Yuna
berlutut di depan pusara ibunya sambil menangis.
“Bunda
... aku kangen sama Bunda,” tuturnya lirih.
“Bun,
apa Bunda dan Ayah juga pernah bertengkar?”
“Bagaimana
aku harus menghadapi pria seperti Yeriko? Dia terlalu tinggi, sedangkan aku
nggak punya apa-apa. Banyak wanita yang menginginkan dia. Gimana kalau suatu
hari nanti, hatinya goyah dan berhenti mencintaiku?”
Yuna
sibuk berbicara sendiri sambil menangis. Ia sangat berharap, ibunya bisa
memeluk dan menenangkan dirinya saat ini. Namun semua itu tidak mungkin
terjadi. Dunia mereka kini berbeda.
Yuna
menengadahkan telapak tangannya saat air hujan turun berderai bersama derai air
matanya. Ia menatap langit yang gelap. Sepertinya, alam ikut melengkapi
kesedihannya kali ini.
“Yuna
...!” seru Yeriko saat melihat Yuna sedang berlutut di depan pusara ibunya. Ia
langsung melepas payung di tangannya dan berlari menghampiri Yuna.
“Yun,
kamu nggak papa?” tanya Yeriko sambil merengkuh kepala Yuna.
Yuna
menatap pilu ke arah Yeriko. Ia langsung mendorong tubuh Yeriko hingga
tersungkur ke tanah.
“Yun
...!”
“Jangan
sentuh aku!” seru Yuna.
“Yun,
ini semua nggak seperti yang kamu bayangkan. Postingan di internet itu, mereka
cuma mengada-ngada. Aku harap, kamu nggak terpengaruh.”
“Nggak
terpengaruh? Semua orang bilang kalian pasangan yang serasi. Gimana aku nggak
terpengaruh?”
Yeriko
terdiam. Ia memperbaiki posisi duduknya. “Yun, kamu percaya sama aku!” pintanya
sambil menggenggam tangan Yuna.
“Gimana
aku mau percaya? Suamiku tiba-tiba menghilang di tengah malam buat nemuin
perempuan lain,” sahut Yuna sambil menangis.
“Yun,
aku ngelakuin ini karena kemanusiaan. Sekalipun bukan Refi, aku akan tetap
melakukannya.”
“Kamu
ngerti nggak sih? Semua orang membandingkan aku sama Refi. Mereka bilang,
kalian pasangan serasi. Bisa aja kan kamu luluh sama dia dan akhirnya ambil dia
jadi istri juga.”
“Kamu
kenapa berpikiran kayak gitu? Kamu istri aku satu-satunya. Nggak akan ada yang
lain,” tutur Yeriko sambil menangkupkan telapak tangannya ke wajah Yuna.
Yuna
makin terisak mendengar ucapan Yeriko.
Tanpa
pikir panjang, Yeriko langsung menggendong Yuna dan membawanya masuk ke dalam
mobil.
“Lain
kali, jangan seperti ini lagi!” pinta Yeriko. Ia meraih jas yang ada di
belakang kursinya dan menyelimuti tubuh Yuna. “Aku sayang sama kamu, jangan
bikin aku khawatir!” bisik Yeriko sambil menciumi wajah Yuna beberapa kali.
Yuna
hanya menangis, ia tak bisa berkata-kata.
“Kita
pulang sekarang!” Yeriko memasangkan safety belt ke pinggang Yuna.
Yuna
masih saja mematung. Perasaannya masih kacau dan tidak tahu harus bersikap
seperti apa untuk menghadapi suaminya.
Yeriko
tidak mengajak Yuna bicara sedikitpun. Ia melajukan mobilnya pulang ke rumah.
Setelah keadaan dirasa membaik, ia akan membicarakan hubungannya dengan Refina
di hadapan Yuna.
Sesampainya
di rumah, Yeriko langsung menggendong Yuna menuju ke kamar mandi. Menyiapkan
air hangat agar tubuh Yuna tidak kedinginan.
“I
love you ... jangan pernah pergi jauh dari aku!” Yeriko mencium kening Yuna
dalam waktu lama setelah ia memasukkan tubuh Yuna ke dalam bathtub yang sudah
berisi air hangat.
Yuna
menengadahkan kepalanya menatap Yeriko. “Apa kamu bakal kembali ke dia?”
tanyanya dengan mata berkaca-kaca.
Yeriko
menggelengkan kepala. “Aku akan selalu ada di sisi kamu sampai kita tua bareng.
Kita hadapi semuanya sama-sama! Oke?” Yeriko berusaha menenangkan Yuna.
Yuna
mengangguk kecil.
Yeriko
tersenyum sambil mengusap air mata yang membasahi pipi Yuna. “Berendamlah
sebentar supaya tubuh kamu hangat. Aku mandi dulu.” Yeriko langsung mengecup
bibir Yuna lembut dan pergi mandi sambil terus menatap istrinya yang berendam
di dalam bathtub.
Usai
mandi dan berganti pakaian. Mereka turun ke lantai bawah untuk makan bersama.
Bibi
War menyiapkan banyak makanan di atas meja. Ia tidak berani mengajukan
pertanyaan karena suasana hati Yuna terlihat belum begitu baik.
“Makanannya
banyak banget, Bi?” tanya Yuna sambil menatap semua makanan yang terhidang di
atas meja.
“Mas
Yeri belum makan dari pagi karena sibuk nyari Mbak Yuna. Malam ini, kalian
makan yang banyak!” sahut Bibi War sambil tersenyum. Ia langsung bergegas
pergi, memberikan waktu untuk kedua majikannya itu saling bersama.
Yuna
terdiam selama beberapa detik. Ia merasa sangat bersalah karena telah membuat
Yeriko mengkhawatirkan dirinya hingga tidak ada waktu untuk makan. Ia merasa,
suaminya begitu memperdulikan dan menyayanginya. Tapi ... ia sendiri malah
tidak percaya dengan suaminya sendiri.
Yuna
menggigit bibirnya sambil menoleh ke arah Yeriko. “Kenapa nggak makan
seharian?”
Yeriko
langsung menatap Yuna. “Kamu ngilang tiba-tiba. Nggak bisa dihubungi sama
sekali. Aku udah cari kamu ke mana-mana. Apa kamu pikir, di saat seperti itu
masih bisa mikirin makanan?”
Yuna
mengerutkan bibirnya. “Aku kayak gini juga gara-gara kamu. Kalau aja kamu ...”
“Kita
makan dulu!” sela Yeriko. Ia mengambilkan makanan untuk Yuna.
Yuna
tak bersemangat menikmati makanannya. Tangannya sibuk mengaduk-ngaduk makanan
di piringnya, tak ada keinginan untuk melahapnya.
Yeriko
langsung menghentikan makannya begitu melihat Yuna yang tak kunjung menikmati
makanan seperti biasanya. Ia langsung meraih kedua tangan Yuna dan menatap
istrinya.
“Masih
marah?” tanya Yeriko lembut.
Yuna
menggeleng perlahan.
“Kenapa
nggak makan?”
“Nggak
nafsu makan.”
Yeriko
tersenyum kecil sambil mengecup punggung tangan Yuna. “Video itu masih
mengganggu pikiranmu?”
Yuna
menggigit bibir bawahnya.
“Kamu
nggak percaya sama aku?”
“Aku
bukan nggak percaya sama kamu. Aku nggak percaya sama diriku sendiri.”
“Kenapa
bilang begitu?”
“Karena
di luar sana, ada banyak cewek yang suka sama kamu. Mereka cantik, kaya, pintar
dan berkelas. Sedangkan aku, aku nggak punya apa-apa dan semua orang bilang
kalau aku nggak layak ada di samping kamu.”
“Jangan
dengerin kata orang lain!” pinta Yeriko sambil menempelkan dahinya ke dahi
Yuna. “Cukup dengerin suamimu. Di luar sana, ada banyak orang yang ingin
mengganggu hubungan kita. Kita harus kuat. Jangan sampai mereka yang menang!”
bisiknya.
Yuna
mengangguk kecil.
“Senyum!”
pinta Yeriko sambil menyubit kedua pipi Yuna.
Yuna
tersenyum ke arah Yeriko.
Yuna
tersenyum ke arah Yeriko. Ia merasa sangat beruntung memiliki suami yang
tampan, kaya dan penyayang.
Yeriko
menghela napas melihat Yuna yang tak kunjung menyentuh makanannya. Ia menarik
piring milik Yuna dan menyuapkan makanan ke mulut Yuna.
“Bukannya
kamu yang nggak makan seharian? Kenapa masih sibuk memperdulikan aku?”
Yeriko
tersenyum kecil. “Kamu juga pasti belum makan kan?” ucapnya sambil mengelus
rambut Yuna.
Yuna
tersenyum. “Aku bisa makan sendiri.” Ia merebut piring dari tangan Yeriko dan
langsung melahap makanannya.
Yeriko
tersenyum kecil menatap Yuna. Ia kini terbiasa makan bersama istrinya. Setiap
kali melihat Yuna makan dengan lahap, ia selalu merasa bahagia.
Karena
istrinya sangat menyukai makanan. Hanya di saat hatinya bersedih, nafsu makan
istrinya akan hilang. Menjaga nafsu makan Yuna, artinya menjaga istrinya tetap
merasa bahagia.
Salam peluk hangat dari Yuna
dan Yeriko ...
Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku
makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang
udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya!
Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment