“Lepasin,
Ref!” Yeriko langsung mendorong tubuh Refi. “Kamu jangan salah paham!
Seandainya orang lain yang lompat dari sana, aku juga bakal nolongin,” ucapnya
dingin.
Refi
menatap Yeriko dengan mata berkaca-kaca. “Yer, apa kamu udah nggak punya
perasaan sedikitpun ke aku?” tanyanya.
Yeriko
menggelengkan kepala.
“Sedikit
aja, Yer!” rintih Refi. “Aku masih cinta sama kamu. Aku janji, bakal berubah
dan memperbaiki kesalahan aku di masa lalu.”
“Nggak
perlu! Anggap aja masa lalu kita nggak pernah ada!”
“Apa
kamu semudah itu ngelupain perasaan yang pernah ada di antara kita?”
Yeriko
bergeming. Ia merogoh ponsel dari sakunya dan membaca pesan yang dikirimkan
oleh Riyan.
“Yer
...!” panggil Refi lirih. “Aku udah nggak punya masa depan lagi. Aku cuma
pengen, kamu jadi masa depan aku. Aku sekarang udah cacat dan kamu udah nggak
mau sama aku lagi karena kondisi aku yang kayak gini,” tuturnya terisak.
“Kamu
nggak usah khawatir! Kamu masih bisa sembuh seperti dulu lagi. Masih ada
10% kemungkinan untuk sembuh. Aku bakal carikan ahli orthopedi terbaik
supaya kaki kamu bisa pulih secepatnya dan bisa menari seperti biasa,” jelas
Yeriko.
Refi
makin terisak mendengar ucapan Yeriko. Ia tetap tidak bisa membuat Yeriko
kembali ke pelukannya walau ia sedang dalam keadaan yang begitu terpuruk.
Yeriko
semakin muak mendengar tangisan Refi. Ia memasukkan tangannya ke kantong celana
dan melangkah menjauhi ranjang tidur Refi.
“Yer!”
panggil Refi.
Yeriko
menghentikan langkahnya tanpa menoleh ke arah Refi yang sudah ada di
belakangnya.
“Kalau
memang kita nggak bisa jadi pasangan lagi, apa kita masih bisa berteman?” tanya
Refi sambil menatap punggung Yeriko.
Yeriko
tak menjawab. Ia melanjutkan langkahnya keluar dari ruang rawat, pergi begitu
saja meninggalkan Refi yang menangis histeris.
“Aargh
...!” teriak Refina sambil menjatuhkan semua barang yang ada di atas meja di
samping ranjangnya. Pundaknya naik turun dengan cepat. Matanya menatap tajam ke
arah pintu yang tertutup. Di sana, tergambar wajah Yuna dan Yeriko yang
terlihat sangat mesra. “Aku nggak akan ngebiarin kalian hidup bahagia! Yuna,
cewek sialan yang udah ngerebut Yeriko dari aku! Kamu bener-bener nggak pantes
ada di samping Yeriko!” teriak Refina. “Harusnya aku! Harusnya aku yang jadi
Nyonya Ye, bukan kamu!” Refina terus berteriak dalam isak tangisnya.
Dua
orang perawat langsung masuk ke dalam ruang rawat begitu mendengar Refina
berteriak histeris.
“Sus,
kondisi mentalnya belum stabil. Panggilkan dokter dulu!” pinta salah seorang
perawat.
Perawat
yang diajak bicara langsung memanggil dokter untuk memeriksa kondisi Refi.
“Mbak,
tenang!” Suster yang berjaga mencoba menenangkan Refina.
“Aargh
...!” Refina semakin mengamuk. “Aku nggak akan ngebiarin kamu ngambil Yeriko
dari aku! Gara-gara kamu, Yeriko jadi benci sama aku! Aargh ...!” Refi terus
melempar barang yang ada di dekatnya.
Perawat
yang berjaga mencoba menjaga jarak karena kondisi Refi yang belum stabil. Ia
langsung bernapas lega saat dokter dan beberapa perawat masuk ke dalam ruangan.
Mereka mencoba mengendalikan amukan Refi yang terus berteriak histeris sambil
memaki semua orang. Dokter menyuntikkan obat penenang dan membiarkan Refi
tertidur perlahan.
Di
saat yang sama ...
Yuna
gelisah saat ia terbangun dari tidur dan tidak mendapati suaminya di sisinya.
Ia mencari Yeriko di ruang kerjanya, juga tidak ada.
Yuna
bergegas turun ke dapur dan menghampiri Bibi War yang sedang memasak di dapur.
“Bi, Yeriko mana ya?”
“Loh?
Mbak Yuna nggak tahu?”
Yuna
menggelengkan kepala.
“Mobilnya
udah nggak ada. Mungkin ada urusan penting, makanya keluar pagi-pagi banget,”
tutur Bibi War.
Yuna
menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 06.00 WIB. Ia menghela napas
kecewa. “Huft, emang aku yang suka bangun kesiangan.” Ia menunduk lemas sambil
melangkahkan kaki tak bersemangat. Ia kembali ke kamar dan bersiap untuk
bekerja.
Usai
sarapan, Yuna langsung keluar dari rumah. Ia tersenyum senang saat melihat
mobil suaminya memasuki pekarangan rumahnya. Ia berlari menghampiri mobil
tersebut.
“Riyan!?”
Yuna mengerutkan dahi begitu Riyan membuka kaca mobilnya.
Riyan
meringis ke arah Yuna. “Nyonya Muda ... udah siap?”
Yuna
menganggukkan kepala. Ia langsung membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya.
“Pak Bos kamu ke mana?” tanyanya sambil memasang safety belt.
“Pak
Bos lagi ada rapat penting di kantor. Jadi, beliau nyuruh saya antar Nyonya
Muda pergi kerja.”
“Rapat
pagi-pagi buta? Aku bangun, dia udah nggak ada. Nggak biasanya dia pergi gitu
aja.”
“Oh,
dari semalam, Pak Bos ke rumah sakit.”
“Rumah
sakit? Jam berapa?”
“Tengah
malam gitu.”
“Ada
apa? Apa ada masalah sama ayah? Kenapa nggak kasih tahu aku?”
“Ayahnya
Nyonya Muda baik-baik aja. Ada masalah lain.”
“Apa
itu?”
“Mbak
Refi mau bunuh diri semalam.”
“Hah!?”
Yuna mengerutkan dahinya. “Karena bos kamu?”
“Info
yang saya dapat dari rumah sakit, mentalnya terganggu karena dia sekarang cacat
dan membuat dia merasa kehilangan masa depannya.”
Yuna
terdiam sambil menggigit jari tangannya. “Apa separah itu? Kalau dia beneran
depresi karena kondisi tubuhnya. Apa Yeriko bakal luluh dan balik ke dia lagi?”
batin Yuna. Pikirannya mulai melayang-layang. Membayangkan bagaimana Yeriko
kembali bersama Refi dan meninggalkan dirinya begitu saja.
“Nyonya
Muda tenang aja! Pak Bos nggak bakalan diam aja, kok. Dia sudah merintahkan
saya untuk cari ahli orthopedi untuk mengobati kaki Mbak Refi. Masih ada
kemungkinan untuk sembuh. Pak Bos nggak akan membiarkan Mbak Refi memanfaatkan
dirinya begitu aja. Pak Bos itu, orang yang cerdas. Nggak mungkin bisa tertipu
sama cewek kayak gitu.”
“Kamu
tahu banyak soal Bos kamu?”
Riyan
menganggukkan kepala. “Saya ini asistennya Pak Bos. Semua urusan dia, saya yang
urus. Masa nggak tahu.”
“Mmh
... iya juga, sih. Ada nggak sesuatu yang dia rahasiain dari aku?” tanya Yuna.
Riyan
menggelengkan kepala. “Pak Bos bilang, apa pun yang ditanyakan Nyonya Muda,
harus dijawab semua tanpa dirahasiakan.”
“Serius?”
Yuna tersenyum mendengar ucapan Riyan. Ia bisa memanfaatkan Riyan untuk
mengetahui semua hal tentang Yeriko di belakangnya.
Riyan
menganggukkan kepala.
“Mmh
... apa Bos kamu itu pernah jalan sama cewek lain?”
Riyan
menggelengkan kepala. “Mana ada waktu buat jalan sama cewek lain. Pengen jalan
sama Nyonya Muda aja, waktunya nggak banyak.”
“Emang
dia pernah bilang begitu?”
Riyan
menganggukkan kepala. “Dia bilang, mau ngajak Nyonya Muda liburan. Tapi, jadwal
meeting masih padat banget.”
Yuna
tersenyum mendengar jawaban Riyan. “Mmh ... apa semalam ... Yeriko nemenin Refi
di rumah sakit?” tanyanya kemudian.
Riyan
menganggukkan kepala.
“Kamu
juga di sana?”
Riyan
mengangguk lagi.
Yuna
menarik napas lega. Ia merasa lebih baik saat mengetahui kalau Yeriko ada di
rumah sakit bersama asistennya. Apa pun yang akan terjadi ke depannya, ia
sangat berharap kalau hati Yeriko untuknya tidak akan pernah berubah.
Yang kemarin sempet kesel,
cooling down dulu ya! Hehehe.
Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku
makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang
udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya!
Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment