“Heh!? Kalian ini
bener-bener nggak punya perasaan ya? Nuduh orang tanpa bukti. Semua orang juga
tahu kalau Yuna istri sahnya Yeriko,” tutur Icha. Ia mengelus pundak Yuna
perlahan.
“Kamu nggak papa, Yun?”
tanya Icha.
“Nggak papa, Cha,”
jawab Yuna sambil memijat keningnya.
“Kita pergi aja dari
sini!” pinta Icha sambil memapah Yuna keluar dari kantin perusahaan.
“Yun, kamu nggak usah
masukin ke hati omongan mereka!” pinta Icha.
Yuna mengangguk kecil.
“Mmh ... gimana kalau
kita pergi ke kedai ice cream?”
Yuna menggelengkan
kepala. “Aku balik ke ruanganku aja, Cha. Kalau ke sana, kemungkinan besar aku
bakal ketemu orang bnyak dan juga wartawan.”
“Kamu jadinya belum
makan, Yun.”
“Delivery aja, Cha!”
pinta Yuna.
“Mmh ... oke.” Icha
menyalakan ponsel di tangannya. “Kamu mau makan apa?” tanyanya sambil
melangkahkan kakinya menuju ruang kerja mereka.
“Terserah aja, Cha.
Yang penting cepet!”
Icha menganggukkan
kepala dan segera memesankan makanan untuknya dan untuk Yuna. Mereka memilih
untuk makan tenang di dalam ruang kerja mereka.
“Yun, kenapa tuh si
Rani jadi sewot juga sama kamu?” tanya Icha sambil menikmati makanannya di
dalam ruang kerjanya.
Yuna mengedikkan bahu.
“Mungkin karena Bellina.”
“Mmh ... iya juga,
siapa sih yang berani ngelawan perintahnya Bellina. Setahu aku, Rani nggak
pernah ikut campur urusannya orang.”
“Sekarang, Bellina
bahkan nggak punya pendukung. Lili, Sofi sama Linda udah dipecat gara-gara
Bellina juga.”
“Linda dipecat?”
Yuna menganggukkan
kepala. “Sejak melukai kamu hari itu. Lian langsung mecat dia.”
Icha tertawa mendengar
ucapan Yuna. “Nggak nyangka kalau aku bisa bikin asistennya Bellina dipecat,”
tutur Icha sambil cekikikan.
“Dia emang keterlaluan,
Cha. Oh ya, kapan kamu ada waktu? Aku mau kenalin kamu sama Jheni.”
“Jheni?” Icha
mengernyitkan dahinya.
Yuna menganggukkan
kepala. “Sahabat aku.”
“Oh ya?” Mata Icha
berbinar. Ia sangat senang bisa memiliki teman baik.
“Hei, kalian kenapa
makan di sini?” tanya Juan yang baru saja masuk ke dalam ruangan.
“Di kantin banyak lambe
turah,” sahut Yuna.
“Hahaha.”
“Kenapa ketawa? Ada
yang lucu?”
“Kamu yang lucu,” sahut
Juan.
“Apanya?” tanya Yuna
dengan mulut penuh makanan.
“Nggak papa. Bercanda
doang. Eh, kalian tahu nggak Pak Rudi yang di bagian keuangan?”
Yuna menganggukkan
kepala. “Yang gendut itu kan?”
Juan menganggukkan
kepala.
“Emang dia kenapa?”
“Dia mau nikah lagi.”
“Hah!? Bukannya udah
punya istri dan anak?” tanya Icha.
“Iya. Tapi kayaknya
masih belum puas. Dia mau ambil istri kedua. Katanya, istrinya yang kedua ini
cantik dan masih muda banget. Baru umur delapan belas tahun,” tutur Juan.
“Eh, busyet! Pak Rudi
itu umurnya udah empat puluhan kan?”
Juan menganggukkan
kepala. “Jangan dilihat dari umurnya!” jawabnya. “Biar tua-tua gitu,
semangatnya masih tujuh belas tahun. Hahaha.”
“Emang dasar cowok,
nggak bisa setia sama satu pasangan aja.”
“Yaelah, wajar kali
kalo cowok punya istri dua. Lagian, poligami kan nggak dilarang yang penting
bisa berlaku adil sama istri-istrinya.”
Icha mencebik ke arah
Juan. “Jangan-jangan, kamu ini deretan cowok pendukung poligami ya?”
“Hahaha. Nggaklah. Aku
ini tipe cowok setia. Kecuali, kalau aku punya banyak duit. Mau punya istri
sepuluh pun nggak akan masalah kan?”
“Terserah kamu aja,
yang penting kamu senang,” sahut Icha.
Juan terkekeh. “Eh,
Yun. Gosip yang lagi hot itu gimana? Yeriko mau poligami nggak? Itu artis
cantik juga, loh.”
“Uhuk ... uhuk ...!”
Yuna langsung tersedak begitu mendengar pertanyaan Juan.
“Minum, Yun!” Icha
menyodorkan segelas air putih ke hadapan Yuna. “Kamu ini, nggak usah ngomong
macem-macem!” sentak Icha sambil memukul lengan Juan.
“Idih, aku serius, Cha.
Bos GG itu kan orang kaya. Ibarat Raja dan Ratu. Raja, biasanya punya banyak
selir.”
“Juan ...!” seru Icha
sambil memukuli tubuh Juan.
“Eh, eh, Cha. Ampun
...!” Juan berusaha menghindari pukulan Icha. “Aku bercanda. Serius amat
nanggepinnya!”
“Bercandanya nggak
lucu! Kamu tahu sendiri kalau berita di media lagi mojokin Yuna. Malah bikin
suasana makin panas aja!” seru Icha.
“Udahlah, Cha. Aku
nggak papa, kok,” sela Yuna.
Icha menoleh ke arah
Yuna. Kemudian kembali menatap kesal ke arah Juan. “Awas kalo ngomong
macem-macem lagi!”
“Iya, iya.
Cantik-cantik, galak!” celetuk Juan.
“Apa kamu bilang?”
“Nggak. Itu loh,
Manager Pemasaran galak banget.”
“Kamu kira aku nggak
dengar, tadi kamu ngomong apa, hah!?”
“Iya, sorry! Gitu aja
ngambek. Cepet makannya! Aku minta laporan yang baru. Ntar nggak aku bikinkan
gambarnya.”
“Udah aku kirim ke
email kamu sebelum makan siang. Kamu aja yang belum ngecek komputer,” sahut
Icha.
“Iya kah? Hihihi.” Juan
langsung duduk di meja kerjanya.
Icha mencebik ke arah
Juan. Kemudian menatap Yuna yang termenung di sampingnya.
“Kamu nggak papa?”
tanya Icha.
“Nggak papa,” jawab
Yuna sambil tersenyum kecil.
“Nggak usah kamu
masukin hati omongannya Juan. Emang kompor dia itu!”
Yuna tersenyum kecil
menanggapi ucapan Icha.
“Oh ya, Cha. Weekend
ini kamu bisa temenin aku nggak?” tanya Yuna.
“Ke mana?”
“Ke Bali.”
“Ngapain ke sana?”
“Foto Pre-wedd.”
“Wah, mau pre-wedd di
sana?”
Yuna menganggukkan
kepala. “Ikut ya!” pinta Yuna.
“Mmh ...”
“Please!” Yuna
menangkupkan kedua telapak tangannya.
“Mmh ... oke, deh.”
“Sip, dah. Sabtu sore,
aku tunggu di rumah ya! Kita berangkat bareng. Aku mau ajak Jheni juga,
sekalian aku kenalin sama kamu.”
“Sabtu sore? Nginap di
sana?”
Yuna menganggukkan
kepala.
“Mmh ...” Icha
menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Kenapa?” tanya Yuna.
“Belum gajian, Yun.
Kalau aku ke sana ...”
“Tenang aja! Semuanya
udah disiapin di sana. Nggak perlu keluar uang sepeserpun.”
“Beneran?”
Yuna mengangguk sambil
tersenyum.
“Apa kamu baik-baik
aja?” tanya Icha kemudian.
“Emangnya kenapa?”
“Gosip soal kamu aja
belum hilang, Yun. Apa nggak akan mengganggu acara pemotretan kalian?”
“Semuanya udah diatur
jauh-jauh hari sama Mama Rully. Minggu ini, jadwal pemotretan di Bali. Nggak
bisa ngubah jadwal gitu aja. Hmm ... anggap aja refreshing dulu. Pusing banget
kalau cuma di dalam ruangan. Mikirin gosip yang diciptakan sama artis gila satu
itu.”
Icha tertawa kecil
menanggapi ucapan Yuna. “Mmh ... bener juga, sih.”
“Oke. Aku tunggu kamu
jam empat sore. Jangan sampai telat ya!”
Icha menganggukkan
kepala.
Yuna tersenyum sambil
melihat kembali chat yang dikirim oleh mama mertuanya. Di tengah kesibukan
menyiapkan acara pernikahan, mereka harus menghadapi isu miring yang diciptakan
oleh Refi.
Yuna menarik napas
dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia merasa, Refi sangat berbahaya
bagi hubungannya. Tapi ia tetap bersyukur karena mendapat dukungan dari
keluarga Yeriko, terutama mama mertuanya.
Makasih udah baca sampai sini.
Tunggu part-part manis di cerita selanjutnya ya ...
Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku
makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang
udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya!
Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment