Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Sunday, February 16, 2025

Perfect Hero Bab 141 : Road to Bali || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Aku udah berhasil bikin Icha ikut kita hari ini. Kamu harus penuhin janji kamu!” tutur Yuna sambil tersenyum penuh kemenangan.

 

“Iya, Kakak Ipar. Tenang aja!” sahut Lutfi.

 

“Emang kamu minta apa?” tanya Yeriko sambil menatap Yuna.

 

“Mmh ... ada, deh.”

 

Yeriko langsung merangkul leher Yuna. “Mau main rahasia-rahasiaan sama aku?” dengusnya.

 

Yuna meringis. “Eh, itu si Chandra sama Jheni udah dateng!” serunya saat melihat mobil Chandra memasuki halaman rumahnya.

 

Lutfi mondar-mandir sambil sesekali melihat jam di ponselnya. “Icha mana, Yun?” tanya Lutfi.

 

“Sabar. Masih di jalan.”

 

“Dia beneran ikut kan?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Udah siap semua?” sapa Jheni sambil menghampiri Yuna.

 

Yuna mengangguk. “Tinggal nunggu Icha, nih.”

 

“Icha siapa?” tanya Chandra.

 

Yuna memainkan alisnya sambil menunjuk Lutfi dengan dagunya.

 

“Aha ... beneran udah punya pacar nih?” Chandra langsung merangkul tubuh Lutfi.

 

“Belum, Chan,” sahut Lutfi.

 

“Maksudnya? Baru gebetan?”

 

“Bisa dibilang begitu.”

 

“Makanya, dia ngajak ke Bali karena ada maunya,” sela Yuna.

 

“Oh ya? Jadi, ini acara kalian atau Lutfi?” tanya Chandra.

 

“Acara kami. Dia numpang aja mau nembak Icha. Hahaha.” Yuna tergelak.

 

“Kakak Ipar! Jujur banget! Aku udah kasih kalian numpang di villa-ku. Tega banget ngatain aku numpang acara kalian.”

 

“Emang iya, kan?” Yuna menjulurkan lidahnya ke arah Lutfi.

 

Lutfi geram melihat tingkah Yuna. “Sayangnya istri orang. Kalau bukan, udah kugigit beneran kamu itu. Ngeselin banget!” celetuknya.

 

Yeriko tertawa kecil melihat perdebatan Lutfi dan Yuna.

 

“Eh, itu Icha udah dateng!” seru Yuna. Ia langsung berlari menghampiri Icha yang baru saja memarkirkan sepeda motornya.

 

“Udah lama nunggunya?” tanya Icha.

 

“Mmh ... lumayan.”

 

“Kok, ada Lutfi?” bisik Icha di telinga Yuna.

 

“Iya. Dia kan sahabat suamiku. Jadi, kami rame-rame ke sana sekalian liburan. Yuk, aku kenalin ke mereka!” Yuna menarik lengan Icha.

 

“Cha, kenalin. Ini Jheni, sahabatku dari aku masih orok.” Yuna memperkenalkan Icha pada Jheni.

 

“Jheni!” sapa Jheni sambil mengulurkan tangan dan tersenyum ramah.

 

“Icha,” balas Icha tersenyum sambil menjabat tangan Jheni.

 

“Yang ini, namanya Chandra. Sahabat suamiku.”

 

Icha menganggukkan kepala ke arah Chandra.

 

Chandra hanya membalas Icha dengan senyuman kecil.

 

“Semuanya udah ngumpul. Kita berangkat sekarang!” seru Yuna.

 

“Aku nggak dikenalin, Yun?” tanya Lutfi.

 

“Nggak usah!” dengus Yuna. “Kenalan aja sendiri!”

 

“Sentimen amat kalo sama aku,” celetuk Lutfi.

 

Yuna terkekeh menanggapi celetukkan Lutfi.

 

“Cha, kamu ikut mobil Lutfi ya!” pinta Yuna.

 

“Aku?” Icha menunjuk dirinya sendiri.

 

“Iya.” Yuna menganggukkan kepala. “Soalnya mobil aku penuh sama barang, Cha.”

 

“Mmh ...”

 

“Atau mau ikut mobil Chandra sama Jheni?” tanya Yuna lagi. Ia mengerdipkan mata ke arah Chandra.

 

“Duh, mobilku juga penuh. Kopernya Jheni banyak banget.”

 

“Eh!?” Jheni langsung menoleh ke arah Chandra.

 

Yuna mengirimkan isyarat pada Jheni dan Chandra.

 

“Oh ... iya, Cha. Soalnya, aku mau seminggu di sana. Jadi, aku bawa barang agak banyak. Ada properti punya Yuna juga yang dibawa di mobil Chandra karena nggak cukup. Kalau mobil Lutfi kan lega.”

 

Lutfi tersenyum ke arah Icha. “Ikut mobil aku aja!” pintanya.

 

Icha tersenyum kecut sambil menganggukkan kepala.

 

“Yes!” seru Lutfi dalam hati. Ia bergegas membukakan pintu mobilnya untuk Icha.

 

Lutfi mengacungkan jempol dari balik punggungnya ke arah Yuna dan teman-temannya. Ia tersenyum senang dan ikut masuk ke dalam mobil.

 

“Eh, mereka lagi pedekate?” tanya Jheni penasaran.

 

Yuna menganggukkan kepala. “Lutfi lagi usaha.”

 

“Oh ... pantesan!”

 

“Dia beneran ngejar cewek itu?” tanya Chandra penasaran.

 

“Iya. Menurut kamu gimana?” tanya Yuna.

 

Chandra mengedikkan kepala. “Belum tahu. Belum kenal.”

 

“Mmh ... nggak papa. Ntar banyak waktu untuk saling kenal. Sekarang, kita berangkat!” seru Yuna.

 

Mereka bergegas masuk ke dalam mobil dan langsung melajukan kendaraannya menuju Pulau Dewata, Bali.

 

Lutfi telah mempersiapkan semuanya. Mereka menginap di villa mewah milik Lutfi yang berada di daerah Uluwatu.

 

 

 

Keesokan harinya ...

 

“Mbak, kita pemotretan pertama di pantai ya!” tutur salah satu kru yang menangani pemotretan foto pre-wedding Yuna dan Yeriko.

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Mas Yeri mana ya?”

 

“Masih tidur,” jawab Yuna.

 

“Owh ... okey. Nanti kabari aja kalau sudah siap ya, Mbak!”

 

Yuna mengangguk.

 

“Mmh ... kalau bisa, jangan terlalu siang! Ntar panas. Masih ada beberapa tempat yang mau kita pakai untuk foto pre-wedding.”

 

“Mama Rully ngatur berapa tempat di Bali?”

 

“Empat, Mbak.”

 

“Bisa kelar sehari?” tanya Yuna lagi.

 

“Mmh ... nggak yakin, sih.”

 

“Ya udah. Ntar aku diskusikan sama Yeriko kalau dia udah bangun. Kalau emang nggak sempat, pemotretannya di sini aja!” pinta Yuna.

 

“Bisa aja, Mbak. Tapi, saya takut kalau Bu Rully marah karena kita nggak kasih seperti yang dia minta.”

 

“Mmh ... iya juga, sih. Ya udah, aku bangunin Yeriko dulu. Biar bisa kelar cepet.”

 

 “Oke.”

 

Yuna tersenyum kecil dan masuk kembali ke dalam kamar. Ia menatap wajah Yeriko yang masih tertidur pulas. “Kamu capek ya?” bisik Yuna sambil menyentuh hidung Yeriko dengan ujung jarinya.

 

“Hmm ...” Yeriko langsung menggenggam tangan Yuna.

 

“Udah bangun?”

 

Yeriko mengangguk sambil memejamkan mata. “Jam berapa sekarang?”

 

“Jam tujuh.”

 

Yeriko langsung bangkit dari tidurnya. “Udah siang banget. Kayaknya aku baru aja merem.”

 

Yuna tersenyum menatap Yeriko. “Capek ya?”

 

“Lumayan. Aku mandi dulu. Kamu udah mandi?”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Aku tunggu di meja makan ya!”

 

Yeriko mengangguk dan bergegas masuk ke kamar mandi.

 

Yuna langsung keluar dari kamar dan ikut bergabung dengan yang lainnya yang sudah berkumpul di meja makan.

 

“Pagi, Nyonya Ye!” sapa Jheni ceria.

 

“Apaan sih!?” sahut Yuna sambil duduk di kursi.

 

“Yee ... disapa baik-baik malah jutek gitu. Kenapa? Berantem lagi sama Yeriko.”

 

“Nggak. Kamu alay. Males aku lihatnya,” sahut Yuna sambil memonyongkan bibirnya.

 

“Idih, kok gitu?”

 

Yuna meringis menatap Jheni. “Eh, Icha mana? Masih tidur?”

 

“Ke luar sama Lutfi.”

 

“Ke mana?”

 

Jheni mengedikkan bahu. “Pagi-pagi banget aku lihat mereka udah di tepi pantai.”

 

“Serius?” tanya Yuna dengan mata berbinar.

 

Jheni menganggukkan kepala. “Kenapa? Girang banget?”

 

“Eh, si Lutfi itu ngajak ke sini karena mau nembak si Icha. Hmm ... semoga aja mereka cepet jadian,” tutur Yuna sambil tersenyum bahagia.

 

“Ini sebenarnya acara Lutfi atau acara kamu sih, Yun?”

 

“Dua-duanya,” jawab Yuna santai.

 

“Eh, si Chandra mana?” tanya Yuna.

 

“Lagi berenang.”

 

“Huft, dia belum ada nembak kamu, Jhen?”

 

Jheni menggelengkan kepala.

 

“Payah banget! Kalah sama Lutfi. Dia mah to the point aja kalo suka sama Icha.”

 

Jheni menghela napas menatap Yuna. “Lutfi dan Chandra itu beda, Yun. Lagian, Chandra baru aja patah hati. Nggak semudah itu ngelupain Amara.”

 

“Uch ... kamu pengertian banget sih sama Chandra? Gimana kalau kamu yang nembak dia duluan?”

 

“Nggak usah ngasih ide yang memalukan!” sahut Jheni sambil menoyor kepala Yuna.

 

Yuna terkekeh.

 

“Mbak, kami makan duluan ya!” pamit salah satu kru yang terlibat pemotretan Yuna dan Yeriko.

 

Yuna menganggukkan kepala sambil tersenyum. “Kalian makan aja dulu! Banyak hal yang harus disiapkan. Kami santai aja, kok.”

 

Semua kru yang terlibat pemotretan langsung bergegas menikmati sarapannya karena mereka sedikit terburu-buru menyiapkan sesi pemotretan.

 

“Yeriko mana?” tanya Jheni.

 

“Masih mandi. Paling sebentar lagi nongol.”

 

“Oh.”

 

“Kamu nggak nyuruh Chandra buat sarapan bareng?” tanya Yuna.

 

Jheni menggelengkan kepala.

 

Yuna ingin membuka mulutnya lagi, namun tertahan saat melihat Chandra muncul dan langsung duduk di samping Jheni.

 

“Udah kelar berenangnya?” tanya Jheni sambil menoleh ke arah Chandra.

 

Chandra menganggukkan kepala. “Lutfi sama Yeri mana?”

 

“Yeriko masih mandi. Kalau Lutfi, aku nggak tahu,” jawab Yuna.

 

“Nah, itu mereka!” seru Jheni sambil menatap Lutfi dan Icha yang baru saja datang sambil bergandengan tangan.

 

“Hmm ... kayaknya mereka udah jadian,” bisik Yuna sambil menatap Jheni.

 

Jheni tersenyum sambil mengangguk kecil.

 

Yuna melirik ke arah Chandra sambil memberikan isyarat pada Jheni.

 

Jheni menggelengkan kepala.

 

Yuna mengedikkan bahu. Ia merasa, Chandra tidak begitu berinisiatif mengatakan perasaannya pada Jheni. Padahal, ia sudah bisa membaca sikap Chandra yang begitu memperhatikan Jheni, begitu juga sebaliknya. Siapa sangka, kalau Lutfi dan Icha, jauh lebih cepat menjalin hubungan.

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih udah baca sampai sini. Tunggu part-part manis di cerita selanjutnya ya ...

 Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

Related Posts:

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © 2025 Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas