“Aku
udah berhasil bikin Icha ikut kita hari ini. Kamu harus penuhin janji kamu!”
tutur Yuna sambil tersenyum penuh kemenangan.
“Iya,
Kakak Ipar. Tenang aja!” sahut Lutfi.
“Emang
kamu minta apa?” tanya Yeriko sambil menatap Yuna.
“Mmh
... ada, deh.”
Yeriko
langsung merangkul leher Yuna. “Mau main rahasia-rahasiaan sama aku?”
dengusnya.
Yuna
meringis. “Eh, itu si Chandra sama Jheni udah dateng!” serunya saat melihat
mobil Chandra memasuki halaman rumahnya.
Lutfi
mondar-mandir sambil sesekali melihat jam di ponselnya. “Icha mana, Yun?” tanya
Lutfi.
“Sabar.
Masih di jalan.”
“Dia
beneran ikut kan?”
Yuna
menganggukkan kepala.
“Udah
siap semua?” sapa Jheni sambil menghampiri Yuna.
Yuna
mengangguk. “Tinggal nunggu Icha, nih.”
“Icha
siapa?” tanya Chandra.
Yuna
memainkan alisnya sambil menunjuk Lutfi dengan dagunya.
“Aha
... beneran udah punya pacar nih?” Chandra langsung merangkul tubuh Lutfi.
“Belum,
Chan,” sahut Lutfi.
“Maksudnya?
Baru gebetan?”
“Bisa
dibilang begitu.”
“Makanya,
dia ngajak ke Bali karena ada maunya,” sela Yuna.
“Oh
ya? Jadi, ini acara kalian atau Lutfi?” tanya Chandra.
“Acara
kami. Dia numpang aja mau nembak Icha. Hahaha.” Yuna tergelak.
“Kakak
Ipar! Jujur banget! Aku udah kasih kalian numpang di villa-ku. Tega banget
ngatain aku numpang acara kalian.”
“Emang
iya, kan?” Yuna menjulurkan lidahnya ke arah Lutfi.
Lutfi
geram melihat tingkah Yuna. “Sayangnya istri orang. Kalau bukan, udah kugigit
beneran kamu itu. Ngeselin banget!” celetuknya.
Yeriko
tertawa kecil melihat perdebatan Lutfi dan Yuna.
“Eh,
itu Icha udah dateng!” seru Yuna. Ia langsung berlari menghampiri Icha yang
baru saja memarkirkan sepeda motornya.
“Udah
lama nunggunya?” tanya Icha.
“Mmh
... lumayan.”
“Kok,
ada Lutfi?” bisik Icha di telinga Yuna.
“Iya.
Dia kan sahabat suamiku. Jadi, kami rame-rame ke sana sekalian liburan. Yuk,
aku kenalin ke mereka!” Yuna menarik lengan Icha.
“Cha,
kenalin. Ini Jheni, sahabatku dari aku masih orok.” Yuna memperkenalkan Icha
pada Jheni.
“Jheni!”
sapa Jheni sambil mengulurkan tangan dan tersenyum ramah.
“Icha,”
balas Icha tersenyum sambil menjabat tangan Jheni.
“Yang
ini, namanya Chandra. Sahabat suamiku.”
Icha
menganggukkan kepala ke arah Chandra.
Chandra
hanya membalas Icha dengan senyuman kecil.
“Semuanya
udah ngumpul. Kita berangkat sekarang!” seru Yuna.
“Aku
nggak dikenalin, Yun?” tanya Lutfi.
“Nggak
usah!” dengus Yuna. “Kenalan aja sendiri!”
“Sentimen
amat kalo sama aku,” celetuk Lutfi.
Yuna
terkekeh menanggapi celetukkan Lutfi.
“Cha,
kamu ikut mobil Lutfi ya!” pinta Yuna.
“Aku?”
Icha menunjuk dirinya sendiri.
“Iya.”
Yuna menganggukkan kepala. “Soalnya mobil aku penuh sama barang, Cha.”
“Mmh
...”
“Atau
mau ikut mobil Chandra sama Jheni?” tanya Yuna lagi. Ia mengerdipkan mata ke
arah Chandra.
“Duh,
mobilku juga penuh. Kopernya Jheni banyak banget.”
“Eh!?”
Jheni langsung menoleh ke arah Chandra.
Yuna
mengirimkan isyarat pada Jheni dan Chandra.
“Oh
... iya, Cha. Soalnya, aku mau seminggu di sana. Jadi, aku bawa barang agak
banyak. Ada properti punya Yuna juga yang dibawa di mobil Chandra karena nggak
cukup. Kalau mobil Lutfi kan lega.”
Lutfi
tersenyum ke arah Icha. “Ikut mobil aku aja!” pintanya.
Icha
tersenyum kecut sambil menganggukkan kepala.
“Yes!”
seru Lutfi dalam hati. Ia bergegas membukakan pintu mobilnya untuk Icha.
Lutfi
mengacungkan jempol dari balik punggungnya ke arah Yuna dan teman-temannya. Ia
tersenyum senang dan ikut masuk ke dalam mobil.
“Eh,
mereka lagi pedekate?” tanya Jheni penasaran.
Yuna
menganggukkan kepala. “Lutfi lagi usaha.”
“Oh
... pantesan!”
“Dia
beneran ngejar cewek itu?” tanya Chandra penasaran.
“Iya.
Menurut kamu gimana?” tanya Yuna.
Chandra
mengedikkan kepala. “Belum tahu. Belum kenal.”
“Mmh
... nggak papa. Ntar banyak waktu untuk saling kenal. Sekarang, kita
berangkat!” seru Yuna.
Mereka
bergegas masuk ke dalam mobil dan langsung melajukan kendaraannya menuju Pulau
Dewata, Bali.
Lutfi
telah mempersiapkan semuanya. Mereka menginap di villa mewah milik Lutfi yang
berada di daerah Uluwatu.
Keesokan
harinya ...
“Mbak,
kita pemotretan pertama di pantai ya!” tutur salah satu kru yang menangani
pemotretan foto pre-wedding Yuna dan Yeriko.
Yuna
menganggukkan kepala.
“Mas
Yeri mana ya?”
“Masih
tidur,” jawab Yuna.
“Owh
... okey. Nanti kabari aja kalau sudah siap ya, Mbak!”
Yuna
mengangguk.
“Mmh
... kalau bisa, jangan terlalu siang! Ntar panas. Masih ada beberapa tempat
yang mau kita pakai untuk foto pre-wedding.”
“Mama
Rully ngatur berapa tempat di Bali?”
“Empat,
Mbak.”
“Bisa
kelar sehari?” tanya Yuna lagi.
“Mmh
... nggak yakin, sih.”
“Ya
udah. Ntar aku diskusikan sama Yeriko kalau dia udah bangun. Kalau emang nggak
sempat, pemotretannya di sini aja!” pinta Yuna.
“Bisa
aja, Mbak. Tapi, saya takut kalau Bu Rully marah karena kita nggak kasih
seperti yang dia minta.”
“Mmh
... iya juga, sih. Ya udah, aku bangunin Yeriko dulu. Biar bisa kelar cepet.”
“Oke.”
Yuna
tersenyum kecil dan masuk kembali ke dalam kamar. Ia menatap wajah Yeriko yang
masih tertidur pulas. “Kamu capek ya?” bisik Yuna sambil menyentuh hidung
Yeriko dengan ujung jarinya.
“Hmm
...” Yeriko langsung menggenggam tangan Yuna.
“Udah
bangun?”
Yeriko
mengangguk sambil memejamkan mata. “Jam berapa sekarang?”
“Jam
tujuh.”
Yeriko
langsung bangkit dari tidurnya. “Udah siang banget. Kayaknya aku baru aja
merem.”
Yuna
tersenyum menatap Yeriko. “Capek ya?”
“Lumayan.
Aku mandi dulu. Kamu udah mandi?”
Yuna
menganggukkan kepala. “Aku tunggu di meja makan ya!”
Yeriko
mengangguk dan bergegas masuk ke kamar mandi.
Yuna
langsung keluar dari kamar dan ikut bergabung dengan yang lainnya yang sudah
berkumpul di meja makan.
“Pagi,
Nyonya Ye!” sapa Jheni ceria.
“Apaan
sih!?” sahut Yuna sambil duduk di kursi.
“Yee
... disapa baik-baik malah jutek gitu. Kenapa? Berantem lagi sama Yeriko.”
“Nggak.
Kamu alay. Males aku lihatnya,” sahut Yuna sambil memonyongkan bibirnya.
“Idih,
kok gitu?”
Yuna
meringis menatap Jheni. “Eh, Icha mana? Masih tidur?”
“Ke
luar sama Lutfi.”
“Ke
mana?”
Jheni
mengedikkan bahu. “Pagi-pagi banget aku lihat mereka udah di tepi pantai.”
“Serius?”
tanya Yuna dengan mata berbinar.
Jheni
menganggukkan kepala. “Kenapa? Girang banget?”
“Eh,
si Lutfi itu ngajak ke sini karena mau nembak si Icha. Hmm ... semoga aja
mereka cepet jadian,” tutur Yuna sambil tersenyum bahagia.
“Ini
sebenarnya acara Lutfi atau acara kamu sih, Yun?”
“Dua-duanya,”
jawab Yuna santai.
“Eh,
si Chandra mana?” tanya Yuna.
“Lagi
berenang.”
“Huft,
dia belum ada nembak kamu, Jhen?”
Jheni
menggelengkan kepala.
“Payah
banget! Kalah sama Lutfi. Dia mah to the point aja kalo suka sama Icha.”
Jheni
menghela napas menatap Yuna. “Lutfi dan Chandra itu beda, Yun. Lagian, Chandra
baru aja patah hati. Nggak semudah itu ngelupain Amara.”
“Uch
... kamu pengertian banget sih sama Chandra? Gimana kalau kamu yang nembak dia
duluan?”
“Nggak
usah ngasih ide yang memalukan!” sahut Jheni sambil menoyor kepala Yuna.
Yuna
terkekeh.
“Mbak,
kami makan duluan ya!” pamit salah satu kru yang terlibat pemotretan Yuna dan
Yeriko.
Yuna
menganggukkan kepala sambil tersenyum. “Kalian makan aja dulu! Banyak hal yang
harus disiapkan. Kami santai aja, kok.”
Semua
kru yang terlibat pemotretan langsung bergegas menikmati sarapannya karena
mereka sedikit terburu-buru menyiapkan sesi pemotretan.
“Yeriko
mana?” tanya Jheni.
“Masih
mandi. Paling sebentar lagi nongol.”
“Oh.”
“Kamu
nggak nyuruh Chandra buat sarapan bareng?” tanya Yuna.
Jheni
menggelengkan kepala.
Yuna
ingin membuka mulutnya lagi, namun tertahan saat melihat Chandra muncul dan
langsung duduk di samping Jheni.
“Udah
kelar berenangnya?” tanya Jheni sambil menoleh ke arah Chandra.
Chandra
menganggukkan kepala. “Lutfi sama Yeri mana?”
“Yeriko
masih mandi. Kalau Lutfi, aku nggak tahu,” jawab Yuna.
“Nah,
itu mereka!” seru Jheni sambil menatap Lutfi dan Icha yang baru saja datang
sambil bergandengan tangan.
“Hmm
... kayaknya mereka udah jadian,” bisik Yuna sambil menatap Jheni.
Jheni
tersenyum sambil mengangguk kecil.
Yuna
melirik ke arah Chandra sambil memberikan isyarat pada Jheni.
Jheni
menggelengkan kepala.
Yuna
mengedikkan bahu. Ia merasa, Chandra tidak begitu berinisiatif mengatakan
perasaannya pada Jheni. Padahal, ia sudah bisa membaca sikap Chandra yang
begitu memperhatikan Jheni, begitu juga sebaliknya. Siapa sangka, kalau Lutfi
dan Icha, jauh lebih cepat menjalin hubungan.
Makasih udah baca sampai sini.
Tunggu part-part manis di cerita selanjutnya ya ...
Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku
makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang
udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya!
Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment