantik di luarnya doang. Dalemnya busuk.”

 

“Jangan sembarangan ngomong!” teriak Yuna sambil menunjuk wanita gemuk tersebut.

 

Wanita gemuk itu tersenyum sinis. “Kalian ini sama ya? Sama-sama cantik, tapi hatinya busuk.”

 

“Jangan fitnah sembarangan ya!” sentak Yuna.

 

“Aku nggak fitnah. Kenyataannya memang kayak gitu, kan? Kamu yang nyuruh orang lain bunuh diri demi dapetin harta keluarga Hadikusuma, kan? Jahat banget!”

 

“Nggak ada bukti!” sahut Yuna.

 

“Buktinya banyak. Udah beredar di media.”

 

“Cuma isu. Kenyataannya nggak kayak gitu.”

 

“Oh ya? Gimana kenyataan yang sebenarnya?”

 

“Udahlah, Yun. Nggak ada gunanya jelasin ke orang kayak gini,” sahut Rullyta.

 

“Kenapa? Kamu mau nutupin kenyataan di depan semua orang. Jangan-jangan, Yeriko itu memang anak dari hasil hubungan gelap. Makanya, sampai sekarang nggak pernah ada yang tahu siapa ayahnya Yeriko.”

 

Rullyta mengepalkan tangan. Ia menatap wanita gemuk itu penuh amarah. “Kamu jangan fitnah orang sembarangan ya!” sentak Rullyta. “Nggak punya bukti apa pun. Asal aja kalau ngomong! Aku bisa laporin kamu ke polisi sekarang juga!”

 

“Kamu kira aku takut?” Wanita gemuk itu langsung mengambil ponsel dan menelepon seseorang untuk datang membantunya.

 

Rullyta tersenyum sinis. “Katanya nggak takut, tapi minta bantuan orang lain juga.”

 

Semua wanita yang ada di ruangan tersebut merasa sangat takut. Hanya wanita gemuk itu yang terus-menerus bergumam tak jelas dan menunjukkan sikap tidak bersahabat.

 

“Tante, aku minta maaf soal ini. Tolong, jangan terlalu dimasukin hati!” tutur Amara sambil menatap Rullyta.

 

“Kamu pikir kata maaf bisa bikin aku hilang ingatan dan ngelupain kata-kata kalian gitu aja?” sahut Rullyta. “Dia bahkan udah fitnah aku sekejam itu!?” dengusnya sambil menatap wanita gemuk itu.

 

Amara menggigit bibir bawahnya. Mama Yeriko cukup sulit untuk dihadapi, terlebih Rullyta mendapat dukungan dari istri walikota.

 

“Ma, lebih baik Mama minta maaf sama mereka!: pinta Amara berbisik.

 

“Aku nggak akan minta maaf!”

 

“Ma ...!” Amara menatap wajah wanita yang ada di hadapannya. Perasaannya tak karuan, ia sangat khawatir kalau Yuna akan memanggil suaminya dan membuat keluarganya dalam masalah.

 

“Tante, kalau masih nggak mau minta maaf ke Mama. Kami bakal laporin Tante ke polisi karena udah fitnah keluarga kami,” tutur Yuna sambil menatap sinis ke arah wanita gemuk tersebut.

 

“Atas dasar apa kamu mau laporin saya ke polisi?”

 

Yuna tersenyum. Ia melangkah maju dan memutar rekaman suara yang ada di ponselnya.

 

“Kamu!?” Amara berusaha merebut ponsel Yuna.

 

Dengan cepat, Yuna menjauhkan ponselnya dan menyembunyikan di belakang punggungnya.

 

“Yun, jangan laporin ke polisi!” pinta Amara.

 

“Laporin aja!” sahut wanita gemuk tersebut. “Dikira aku takut ngadepin polisi aja?”

 

“Ma ...!” Amara mendelik ke arah mama mertuanya. “Akhir-akhir ini, kita sibuk banget. Bakal makin sibuk kalau harus berurusan sama polisi.”

 

“Kenapa? Aku punya banyak waktu buat ngeladenin dia,” sahut wanita gemuk tersebut.

 

Rullyta menatap wanita gemuk itu tanpa berkedip. Ia tidak mengenal wanita tersebut. Tapi wanita gemuk itu memiliki keberanian yang sangat besar terhadap dirinya.

 

“Oke. Kalau emang itu mau kalian,” sahut Rullyta. “Huft, sebenarnya ... aku sibuk banget. Tapi, anak buahku cukup banyak buat nanganin ini,” lanjutnya santai sambil memainkan kukunya.

 

Yuna tersenyum kecil. Ia menyalakan ponsel dan langsung menelepon Yeriko.

 

“Halo ...! Bisa ke sini sebentar? Oke, aku tunggu!”

 

Yuna langsung mematikan panggilan teleponnya.

 

“Kamu manggil siapa?” tanya Rullyta.

 

“Suamiku. Bukannya dia juga manggil suaminya?”

 

Rullyta tersenyum kecil. “Anak pintar,” tuturnya sambil mengelus lembut kepala Yuna.

 

Yuna tersenyum manis menanggapi Rullyta.

 

“Ternyata, butuh dukungan dari orang lain juga?” sahut wanita gemuk tersebut.

 

“Oh ... jelas!” sahut Yuna ceria. “Kami suami istri, harus saling mendukung. Iya kan?”

 

“Bener banget,” sahut Yana.

 

“Keluarga kalian ini memang senang mengintimidasi orang lain ya? Jangan-jangan, kalian mau maksa aku buat bunuh diri juga kayak yang kamu lakuin ke artis itu?”

 

Yuna langsung melebarkan kelopak matanya. “Kamu jangan ngomong sembarangan ya!” sentaknya sambil menunjuk wanita gemuk tersebut.

 

“Yuna! Bisa nggak kamu nggak ngebentak mamaku?” seru Amara.

 

Yuna melangkah mendekatkan tubuhnya ke hadapan Amara. “Oh, ini mama kamu? Pantes, kelakuannya nggak jauh beda sama kamu.”

 

“Kamu ...!?”

 

Yuna tersenyum menatap Amara. “Kamu udah lupa gimana caranya kamu nyakitin Chandra? Yeriko, nggak akan tinggal diam kalau orang-orang terdekatnya disakiti. Aku yakin banget, sekarang hidup kamu pasti nggak tenang kan?”

 

Amara gelisah mendengar pertanyaan dari Yuna. Ia tak menyangka kalau Yuna bisa mengetahui kesulitan yang sedang dihadapinya saat ini.

 

“Oh ya, suami kamu ... mmh ... siapa namanya? Harry ya? Iya. Si Harry itu, si cowok brengsek itu, pasti menyulitkan kamu kan?”

 

“Heh!? Kamu barusan ngatain anakku apa?” Wanita gemuk itu langsung mendorong pundak Yuna.

 

“Oh, ini mamanya Harry? Mertua kamu?” tanya Yuna sambil menatap Amara.

 

“Hmm ... bukannya tadi kalian ngatain aku sebagai selingkuhannya Yeriko?” Yuna menatap wajah wanita gemuk tersebut. “Bukannya selama ini, Harry yang jadi selingkuhannya Amara. Asal kalian tahu, si Chandra nyaris mati karena kelakuan anak ibu ini!” Yuna menunjuk wajah wanita gemuk itu. “Mereka udah tunangan dan Harry mengacaukan semuanya!”

 

Semua wanita yang ada di dalam ruangan itu saling pandang. Mereka tidak berani mengatakan apa pun, termasuk Amara.

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih udah baca sampai sini. Tunggu part-part manis di cerita selanjutnya ya ...

 Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas