Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Sunday, February 16, 2025

Perfect Hero Bab 145 : Menghadapi Rumor || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Yun, pagi ini aku ada meeting di Malang. Kamu, berangkat naik taksi nggak papa?” tanya Yeriko sambil mengenakan pakaiannya usai mandi.

 

“Mmh ... pantes aja pagi-pagi banget udah rapi,” sahut Yuna. “Berapa hari di sana?”

 

“Selesai meeting langsung balik ke sini.”

 

“Oh. Kirain nginap, hehehe.” Yuna membantu Yeriko memakai dasi dan jasnya.

 

“Kalau aku nginap, aku pasti bawa kamu.”

 

Yuna tertawa kecil. “Buat apa bawa aku? Buat ganggu kerjaan kamu?”

 

“Buat ... nemenin aku tidur.”

 

Yuna tersenyum sambil menatap tubuh Yeriko.

 

“Kamu nggak papa naik taksi? Lutfi sama Chandra masih di Gili. Jadi, aku nggak bisa minta tolong mereka buat antar kamu.”

 

“Biasanya juga naik taksi kalau kamu sibuk. Nggak usah ngerepotin orang lain!”

 

“Kamu nganggep mereka orang lain?”

 

“Mmh ...” Yuna menunduk sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

 

Yeriko memeluk pinggang Yuna. “Aku berangkat duluan. Kamu sarapan sendirian, nggak papa kan?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

Yeriko tersenyum dan langsung mengecup kening Yuna. “Aku pergi dulu, Riyan udah nunggu di bawah.”

 

Yuna mengangguk. “Aku antar.”

 

Mereka bergegas turun dari kamar. Yuna mengantar suaminya sampai ke halaman rumah.

 

“Pagi, Nyonya Muda!” sapa Riyan yang sedang berdiri di samping mobil.

 

“Pagi!” sahut Yuna. “Udah lama di sini? Kenapa nggak masuk?” tanya Yuna.

 

“Baru aja sampai. Kalau masuk, ntar dibikinin kopi sama Bibi. Malah jadi lama,” sahut Riyan.

 

Yuna tertawa kecil.

 

“Aku berangkat dulu ya! Karena perjalanan lumayan jauh. Nggak boleh telat terlalu lama,” tutur Yeriko.

 

Yuna mengangguk sambil tersenyum. “Hati-hati ya! Bawain aku apel malang!”

 

Yeriko tersenyum sambil menatap Yuna. “Tumben, biasanya nggak pernah minta oleh-oleh?”

 

“Sesekali nggak papa, kan?”

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Aku pergi dulu!” Ia mengecup kening istrinya dan bergegas pergi.

 

Yuna menghela napas lega dan tersenyum. Ia kembali masuk ke dalam rumah. Setelah bersiap dan sarapan, Yuna bergegas berangkat ke tempat kerjanya.

 

Sesampainya di tempat kerja, Yuna terkejut dengan kerumunan wartawan yang tiba-tiba menghampiri dan mengambil foto wajahnya dengan terburu-buru.

 

“Mbak, bisa klarifikasi hubungan Mbak Ayuna dengan Pak Yeriko?”

 

“Apa benar kalau Mbak Ayuna adalah orang ketiga dibalik retaknya hubungan Yeriko dan Refina?”

 

Yuna menutup wajah menggunakan tas tangannya dan tidak ingin menjawab pertanyaan yang diajukan oleh wartawan. Ia berusaha menerobos kerumunan wartawan yang mengelilinginya. Namun, ia sangat kesulitan.

 

“Mbak, tolong kasih klarifikasi ke media!”

 

“Apa berita yang tersebar itu benar?”

 

“Semua orang menghujat sikap Mbak Ayuna. Apakah tidak ada yang perlu diklarifikasi?”

 

“Apakah benar kalau Mbak Ayuna mengintimidasi Refi dan menyuruhnya melompat dari atap gedung?”

 

Yuna tidak sanggup mendengar begitu banyak pertanyaan yang menghujani dirinya. Ia berusaha keluar dari kerumunan wartawan dengan susah payah.

 

“Pak, tolong Yuna!” pinta Icha pada security yang mengerumuni Yuna. Ia sangat khawatir dengan Yuna yang dikerumuni banyak wartawan dan ia tidak bisa membantu Yuna keluar.

 

Dua orang security kantor langsung membantu Yuna membukakan jalan.

 

Yuna bernapas lega, ia langsung berlari menghindari kerumunan wartawan yang mengerumuninya.

 

“Aw ...!” teriak Yuna. Belum sampai masuk ke pintu kantor. Yuna malah tersandung di tangga terakhir dan membuat kakinya terkilir.

 

Icha yang melihat Yuna terjatuh, langsung melangkah menghampiri Yuna. Namun, ia kalah cepat dengan Andre yang tiba-tiba sudah berlutut di sisi Yuna.

 

“Yun, kamu nggak papa?” tanya Andre sambil memerhatikan lutut Yuna yang berdarah.

 

“Nggak papa. Cuma lecet sedikit,” jawab Yuna.

 

“Ayo, bangun!” Andre langsung membantu Yuna untuk bangkit.

 

Wartawan yang ada di sana semakin menjadi. Mereka langsung mengambil foto-foto Andre dan Yuna.

 

Yuna gelagapan saat melihat banyak kamera membidik ke arahnya.

 

“Mas, apa hubungan anda dengan Mbak Yuna?” tanya salah satu wartawan. Diikuti dengan cecaran wartawan lainnya.

 

Andre mengedarkan pandangannya. Menatap wartawan yang ada di hadapannya satu per satu. Ada begitu banyak pertanyaan dan cukup membuatnya geram.

 

“Stop!” teriak Andre. “Kalian semua, pergi dari sini!”

 

Semua wartawan terdiam dan saling pandang. Mereka saling berbisik dan mulai melangkah pergi satu per satu. Beberapa di antaranya, masih mencoba membidik Yuna dengan kameranya.

 

Yuna dan Andre menghela napas lega.

 

“Makasih ya, udah bantuin!” tutur Yuna.

 

Andre menganggukkan kepala. Ia membantu Yuna masuk ke dalam lobi kantor dan duduk di salah satu kursi.

 

Yuna meringis sambil memegangi kakinya yang terluka.

 

“Yun, kamu nggak papa?” tanya Icha ikut khawatir.

 

“Nggak papa. Cuma lecet sedikit.”

 

“Yun, darahnya banyak banget. Ini mah nggak sedikit,” sahut Icha sambil menatap luka yang ada di lutut Yuna.

 

Yuna tersenyum ke arah Icha. “Ada tisu?”

 

Icha mengangguk dan langsung memberikan tisu pada Yuna.

 

Yuna meraih tisu dari tangan Icha dan mengelap darah segar yang mengalir di kakinya.

 

“Kenapa wartawan itu tiba-tiba muncul dan bar-bar banget?” tutur Icha.

 

Andre menghela napas sambil menunjukkan majalah yang ia bawa.

 

Yuna dan Icha langsung membaca headline dan foto yang ada di cover majalah tersebut.

 

“Yun ...!” Icha langsung menatap wajah Yuna. “Ini ...”

 

“Huft, ternyata emang bener dugaanku,” tutur Yuna sambil menunduk lesu.

 

“Kenapa?” tanya Andre.

 

“Refi sengaja ngajak ketemu cuma buat ngejebak aku,” jawab Yuna sambil memijat keningnya yang tiba-tiba berdenyut.

 

“Ya ampun, jahat banget sih cewek itu? Dia itu beneran mantan pacarnya Yeriko?” tanya Icha.

 

Yuna mengangguk perlahan.

 

“Sudahlah. Lebih baik, kita ke rumah sakit dulu!” ajak Andre. “Luka kamu harus segera diobati.”

 

Yuna mengangguk.

 

Andre menggenggam kedua pundak Yuna dan membantunya berdiri. Ia bergegas membawa Yuna ke rumah sakit.

 

Icha menggigit jarinya saat melihat Andre membawa Yuna pergi. Ia langsung mengambil ponsel dan menghubungi Lutfi.

 

“Halo ...! Aku bisa minta nomer hp Yeriko?” tanya Icha.

 

“Bisa. Ada apa, Cha?” tanya Lutfi.

 

“Ada masalah sama Yuna.”

 

“Kakak Ipar kenapa?”

 

“Dia sekarang lagi ke rumah sakit.”

 

“What!? Dia sakit apa?”

 

“Jatuh di depan kantor waktu banyak wartawan nyerang dia.”

 

“Dia ...?”

 

“Kamu belum baca gosip yang beredar?”

 

“Belum.”

 

“Ya udah. Kalau nggak sibuk, buka internet. Sekarang, kamu kirim nomer Yeriko. Aku harus kabari dia.”

 

“Oke.” Lutfi langsung mematikan panggilan telepon dari Icha dan mengirimkan nomer Yeriko kepada Icha.

 

Tanpa pikir panjang, Icha langsung menelepon Yeriko dan memberitahukan cedera yang dialami oleh Yuna.

 

“Sekarang, Yuna di mana?” tanya Yeriko lewat telepon.

 

“Sudah ke rumah sakit,” jawab Icha.

 

“Sama kamu?”

 

“Nggak. Aku masih di kantor.”

 

“Dia ke rumah sakit sama siapa?”

 

“Sama ... Andre,” jawab Icha lirih.

 

“Oh. Oke. Makasih udah ngabarin, Cha!”

 

“He-em.” Icha menganggukkan kepala.

 

“Aku langsung ke rumah sakit setelah pulang dari Malang. Aku bisa minta tolong?”

 

“Apa?”

 

“Tolong susul Yuna ke rumah sakit ya! Jangan biarin dia berduaan aja sama Andre! Aku masih meeting satu jam lagi. Mungkin, setelah jam makan siang baru sampai di Surabaya.”

 

“Oh. Oke.”

 

“Makasih, Cha!”

 

“Iya.”

 

Yeriko langsung mematikan sambungan teleponnya.

 

Icha menarik napas dalam-dalam. Ia masuk ke ruang departemennya untuk meminta izin menemani Yuna di rumah sakit. Setelahnya, ia langsung bergegas melajukan sepeda motornya menuju rumah sakit.

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih udah baca sampai sini. Tunggu part-part manis di cerita selanjutnya ya ...

 Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

Related Posts:

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © 2025 Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas