Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Sunday, February 16, 2025

Perfect Hero Bab 144 : Mas-Mas Koki || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Aargh ...!” teriak Refi sambil memukul kursi rodanya sendiri. Ia mengambil ponsel dari sakunya dan langsung menelepon seseorang.

 

“Halo ...!”

 

“Halo, kamu di mana?” tanya Refi.

 

“Di rumah. Kenapa?”

 

“Aku butuh bantuan?”

 

“Apa?”

 

Refi mengatakan semua rencananya pada orang tersebut.

 

“Gimana?” tanya Refi.

 

“Ck, agak berat dan beresiko. Aku pikir-pikir dulu!”

 

“Aku bakal bayar berapa pun yang kamu mau. Asal mau bantu aku!” seru Refi.

 

“Oh ya, aku lupa kalau kamu orang yang kaya raya. Seharusnya, kamu sudah tahu berapa uang yang sepantasnya kamu keluarkan untuk ini.”

 

“Oke. Aku bakal transfer ke rekening kamu. Sisanya, aku bayar setelah kamu berhasil.”

 

“Kamu tahu kalau aku bukan cuma mau uang kamu.”

 

“Oke. I see ... aku bakal kasih apa pun yang kamu minta.”

 

“Oke.”

 

Refi langsung menutup panggilan teleponnya. “Dasar, cowok licik!” celetuknya kesal. Ia menyandarkan kepalanya ke kursi. “Yun, aku bersumpah kalau bakal bikin hidup kamu menderita!” ucapnya penuh kebencian.

 

 

 

Di sisi lain, Yuna terus berpikir selama di perjalanan. Ia merasa ada yang tidak beres dengan pertemuannya dengan Refi kali ini. Sepertinya, Refi memang berusaha memancing emosinya.

 

“Duh, Yuna ...!” bisik Yuna sambil mengetuk-ngetuk kepalanya sendiri. “Apa yang lagi direncanakan sama Refi kali ini? Dia ngajak ketemu bukan untuk minta maaf, tapi malah ngajak berantem,” tutur Yuna dalam hati. Perasaannya makin tak karuan. Sepertinya, ia telah melakukan kesalahan karena memenuhi permintaan Refi untuk bertemu.

 

Sesampainya di rumah, Yuna berjalan tak bersemangat sambil memainkan tas tangannya. Ia terus melamun hingga tak menyadari kehadiran Yeriko yang sedang duduk di sofa ruang tamu, melewatinya begitu saja.

 

Yeriko mengernyitkan dahi melihat sikap istrinya yang tak biasa. Ia bangkit dan mengikuti langkah Yuna perlahan hingga masuk ke dalam kamar.

 

Yuna langsung menelungkupkan tubuhnya ke atas kasur. “Yuna ...! Bodoh ... bodoh ... bodoh!” makinya sambil memukul-mukul kasur di bawahnya.

 

“Ada apa?” tanya Yeriko.

 

Yuna mengangkat kepala sambil membelalakkan matanya, kemudian membalikkan tubuhnya menatap Yeriko. Ia bangkit dan meraih tangan Yeriko yang berdiri di hadapannya.

 

“Mmh ... tadi aku ketemuan sama Refi.”

 

Yeriko mengernyitkan dahi. “Di mana?”

 

“Di rumah sakit.”

 

“Kenapa?” tanya Yeriko. “Dia bikin ulah lagi?”

 

“Nggak sih. Dia cuma ... mmh ... awalnya dia minta maaf soal pemberitaanku di media. Tapi dia sama sekali nggak tulus minta maafnya. Malah ngajak berantem.”

 

Yeriko tertawa kecil.

 

“Kenapa ketawa?” tanya Yuna sambil mengernyitkan dahinya.

 

“Nggak papa. Aku lagi ngebayangin aja kamu berantem sama Refi.”

 

“Kamu seneng kalau aku berantem sama mantan pacar kamu itu?” seru Yuna kesal.

 

“Nggaklah. Aku cuma seneng aja lihat wajah kamu kalau lagi marah,” tutur Yeriko sambil mencubit kedua pipi Yuna.

 

Yuna memonyongkan bibirnya. “Huft, sebenarnya aku nggak mau berantem sama dia. Kalau lihat kondisinya dia, aku ngerasa kasihan. Tapi, sikapnya bener-bener nyebelin. Bisa-bisanya dia secara terang-terangan mau ngambil suami orang. Udah gitu, nyebar gosip ke media kalau aku yang jadi selingkuhan. Ngeselin banget, kan?” cerocos Yuna.

 

Yeriko duduk di samping Yuna. “Sifat Refi memang seperti itu. Dia terlalu berambisi. Aku harap, kamu nggak terpancing sama dia.”

 

“Gimana nggak terpancing. Dia selalu membandingkan aku sama dia. Kalian sudah lama saling mengenal bahkan menjalin hubungan dalam waktu yang lama. Sedangkan aku, memang baru aja masuk ke dalam kehidupan kamu. Apa kamu ... bener-bener sudah ngelupain masa lalu kamu sama dia?”

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Kamu masih meragukan perasaanku ke kamu?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Aku cuma sedikit terganggu sama masa lalu kalian. Aku takut ...”

 

“Semua akan baik-baik aja!” sahut Yeriko sambil merengkuh tubuh Yuna. “Walau bagaimanapun, Refi adalah tanggung jawabku sampai dia benar-benar sembuh. Aku minta maaf karena sikap dia bikin kamu jadi kayak gini.”

 

Yuna menengadahkan kepalanya menatap Yeriko. “Kamu ... minta maaf untuk dia?”

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Dia jadi seperti ini karena aku. Aku khawatir, dia akan melukai kamu.”

 

Yuna menatap wajah Yeriko dengan mata berkaca-kaca.

 

“Kenapa?” Yeriko tertegun menatap mata Yuna. “Apa aku ada salah ngomong?” batinnya dalam hati.

 

Yuna terus menatap Yeriko. “Apa kamu ... nggak akan melindungi aku saat Refi yang berusaha melukaiku? Kenapa kamu mengkhawatirkannya?” bisik Yuna dalam hati.

 

Yeriko tersenyum sambil mengelus pundak Yuna. “Aku pasti bantu kamu menghadapi Refi.”

 

Yuna tersenyum sambil menganggukkan kepala. Ia meletakkan kepalanya di dada Yeriko. Air matanya menetes begitu saja. Ia tetap tidak bisa menahan perasaannya. Saat ini, ia merasa begitu buruk. “Mungkin benar kata Refi, Yeriko masih menyimpan perasaan cintanya untuk Refi walau hanya sedikit,” bisik Yuna dalam hati.

 

“Cepetan mandi!” pinta Yeriko. “Aku tunggu di bawah! Hari ini, aku bikin masakan spesial buat kamu.”

 

Yuna mengusap air mata dan melepaskan tubuhnya dari pelukan Yeriko. Ia tersenyum menatap wajah Yeriko. “Kamu yang masak?”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

Yuna tersenyum senang. Ia bangkit dan bergegas mandi, sementara Yeriko menunggunya di meja makan.

 

“Mas, apa Mbak Yuna baik-baik aja?” tanya Bibi War sambil menyuguhkan secangkir kopi untuk Yeriko.

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Sudah lebih baik. Bibi jangan menanyakan apa pun ke dia!” pintanya.

 

Bibi War menganggukkan kepala.

 

“Oh ya, Bi. Besok pagi, Bibi nggak usah masak. Biar aku yang masak buat Yuna.”

 

Bibi War menganggukkan kepala. “Mau masak apa? Biar Bibi siapkan bahan-bahannya.”

 

“Kertas sama pena!”

 

Bibi War bergegas mengambil buku catatan dan pena yang ada di dapurnya dan memberikannya pada Yeriko.

 

Yeriko langsung mencatat bahan makanan dan memberikannya kepada Bibi War.

 

Bibi War tersenyum menatap catatan yang ada di tangannya dan bergegas pergi meninggalkan Yeriko di meja makan.

 

Beberapa menit kemudian, Yuna turun dari kamarnya dan menghampiri Yeriko. Matanya berbinar saat melihat makanan di atas meja.

 

Yeriko  tersenyum menatap Yuna. “Ayo, makan!”

 

Yuna mengangguk dan duduk di kursi. “Mmh ... kamu sering bikinin aku masakan enak. Tapi aku nggak pernah masak buat kamu. Gimana kalau besok, aku masakin buat kamu?” tanya Yuna sambil menyendok makanannya.

 

“Emang bisa masak?” tanya Yeriko.

 

“Bisa.”

 

“Enak?”

 

Yuna memonyongkan bibir sambil memutar bola matanya. “Mmh ... nggak tahu.”

 

Yeriko tersenyum sambil mengetuk dahi Yuna. “Aku nggak izinin kamu kena asap dapur!”

 

Yuna tersenyum bahagia. Ia merasa hidupnya sebagai seorang istri sangatlah santai.

 

“Oh ya, aku denger dari Icha kalau si Lutfi juga bisa masak. Apa kalian memang cowok-cowok koki?”

 

Yeriko tertawa kecil. “Aku, Chandra dan Lutfi pernah masuk ke pendidikan militer. Harus bisa masak.”

 

“Oh ya?”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

“Aku pengen denger cerita kalian waktu belajar masak!” pinta Yuna. “Bukannya Refi bilang kalau Yeriko belajar masak karena dia?” batin Yuna.

 

“Nanti aku ceritain. Habiskan dulu makanannya!” pinta Yeriko.

Yuna tersenyum dan kembali melahap makanannya sampai habis untuk mendengarkan cerita Yeriko selanjutnya.

 

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih udah baca sampai sini. Tunggu part-part manis di cerita selanjutnya ya ...

 Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 

Related Posts:

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © 2025 Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas