“Yun,
suami kamu ke mana?” tanya Andre saat mereka dalam perjalanan ke rumah sakit.
“Lagi
meeting ke Malang. Kenapa, Ndre?”
“Bukan
itu maksud aku.”
“Terus?”
“Aku
udah lihat berita di internet sejak lima hari yang lalu. Apa suami kamu nggak
bisa ngatasi ini? Setiap hari, berita tentang kamu makin menjadi-jadi. Bukannya
Refina itu mantan Yeriko? Suami kamu nggak sanggup ngadepin mantan pacarnya sendiri?”
Yuna
menarik napas dalam-dalam. “Kamu tahu sendiri kalau Yeriko orangnya sibuk.
Berita yang tersebar di media, lama-lama akan tenggelam dengan sendirinya.”
“Tenggelam
gimana? Beritanya semakin parah. Kamu dan Yeriko memilih untuk diam dan si
Refina semakin merajalela.”
“Nanti
kalau dia udah capek juga berhenti sendiri.”
“Dia
mungkin bisa berhenti. Tapi, jari netizen nggak akan berhenti sampai kamu dan
Yeriko bisa ngasih klarifikasi soal berita yang beredar. Apa susahnya buat
Yeriko ngakuin kamu sebagai istrinya?”
“Semua
orang juga udah tahu kalau aku istrinya Yeriko.”
“Semua
orang? Orang kantor kamu dan kantornya Yeriko? Gimana sama netizen yang nggak
tahu sama sekali hubungan kamu dan Yeriko?”
“Mmh
...” Yuna menggigit jemari tangannya.
“Kamu
sadar nggak sih, Yun? Yeriko itu nggak beneran cinta sama kamu. Di saat kayak
gini, dia bahkan nggak peduli sama sekali sama kamu. Dia bisa pergi buat
nolongin cewek itu. Tapi dia nggak bisa melindungi istrinya sendiri. Cowok
kayak gitu masih aja mau kamu pertahankan?”
“Yeriko
bukan laki-laki yang seperti itu. Dia penyayang dan bertanggung jawab,” tutur
Yuna.
“Bertanggung
jawab?” Andre tertawa kecil. “Di saat kayak gini, dia ada di mana sekarang?”
Yuna
bergeming.
“Kamu
boleh cinta sama dia, tapi jangan bego, Yun!”
“Ndre,
kamu jangan bikin aku makin pusing!” pinta Yuna sambil memijat keningnya yang
berdenyut.
Andre
menghela napas, ia menghentikan mobilnya tepat di depan ruang IGD dan membawa
Yuna masuk.
“Mbak,
tolong temen saya!” minta Andre pada petugas medis yang sedang berjaga.
“Baik.
Silakan tunggu di luar ya, Mas!”
Andre
mengangguk dan segera keluar.
Yuna
langsung mendapat perawatan selama beberapa menit. Setelah membersihkan dan
membalut lutut Yuna, petugas medis memperbolehkan Yuna keluar.
“Oh
ya, Mbak. Ini resep obat yang harus ditebus di apotek.” Petugas medis
memberikan selembar kertas resep kepada Yuna.
Yuna
mengangguk sambil tersenyum. “Makasih!”
Petugas
medis tersebut mengangguk sambil tersenyum ramah. “Semoga lekas sembuh!”
ucapnya sambil membantu Yuna keluar menggunakan kursi roda.
Andre
yang menunggu di luar ruangan langsung bangkit begitu melihat Yuna sudah keluar
dan mendapat perawatan. Matanya tertuju pada secarik kertas yang dipegang Yuna.
“Resep?”
Yuna
mengangguk.
“Biar
aku yang ambil.” Andre merebut kertas dari tangan Yuna. Kemudian mendorong
kursi roda Yuna dan membawanya bersama menuju tempat pengambilan obat.
“Makasih
ya, udah repot-repot bantuin aku!” ucap Yuna saat Andre sudah mengambil obat
dan memberikannya pada Yuna.
Andre
tersenyum dan berjongkok di hadapan Yuna. “Nggak perlu sungkan! Bukannya kita
teman baik dari dulu?”
Yuna
tersenyum ke arah Andre. Ia berharap, Andre tetap menganggapnya sebagai teman
baik.
“Yun
...!” panggil Andre lirih.
“Ya.”
“Aku
nggak rela kalau kamu harus menjalani hidup kayak ini. Apa kamu nggak mau mempertimbangkan lagi hubungan
kamu sama Yeriko?” tanya Andre.
“Maksud
kamu?”
“Yeriko
bukan laki-laki biasa. Banyak cewek yang ngejar dia. Banyak masalah yang harus
kamu hadapi karena dia. Sedangkan dia, nggak peduli sama perasaanmu sedikitpun.
Dia bahkan nggak bisa nolong kamu keluar dari masalah ini.”
“Ndre,
aku percaya sama dia sepenuhnya.”
“Yun,
apa kamu nggak mau menjalani hidup yang lebih bahagia lagi?”
“Aku
sudah sangat bahagia.”
Andre
tertawa kecil. “Kamu udah terluka kayak gini, masih bilang bahagia? Kamu itu
terlalu baik atau bodoh sih, Yun? Bellina nindas kamu, suami kamu diam aja.
Sekarang, mantan pacar dia nindas kamu, dia juga nggak ngelakuin apa-apa. Diam
aja kayak gitu?” seru Andre kesal.
Yuna
menarik napas dalam-dalam sambil menatap wajah Andre. “Ndre, dia bukan nggak
mau bantu aku. Dia selalu mau bantu, tapi aku yang nggak mau menyulitkan dia.
Dia cukup sibuk dengan pekerjaannya dan ...”
“Pekerjaan
dia lebih penting dari kamu?”
Yuna
terdiam.
“Yun,
aku rela kamu memilih bersama siapa pun asalkan kamu bahagia. Aku nggak rela
lihat kamu kayak gini. Kamu cinta sama dia. Apa dia beneran cinta sama kamu?”
Yuna
tersenyum mendengar pertanyaan Andre. “Dia cinta banget sama aku dan aku percaya sama dia.”
“Yun,
kenapa sih kamu masih nggak sadar juga kalau Yeriko cuma mempermainkan kamu
aja? Kalau dia beneran cinta sama kamu, dia pasti melindungi kamu.”
Yuna
menggigit bibir bawahnya. Ucapan Andre ada benarnya juga. Yeriko tak kunjung
mengambil tindakan menghadapi Refi. Apa memang benar kalau Yeriko masih
menyimpan rasa cintanya untuk Refi?
“Yun,
aku janji bakal bikin kamu bahagia dan melindungi kamu asalkan kamu mau
berpisah sama Yeriko,” tutur Andre sambil menggenggam tangan Yuna.
Yuna
langsung menepis tangan Andre. “Sorry, Ndre. Aku ini istrinya Yeriko, bukan
pacarnya dia. Hubungan kami serius di bawah naungan ijab kabul. Bukan untuk main-main!”
tegas Yuna. “Aku akan tetap bertahan, sesulit apa pun rintangan yang harus kami
hadapi.”
Andre
menatap iba ke arah Yuna. Yuna sangat berprinsip. Dalam kondisi yang buruk pun
ia tak mampu mengambil hati Yuna. Ia tidak bisa mempengaruhi Yuna untuk segera
meninggalkan suaminya.
“Yun,
dari tadi aku cari kamu. Sekalinya di sini.” Icha tiba-tiba muncul di hadapan
Yuna.
“Iya,
lagi nebus obat.”
“Nggak
dirawat?” tanya Icha.
Yuna
menggelengkan kepala. “Cuma luka sedikit aja. Masa mau di-opname?”
Icha
tersenyum kecil.
“Mmh
... aku beli minum dulu. Kalian mau minum apa?” tanya Andre.
“Sembarang
aja, Ndre,” jawab Yuna.
Andre
tersenyum dan bergegas pergi.
“Kamu
izin juga? Aku baik-baik aja kok, Cha.”
Icha
menganggukkan kepala. “Yeriko nyuruh aku ke sini.”
Yuna
mengernyitkan dahi. “Yeriko?”
“Iya.
Tadi aku telepon dia buat ngasih tahu keadaan kamu. Dia nyuruh aku ke sini.”
Yuna
tertawa kecil. “Dia berlebihan banget. Padahal, kakiku cuma lecet doang.”
“Mmh
... kayaknya dia cemburu sama Andre.”
Yuna
langsung menepuk dahinya. “Kumat lagi cemburunya,” gumam Yuna.
“Itu
karena dia sayang sama kamu, Yun.”
Yuna
meringis sambil menatap Icha.
“Yun,
kamu nggak papa?” Yeriko tiba-tiba muncul dan langsung menghampiri Yuna yang
masih duduk di kursi roda.
Yuna
mengangguk. “Aku nggak papa, cuma luka sedikit aja.”
“Kamu
bener-bener bikin aku khawatir.”
“Aku
nggak papa, kok. Kamu udah selesai meeting?”
“Aku
balik duluan. Riyan yang nge-handle di sana.”
“Sorry!
Bikin kerjaan kamu berantakan.”
“Nggak
sama sekali. Kenapa kamu nggak kabarin aku? Malah si Icha yang telepon aku?”
“Aku
nggak mau ganggu kerjaan kamu. Lagian, aku cuma lecet sedikit aja, kok,” jawab
Yuna sambil tersenyum manis.
Yeriko
tersenyum, ia mengecup kening Yuna perlahan. “Maaf, aku nggak bisa melindungi
kamu. Aku janji, bakal nyelesaikan semuanya secepatnya.”
Yuna
mengangguk.
Icha
tersenyum menatap Yuna dan Yeriko yang terlihat begitu manis.
Di
ujung koridor, Andre menatap kemesraan Yuna dan Yeriko. Ia menertawakan dirinya
sendiri yang terlihat begitu bodoh. Mencintai seorang wanita yang jelas-jelas
telah menjadi istri pria lain. Ia menarik napas dalam-dalam, menghembuskannya
perlahan dan melangkah menghampiri Yuna dan Yeriko.
“Ini
minuman untuk kalian.” Andre menyodorkan kantong plastik berisi botol air
mineral.
Yeriko
langsung menoleh ke arah Andre. Mereka tak saling menyapa, namun tatapan
keduanya sama-sama dingin. Ada peperangan yang tak mampu dilihat oleh orang
lain.
Makasih udah baca sampai sini.
Tunggu part-part manis di cerita selanjutnya ya ...
Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku
makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang
udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya!
Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment