Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Sunday, February 16, 2025

Perfect Hero Bab 138 : Dukungan untuk Yuna || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Kamu kenapa?” tanya Yeriko saat melihat istrinya melahap sarapan penuh emosi.

 

“Aku lagi kesel,” sahut Yuna dengan mulut penuh makanan.

 

“Kesel sama siapa?”

 

“Sama mantan pacar kamu itu. Aku harus makan yang banyak. Nyiapin banyak tenaga buat ngadepin dia.”

 

Yeriko tertawa kecil melihat kelakuan Yuna yang lucu.

 

“Kenapa ketawa?” tanya Yuna.

 

“Nggak papa,” jawab Yeriko sambil menahan tawa. Ia melanjutkan sarapannya dengan santai sambil memerhatikan Yuna.

 

Yuna melahap sarapannya dengan brutal. Ia masih sangat kesal dengan pemberitaan tentang dirinya. Bagaimana bisa Refi mengatakan kalau Yuna adalah orang ketiga dibalik putusnya hubungan Refi dan Yeriko. Ia baru mengenal Yeriko beberapa bulan lalu, sedangkan Refi dan Yeriko sudah putus sejak tiga tahun lalu.

 

(You still have all of my ... You still have all of my ... You still have all of my heart ...)

 

Yuna langsung mengambil ponsel dan menatap nomor baru yang tertera di layar ponselnya. Ia mengerutkan dahi.

 

“Siapa?” tanya Yeriko.

 

Yuna mengedikkan bahu. “Nomor baru.”

 

“Angkat! Siapa tahu ada hal penting.

 

Yuna mengangguk dan langsung menjawab panggilan telepon. Belum sampai bicara banyak, Yuna langsung mematikan sambungan teleponnya.

 

“Siapa?”

 

“Media. Gimana mereka bisa tahu nomor hp-ku?” Yuna langsung meletakkan ponsel ke atas meja.

 

“Media?”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Mereka pasti ...” Yuna kembali menatap layar ponselnya. Ia kembali menerima telepon dari nomor baru. Rumor yang disebarkan Refi sungguh sangat mengganggunya. Ia juga tidak mengerti dari mana media bisa mengetahui nomor ponselnya.

 

Yeriko meraih ponsel Yuna. Ia menatap layar ponsel dan melihat nama yang tertera di layar ponsel. “Ini Cantika,” tuturnya sambil menunjukkan layar ponsel ke hadapan Yuna.

 

Yuna langsung mengambil ponsel dan menjawab panggilan dari Cantika.

 

“Halo!” sapa Yuna.

 

“Halo! Yun, are you ok?”

 

“He-em.”

 

“Aku udah baca berita soal kalian. Yeriko bukan orang sembarangan. Dia pasti bisa menyelesaikan semuanya dengan baik.”

 

“He-em.” Yuna mengangguk sambil tersenyum.

 

“Jangan sungkan hubungi aku. Aku pasti bantu kamu.”

 

“Makasih banyak. Maaf kalau merepotkan.”

 

“Sesama teman, nggak perlu sungkan,” sahut Cantika.

 

“Kalau gitu, aku bakal sering ngerepotin  kamu,” tutur Yuna sambil tertawa kecil.

 

“Hahaha. Kamu bisa aja. Jangan terpengaruh sama pemberitaan di media!” pinta Cantika. “Si Refi memang terlalu berambisi. Aku bakal bantu kamu menghadapi dia.”

 

“Iya. Makasih banyak ya!” tutur Yuna sambil tersenyum senang.

 

“Oke. Aku tutup teleponnya. Bye!”

 

Yuna tersenyum dan langsung meletakkan ponselnya kembali ke atas meja.

 

“Dia bilang apa?” tanya Yeriko sambil menatap Yuna.

 

“Semua akan baik-baik aja.”

 

Yeriko tersenyum sambil mengelus rambut Yuna. “Percayalah! Aku akan berusaha mengatasi Refi dengan baik.”

 

Yuna tersenyum sambil menganggukkan kepala.

 

Yeriko merogoh ponselnya yang tiba-tiba berdering.

 

“Siapa?” tanya Yuna.

 

“Mama Rully.”

 

“Oh.”

 

Yeriko langsung menjawab panggilan telepon dari mamanya. “Halo ...!”

 

“Halo, Yer. Gimana Yuna? Apa dia baik-baik aja?”

 

“Baik.”

 

“Gimana bisa ada berita seperti itu? Sejak kapan Refi balik ke Indonesia?” tanya Rullyta.

 

“Dua minggu yang lalu.”

 

“Huft, kalian tenang aja! Mama bakal bantu menghadapi Refi.”

 

“Apa Kakek ...?”

 

“Sementara, Mama tidak izinkan kakek mengakses televisi dan internet.”

 

“Oke, Ma. Jangan sampai kakek tahu.”

 

“He-em. Kamu tahu kalau kakek sangat menyayangi Yuna. Kondisi kesehatannya lagi nggak bagus. Mama takut akan berpengaruh.”

 

“Oke.”

 

“Oke. Kamu tenangin Yuna dulu. Mama akan bantu menghadapi Refi.”

 

“Oke. Makasih Ma!”

 

Yeriko langsung mematikan sambungan telepon dan menggeletakkan ponselnya ke atas meja begitu saja.

 

“Huft, kenapa sih masalah selalu datang bertubi-tubi. Kayaknya, hidupku emang terlalu malang,” tutur Yuna.

 

Yeriko tersenyum kecil menatap Yuna. “Kamu nggak usah khawatir! Asal kamu percaya sama aku, kita pasti bisa menyelesaikan semuanya.”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Oh ya, hari ini kamu nggak kerja. Gimana kalau kita pergi ke luar?”

 

Yuna menatap wajah Yeriko sejenak. “Aku lagi jadi headline di media. Kamu malah ngajak aku keluar. Gimana kalau ketemu wartawan?”

 

“Apa yang kamu takutkan?”

 

Yuna menggigit bibirnya. “Aku ...”

 

“Kita tunjukkan ke semua orang kalau kita adalah pasangan suami-istri. Nggak perlu takut sama mereka,” tutur Yeriko sambil mengecup bibir Yuna.

 

Yuna mengangguk sambil tersenyum bahagia.

 

Yeriko mengajak Yuna ke luar untuk menenangkan diri sejenak.

 

“Kita mau ke mana?” tanya Yuna saat mereka sudah melewati perbatasan kota Surabaya.

 

Yeriko tersenyum sambil menatap Yuna. “Ke suatu tempat. Kamu pasti suka.”

 

“Oh ya?”

 

Yeriko mengangguk dan terus melajukan mobilnya. Setelah menempuh perjalanan hampir dua jam, akhirnya mereka sampai di salah satu kebun teh yang ada di Desa Toyomarto, Kabupaten Malang.

 

Yuna menarik napas dalam-dalam sambil menatap tanaman teh yang terhampar luas di hadapannya. “Di sini tenang banget!” tuturnya sambil tersenyum senang.

 

“Suka?” tanya Yeriko.

 

Yuna menganggukkan kepala. “Setidaknya, aku bisa melupakan sejenak masalah yang sedang aku hadapi. Makasih, sudah bawa aku ke sini.”

 

Yeriko tersenyum sambil merangkul pinggang Yuna. “Banyak hal yang sudah kita hadapi. Kamu tahu, aku adalah pemilik GG. Mungkin, masih ada banyak rintangan di depan sana. Apa kamu bakal kuat menghadapinya?”

 

Yuna tersenyum sambil menatap Yeriko. “Selama kamu ada di sampingku. Aku nggak akan pernah lemah.”

 

Yeriko tersenyum, ia memeluk pundak Yuna sambil mengecup keningnya.

 

“Eh, kenapa nggak ada orang yang metik teh?” tanya Yuna sambil menatap hamparan kebun teh yang luas.

 

Yeriko melihat arloji di tangannya. “Bukan waktu yang tepat untuk memetik teh. Gimana kalau kita keliling? Di sana ada Tea House.”

 

Yuna menganggukkan kepala. Mereka melangkah perlahan sambil menikmati pemandangan dan bangunan-bangunan di sekitar mereka.

 

“Yun, apa kamu menyesal jadi istriku?”

 

“Mmh ... awalnya iya.”

 

Yeriko langsung menoleh ke arah Yuna.

 

Yuna tersenyum kecil. “Jadi Nyonya Ye memang sangat melelahkan. Tapi, aku nggak akan pernah menyesalinya.”

 

“Aku harap, kita bisa seperti ini terus. Saling menguatkan.” Yeriko menggenggam tangan Yuna dan mengecup punggung tangannya.

 

Yuna menghela napas. “Rasanya, aku lebih lelah menghadapi Refi daripada Belli.”

 

“Kenapa?”

 

“Aku rasa, Refi lebih berbahaya. Dia udah tahu kalau aku ini istri kamu. Malah memutar balikkan fakta di depan media. Dia juga punya banyak penggemar. Semua penggemarnya nyerang aku. Ck, aku nggak punya kekuatan untuk melawan mereka.”

 

“Nggak perlu melawan mereka. Mereka nggak tahu apa-apa. Cuma bisa berkomentar.”

 

Yuna tersenyum. “Iya juga, sih. Mungkin memang nasibku yang malang. Pacarku diambil sama saudaraku sendiri. Sekarang, suamiku terancam diambil sama orang lain,” tutur Yuna sambil menundukkan kepala.

 

“Kamu tahu sendiri, suamimu ini ganteng dan kaya. Cewek mana yang nggak mau sama aku?”

 

“Iih ... pede banget ngomong kayak gitu! Nggak sadar kalau statusmu pria beristri?”

 

Yeriko tertawa kecil. “Emangnya kenapa dengan status pria beristri? Rekan bisnisku, usianya sudah tua, berkulit hitam, badannya gempal. Dia juga pria beristri, tapi masih bisa memikat banyak wanita. Bahkan, dia mengambil empat istri sekaligus.”

 

Yuna menatap tajam ke arah Yeriko. “Maksudnya? Kamu juga punya rencana ngambil istri lagi?” tanyanya geram.

 

Yeriko tertawa kecil melihat sikap Yuna. “Nggak, Sayangku!” sahutnya sambil mengelus kepala Yuna.

 

Yuna memonyongkan bibirnya. “Awas aja kalau sampai ngambil istri lagi!”

 

“Nggak akan. Kamu satu-satunya istriku sampai tua nanti. Eh, itu Tea House. Kita nikmati teh segar di sana. Supaya suasana hati kamu bisa lebih baik.”

 

Yuna mengangguk.

 

 “Aku harap, teh di sini bisa melunturkan rasa cemburu kamu,” celetuk Yeriko.

 

“Emang kapan aku cemburu?”

 

“Kamu nggak cemburu?”

 

Yuna menggelengkan kepala.

 

“Oke. Besok aku jenguk Refi ke rumah sakit. Nggak cemburu kan?”

 

“Iih ... kamu ngeselin banget sih!?” Yuna langsung memukul pundak Yeriko.

 

Yeriko tertawa kecil. “Bercanda.”

 

Mereka melangkah masuk ke dalam Tea House untuk menikmati teh bersama.

 

 

(( Bersambung ... ))

 

Salam manis dari 2Y (Yuna & Yeri) ...

 Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas