“Kamu
kenapa?” tanya Yeriko saat melihat istrinya melahap sarapan penuh emosi.
“Aku
lagi kesel,” sahut Yuna dengan mulut penuh makanan.
“Kesel
sama siapa?”
“Sama
mantan pacar kamu itu. Aku harus makan yang banyak. Nyiapin banyak tenaga buat
ngadepin dia.”
Yeriko
tertawa kecil melihat kelakuan Yuna yang lucu.
“Kenapa
ketawa?” tanya Yuna.
“Nggak
papa,” jawab Yeriko sambil menahan tawa. Ia melanjutkan sarapannya dengan
santai sambil memerhatikan Yuna.
Yuna
melahap sarapannya dengan brutal. Ia masih sangat kesal dengan pemberitaan
tentang dirinya. Bagaimana bisa Refi mengatakan kalau Yuna adalah orang ketiga
dibalik putusnya hubungan Refi dan Yeriko. Ia baru mengenal Yeriko beberapa
bulan lalu, sedangkan Refi dan Yeriko sudah putus sejak tiga tahun lalu.
(You still have all of my ... You still have all of my ...
You still have all of my heart ...)
Yuna
langsung mengambil ponsel dan menatap nomor baru yang tertera di layar
ponselnya. Ia mengerutkan dahi.
“Siapa?”
tanya Yeriko.
Yuna
mengedikkan bahu. “Nomor baru.”
“Angkat!
Siapa tahu ada hal penting.”
Yuna
mengangguk dan langsung menjawab panggilan telepon. Belum sampai bicara banyak,
Yuna langsung mematikan sambungan teleponnya.
“Siapa?”
“Media.
Gimana mereka bisa tahu nomor hp-ku?” Yuna langsung meletakkan ponsel ke atas
meja.
“Media?”
Yuna
menganggukkan kepala. “Mereka pasti ...” Yuna kembali menatap layar ponselnya.
Ia kembali menerima telepon dari nomor baru. Rumor yang disebarkan Refi sungguh
sangat mengganggunya. Ia juga tidak mengerti dari mana media bisa mengetahui
nomor ponselnya.
Yeriko
meraih ponsel Yuna. Ia menatap layar ponsel dan melihat nama yang tertera di
layar ponsel. “Ini Cantika,” tuturnya sambil menunjukkan layar ponsel ke
hadapan Yuna.
Yuna
langsung mengambil ponsel dan menjawab panggilan dari Cantika.
“Halo!”
sapa Yuna.
“Halo!
Yun, are you ok?”
“He-em.”
“Aku
udah baca berita soal kalian. Yeriko bukan orang sembarangan. Dia pasti bisa
menyelesaikan semuanya dengan baik.”
“He-em.”
Yuna mengangguk sambil tersenyum.
“Jangan
sungkan hubungi aku. Aku pasti bantu kamu.”
“Makasih
banyak. Maaf kalau merepotkan.”
“Sesama
teman, nggak perlu sungkan,” sahut Cantika.
“Kalau
gitu, aku bakal sering ngerepotin kamu,” tutur Yuna sambil tertawa kecil.
“Hahaha.
Kamu bisa aja. Jangan terpengaruh sama pemberitaan di media!” pinta Cantika.
“Si Refi memang terlalu berambisi. Aku bakal bantu kamu menghadapi dia.”
“Iya.
Makasih banyak ya!” tutur Yuna sambil tersenyum senang.
“Oke.
Aku tutup teleponnya. Bye!”
Yuna
tersenyum dan langsung meletakkan ponselnya kembali ke atas meja.
“Dia
bilang apa?” tanya Yeriko sambil menatap Yuna.
“Semua
akan baik-baik aja.”
Yeriko
tersenyum sambil mengelus rambut Yuna. “Percayalah! Aku akan berusaha mengatasi
Refi dengan baik.”
Yuna
tersenyum sambil menganggukkan kepala.
Yeriko
merogoh ponselnya yang tiba-tiba berdering.
“Siapa?”
tanya Yuna.
“Mama
Rully.”
“Oh.”
Yeriko
langsung menjawab panggilan telepon dari mamanya. “Halo ...!”
“Halo,
Yer. Gimana Yuna? Apa dia baik-baik aja?”
“Baik.”
“Gimana
bisa ada berita seperti itu? Sejak kapan Refi balik ke Indonesia?” tanya
Rullyta.
“Dua
minggu yang lalu.”
“Huft,
kalian tenang aja! Mama bakal bantu menghadapi Refi.”
“Apa
Kakek ...?”
“Sementara,
Mama tidak izinkan kakek mengakses televisi dan internet.”
“Oke,
Ma. Jangan sampai kakek tahu.”
“He-em.
Kamu tahu kalau kakek sangat menyayangi Yuna. Kondisi kesehatannya lagi nggak
bagus. Mama takut akan berpengaruh.”
“Oke.”
“Oke.
Kamu tenangin Yuna dulu. Mama akan bantu menghadapi Refi.”
“Oke.
Makasih Ma!”
Yeriko
langsung mematikan sambungan telepon dan menggeletakkan ponselnya ke atas meja
begitu saja.
“Huft,
kenapa sih masalah selalu datang bertubi-tubi. Kayaknya, hidupku emang terlalu
malang,” tutur Yuna.
Yeriko
tersenyum kecil menatap Yuna. “Kamu nggak usah khawatir! Asal kamu percaya sama
aku, kita pasti bisa menyelesaikan semuanya.”
Yuna
menganggukkan kepala.
“Oh
ya, hari ini kamu nggak kerja. Gimana kalau kita pergi ke luar?”
Yuna
menatap wajah Yeriko sejenak. “Aku lagi jadi headline di media. Kamu malah
ngajak aku keluar. Gimana kalau ketemu wartawan?”
“Apa
yang kamu takutkan?”
Yuna
menggigit bibirnya. “Aku ...”
“Kita
tunjukkan ke semua orang kalau kita adalah pasangan suami-istri. Nggak perlu
takut sama mereka,” tutur Yeriko sambil mengecup bibir Yuna.
Yuna
mengangguk sambil tersenyum bahagia.
Yeriko
mengajak Yuna ke luar untuk menenangkan diri sejenak.
“Kita
mau ke mana?” tanya Yuna saat mereka sudah melewati perbatasan kota Surabaya.
Yeriko
tersenyum sambil menatap Yuna. “Ke suatu tempat. Kamu pasti suka.”
“Oh
ya?”
Yeriko
mengangguk dan terus melajukan mobilnya. Setelah menempuh perjalanan hampir dua
jam, akhirnya mereka sampai di salah satu kebun teh yang ada di Desa Toyomarto,
Kabupaten Malang.
Yuna
menarik napas dalam-dalam sambil menatap tanaman teh yang terhampar luas di
hadapannya. “Di sini tenang banget!” tuturnya sambil tersenyum senang.
“Suka?”
tanya Yeriko.
Yuna
menganggukkan kepala. “Setidaknya, aku bisa melupakan sejenak masalah yang
sedang aku hadapi. Makasih, sudah bawa aku ke sini.”
Yeriko
tersenyum sambil merangkul pinggang Yuna. “Banyak hal yang sudah kita hadapi.
Kamu tahu, aku adalah pemilik GG. Mungkin, masih ada banyak rintangan di depan
sana. Apa kamu bakal kuat
menghadapinya?”
Yuna
tersenyum sambil menatap Yeriko. “Selama kamu ada di sampingku. Aku nggak akan
pernah lemah.”
Yeriko
tersenyum, ia memeluk pundak Yuna sambil mengecup keningnya.
“Eh,
kenapa nggak ada orang yang metik teh?” tanya Yuna sambil menatap hamparan
kebun teh yang luas.
Yeriko
melihat arloji di tangannya. “Bukan waktu yang tepat untuk memetik teh. Gimana
kalau kita keliling? Di sana ada Tea House.”
Yuna
menganggukkan kepala. Mereka melangkah perlahan sambil menikmati pemandangan
dan bangunan-bangunan di sekitar mereka.
“Yun,
apa kamu menyesal jadi istriku?”
“Mmh
... awalnya iya.”
Yeriko
langsung menoleh ke arah Yuna.
Yuna
tersenyum kecil. “Jadi Nyonya Ye memang sangat melelahkan. Tapi, aku nggak akan
pernah menyesalinya.”
“Aku
harap, kita bisa seperti ini terus. Saling menguatkan.” Yeriko menggenggam
tangan Yuna dan mengecup punggung tangannya.
Yuna
menghela napas. “Rasanya, aku lebih lelah menghadapi Refi daripada Belli.”
“Kenapa?”
“Aku
rasa, Refi lebih berbahaya. Dia udah tahu kalau aku ini istri kamu. Malah
memutar balikkan fakta di depan media. Dia juga punya banyak penggemar. Semua
penggemarnya nyerang aku. Ck, aku nggak punya kekuatan untuk melawan mereka.”
“Nggak
perlu melawan mereka. Mereka nggak tahu apa-apa. Cuma bisa berkomentar.”
Yuna
tersenyum. “Iya juga, sih. Mungkin memang nasibku yang malang. Pacarku diambil
sama saudaraku sendiri. Sekarang, suamiku terancam diambil sama orang lain,”
tutur Yuna sambil menundukkan kepala.
“Kamu
tahu sendiri, suamimu ini ganteng dan kaya. Cewek mana yang nggak mau sama
aku?”
“Iih
... pede banget ngomong kayak gitu! Nggak sadar kalau statusmu pria beristri?”
Yeriko
tertawa kecil. “Emangnya kenapa dengan status pria beristri? Rekan bisnisku,
usianya sudah tua, berkulit hitam, badannya gempal. Dia juga pria beristri,
tapi masih bisa memikat banyak wanita. Bahkan, dia mengambil empat istri
sekaligus.”
Yuna
menatap tajam ke arah Yeriko. “Maksudnya? Kamu juga punya rencana ngambil istri lagi?” tanyanya geram.
Yeriko
tertawa kecil melihat sikap Yuna. “Nggak, Sayangku!” sahutnya sambil mengelus
kepala Yuna.
Yuna
memonyongkan bibirnya. “Awas aja kalau sampai ngambil istri lagi!”
“Nggak
akan. Kamu satu-satunya istriku sampai tua nanti. Eh, itu Tea House. Kita
nikmati teh segar di sana. Supaya suasana hati kamu bisa lebih baik.”
Yuna
mengangguk.
“Aku
harap, teh di sini bisa melunturkan rasa cemburu kamu,” celetuk Yeriko.
“Emang
kapan aku cemburu?”
“Kamu
nggak cemburu?”
Yuna
menggelengkan kepala.
“Oke.
Besok aku jenguk Refi ke rumah sakit. Nggak cemburu kan?”
“Iih
... kamu ngeselin banget sih!?” Yuna langsung memukul pundak Yeriko.
Yeriko
tertawa kecil. “Bercanda.”
Mereka
melangkah masuk ke dalam Tea House untuk menikmati teh bersama.
Salam manis dari 2Y (Yuna
& Yeri) ...
Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku
makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang
udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya!
Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment