Usai
pemotretan di Bali. Yuna dan Icha kembali bekerja seperti biasanya.
“Cha,
gimana ceritanya waktu si Lutfi nembak kamu?” tanya Yuna saat jam makan siang.
“Mmh
...” Icha memutar bola matanya.
“Iih
... cerita!” pinta Yuna.
“Yah,
kamu tahu sendiri kalau Lutfi suka bercanda. Aku pikir, dia cuma bercanda aja
waktu dia bilang suka sama aku.”
“Terus?”
“Pagi
itu ... pertama kalinya aku lihat wajahnya serius banget. Dia berlutut di
depanku kayak pangeran. Hmm ... sepertinya aku perempuan yang paling beruntung
di dunia.”
“Aargh
...! Romantis banget!” seru Yuna.
“Mmh
... nggak seromantis suami kamu kan?”
“Iya,
sih. Tapi ... suamiku kan nggak pernah nembak aku kayak gitu.”
“Malah
langsung ngajak nikah, kan?”
Yuna
tertawa kecil. “Awalnya aku ...” Yuna menghentikan ucapannya saat ponselnya
tiba-tiba berdering. Ia menatap layar ponsel sambil mengerutkan dahinya.
“Siapa,
Yun?”
“Nggak
tahu. Nomer baru.”
“Angkat
aja, siapa tahu klien.”
Yuna
mengangguk dan segera menjawab panggilan telepon yang masuk ke ponselnya. “Halo
...!” sapanya.
“Halo
...! Ini Ayuna?”
“Iya.”
“Aku
Refi.”
Yuna
terdiam beberapa saat.
“Mmh
... sore ini ada waktu? Aku mau ketemu,” tutur Refi.
Yuna
berpikir sejenak. Ia tidak mengerti kenapa Refi mengajaknya bertemu setelah
membuat kehebohan di media.
“Ada
hal penting yang mau aku bicarakan. Bisa ke rumah sakit sore ini?” tanya Refi
lagi.
“Oke.
Aku ke sana setelah pulang kerja.”
“Oke.
Aku tunggu ya!”
“He-em.”
Yuna langsung mematikan panggilan telepon dan meletakkan ponselnya di atas
meja.
“Kenapa,
Yun?” tanya Icha.
“Nggak
papa,” jawab Yuna sambil menyuapkan makanan di mulutnya. Ia terus
bertanya-tanya maksud Refi mengajaknya bertemu. Ia harap, Refi mengajaknya
untuk menjalin hubungan baik dengannya.
Usai
pulang kerja, Yuna langsung menuju RSOT, tempat Refi mendapatkan perawatan. Ia
melangkah menuju taman rumah sakit dan mendekati Refi yang sedang duduk di
kursi rodanya.
“Ada
apa?” tanya Yuna dingin.
Refi
tersenyum sambil menatap Yuna yang sudah berdiri di hadapannya. “Makasih, udah
dateng ke sini.”
“Nggak
usah sok baik!” sahut Yuna. “Kamu nyuruh aku ke sini pasti ada sebabnya kan?”
Refi
menghela napas. “Ya. Aku mau minta maaf soal pemberitaan di media.”
“Aku
nggak punya maaf. Lebih baik minta sama orang lain,” sahut Yuna ketus.
“Yun,
aku bener-bener nggak bermaksud bikin berita heboh di media sosial. Aku
terpaksa ngelakuin ini karena ... sikap kamu yang memaksa aku melakukannya.”
“Aku?”
Yuna menunjuk dirinya sendiri, kemudian tersenyum sinis. “Kamu sadar nggak kamu
ini siapa?”
“Aku
masih cinta sama Yeri. Aku yakin, dia juga masih cinta sama aku.”
“Kalau
dia masih cinta sama kamu, dia nggak akan menikahi wanita lain,” sahut Yuna
sambil tersenyum.
“Sekalipun
kamu istrinya. Yeriko masih menunjukkan rasa pedulinya ke aku. Aku tahu, dia
masih punya rasa cinta walau cuma sedikit. Kalau nggak, dia nggak akan datang
ke atap gedung buat nyelamatkan aku.”
Yuna
memutar bola matanya mendengar ucapan Refi yang sangat memuakkan. “Kamu ...
nyuruh aku ke sini cuma mau pamer perlakuan suami aku ke kamu?”
Refi
mengangguk pelan. “Karena suami kamu, bukan cuma nolongin aku. Dia juga nemenin
aku sampai pagi.”
“Terus?”
tanya Yuna ketus tanpa melihat wajah Refi.
“Aku
yakin, masih ada aku di dalam hati Yeriko. Walau kamu sudah jadi istrinya. Dia
rela keluar tengah malam buat nolongin aku dan ninggalin kamu. Apa kamu yakin
kalau Yeriko beneran cinta sama kamu?” tanya Refi.
“Heh!?
Kamu ini artis nggak laku ya? Ada banyak laki-laki di luar sana. Kenapa masih
mau ngambil suami orang?” dengus Yuna.
“Aku
bakal ambil apa yang sudah kamu rebut dari aku!”
Yuna
tertawa sinis. “Aku nggak ngerebut apa pun dari kamu. Kamu aja yang nggak sadar
diri!”
“Kamu
udah ngambil semua perhatian Yeriko. Cuma dia harapan aku satu-satunya.
Sekarang aku udah cacat, masa depanku udah hancur. Aku nggak punya pilihan
lain,” tutur Refi sambil menangis.
Yuna
terdiam menatap Refi. Sebenarnya, ia merasa sangat iba dengan kondisi fisik dan
mental Refi saat ini. Jika bukan karena niat jahat Refi yang ingin mengambil
suaminya, ia tidak akan tega bersikap ketus pada Refi.
“Yeriko
... pria yang begitu baik dan penuh perhatian. Banyak hal yang sudah kita
laluin bareng. Dia udah melakukan banyak hal buat aku. Aku bener-bener nggak
pernah bisa lepas dari dia. Sampai sekarang, aku merasa masih ada ikatan dengan
Yeriko. Bahkan, dia sampai rela belajar masak cuma demi aku,” tutur Refi
terisak.
Yuna
menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia sangat mengerti
maksud Refi. Mengungkapkan masa lalunya bersama Yeriko. Seolah-olah, Refi
adalah wanita satu-satunya yang paling dicintai oleh Yeriko.
Yuna
mendekatkan wajahnya ke wajah Refina. “Aku nggak akan pernah ngelepasin suamiku
gitu aja!” tegas Yuna sambil menatap Refi penuh kebencian. “Apalagi buat cewek
kayak kamu!”
“Aku
pasti bisa bikin dia balik lagi sama aku!” sahut Refi.
Yuna
tersenyum sinis. “Silakan bermimpi!”
Refi
tersenyum menatap Yuna. “Saat aku bangun dari mimpi, aku pastikan kalau Yeriko
sudah ada di pelukanku.”
Yuna
semakin geram dengan sikap Refi. Matanya memerah sembari menatap tajam ke arah
Refi.
Refi
tersenyum puas melihat amarah Yuna. “Kenapa? Kamu takut kalau Yeriko bakal
balik lagi sama aku?”
“Yeriko
bukan pria bodoh. Mungkin, dulu dia sayang banget sama kamu. Tapi, sekarang dan
selamanya ... dia nggak akan pernah berpaling dari aku!” tegas Yuna.
“Kamu
terlalu percaya diri,” sahut Refi sambil tersenyum sinis. “Bisa aja, suami kamu
itu diam-diam bermain di belakang kamu.”
“Kamu!?”
Yuna langsung mengangkat dagu Refi sambil menatap penuh kebencian. “Asal kamu
tahu, Yeriko itu sayang banget sama aku. Dia udah ngelakuin banyak hal buat
aku. Lebih dari apa yang udah dia kasih ke kamu.”
“Oh
ya? Bukannya kamu baru aja kenal sama dia? Bahkan hubungan kalian belum genap
satu tahun. Aku dan Yeriko sudah melewati banyak hal selama bertahun-tahun.
Bohong kalau sampai dia bilang, bisa ngelupain cerita kita gitu aja.”
Yuna
mengepalkan tangan erat-erat, menahan amarah yang ingin sekali ia lampiaskan
saat itu juga. “Kenapa di dunia ini ada
cewek kayak gini? Ternyata pelakor beneran ada. Kirain cuma di sinetron doang,”
batin Yuna menahan amarah. Ia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya
perlahan, mencoba untuk meredakan emosinya.
Refina
tersenyum penuh kemenangan. Ia merasa sangat senang karena berhasil membuat
Yuna semakin marah.
Yuna
tersenyum ke arah Refi. “Aku nggak peduli sebanyak apa cerita kamu dan Yeriko.
Yang aku tahu, Yeriko udah menghapus semua itu dari hidupnya.”
“Kamu
yakin?”
“Pasti.
Karena saat ini, akulah istri Yeriko. Bukan kamu. Aku bakal mempertahankan
rumah tanggaku sampai kapan pun. Kami memang baru saja menikah. Tapi ...” Yuna
mendekatkan mulutnya ke telinga Refi. “Aku bisa jamin kalau dia nggak akan
pernah cari wanita lain karena aku selalu bikin dia puas setiap malam,” bisik
Yuna sambil tersenyum.
Refi
mengeratkan gigi-giginya begitu mendengar ucapan Yuna.
Yuna
tersenyum sambil menatap Refi. “Kamu memang cantik. Bisa bikin suamiku keluar
tengah malam buat nolongin kamu. Tapi, aku pastikan kalau dia nggak akan pernah
cinta sama kamu lagi!” tegas Yuna.
Refi
makin geram mendengar ucapan Yuna.
Yuna
semakin senang membuat perasaan Refi tak karuan. Ia terus tersenyum menatap
Refi. “Kamu boleh minta suamiku buat nemenin kamu. Seandainya dia bersedia pun,
dia akan tetap pulang ke rumah dan ngelonin aku. Karena cuma aku yang ...”
“STOP!”
seru Refi sambil menutup kedua telinganya.
Yuna
tersenyum kecil. Ia menatap Refi sambil melipat kedua tangan di dadanya. “Udah
nggak ada yang mau diomongin kan? Aku harus cepet-cepet pulang karena suamiku
udah ngajak makan bareng. Bye-bye!” Yuna melambaikan tangan sambil
tersenyum bahagia, ia berbalik dan
melangkah pergi.
Refi
menatap punggung Yuna penuh amarah, kebenciannya semakin memuncak saat Yuna
memamerkan kemesraannya dengan Yeriko.
Makasih udah baca sampai sini.
Tunggu part-part manis di cerita selanjutnya ya ...
Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku
makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang
udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya!
Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment