Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Sunday, February 16, 2025

Perfect Hero Bab 133 : Ditolak || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Lepasin, Ref!” Yeriko langsung mendorong tubuh Refi. “Kamu jangan salah paham! Seandainya orang lain yang lompat dari sana, aku juga bakal nolongin,” ucapnya dingin.

 

Refi menatap Yeriko dengan mata berkaca-kaca. “Yer, apa kamu udah nggak punya perasaan sedikitpun ke aku?” tanyanya.

 

Yeriko menggelengkan kepala.

 

“Sedikit aja, Yer!” rintih Refi. “Aku masih cinta sama kamu. Aku janji, bakal berubah dan memperbaiki kesalahan aku di masa lalu.”

 

“Nggak perlu! Anggap aja masa lalu kita nggak pernah ada!”

 

“Apa kamu semudah itu ngelupain perasaan yang pernah ada di antara kita?”

 

Yeriko bergeming. Ia merogoh ponsel dari sakunya dan membaca pesan yang dikirimkan oleh Riyan.

 

“Yer ...!” panggil Refi lirih. “Aku udah nggak punya masa depan lagi. Aku cuma pengen, kamu jadi masa depan aku. Aku sekarang udah cacat dan kamu udah nggak mau sama aku lagi karena kondisi aku yang kayak gini,” tuturnya terisak.

 

“Kamu nggak usah khawatir! Kamu masih bisa sembuh seperti dulu lagi. Masih ada 10%  kemungkinan untuk sembuh. Aku bakal carikan ahli orthopedi terbaik supaya kaki kamu bisa pulih secepatnya dan bisa menari seperti biasa,” jelas Yeriko.

 

Refi makin terisak mendengar ucapan Yeriko. Ia tetap tidak bisa membuat Yeriko kembali ke pelukannya walau ia sedang dalam keadaan yang begitu terpuruk.

 

Yeriko semakin muak mendengar tangisan Refi. Ia memasukkan tangannya ke kantong celana dan melangkah menjauhi ranjang tidur Refi.

 

“Yer!” panggil Refi.

 

Yeriko menghentikan langkahnya tanpa menoleh ke arah Refi yang sudah ada di belakangnya.

 

“Kalau memang kita nggak bisa jadi pasangan lagi, apa kita masih bisa berteman?” tanya Refi sambil menatap punggung Yeriko.

 

Yeriko tak menjawab. Ia melanjutkan langkahnya keluar dari ruang rawat, pergi begitu saja meninggalkan Refi yang menangis histeris.

 

“Aargh ...!” teriak Refina sambil menjatuhkan semua barang yang ada di atas meja di samping ranjangnya. Pundaknya naik turun dengan cepat. Matanya menatap tajam ke arah pintu yang tertutup. Di sana, tergambar wajah Yuna dan Yeriko yang terlihat sangat mesra. “Aku nggak akan ngebiarin kalian hidup bahagia! Yuna, cewek sialan yang udah ngerebut Yeriko dari aku! Kamu bener-bener nggak pantes ada di samping Yeriko!” teriak Refina. “Harusnya aku! Harusnya aku yang jadi Nyonya Ye, bukan kamu!” Refina terus berteriak dalam isak tangisnya.

 

Dua orang perawat langsung masuk ke dalam ruang rawat begitu mendengar Refina berteriak histeris.

 

“Sus, kondisi mentalnya belum stabil. Panggilkan dokter dulu!” pinta salah seorang perawat.

 

Perawat yang diajak bicara langsung memanggil dokter untuk memeriksa kondisi Refi.

 

“Mbak, tenang!” Suster yang berjaga mencoba menenangkan Refina.

 

“Aargh ...!” Refina semakin mengamuk. “Aku nggak akan ngebiarin kamu ngambil Yeriko dari aku! Gara-gara kamu, Yeriko jadi benci sama aku! Aargh ...!” Refi terus melempar barang yang ada di dekatnya.

 

Perawat yang berjaga mencoba menjaga jarak karena kondisi Refi yang belum stabil. Ia langsung bernapas lega saat dokter dan beberapa perawat masuk ke dalam ruangan. Mereka mencoba mengendalikan amukan Refi yang terus berteriak histeris sambil memaki semua orang. Dokter menyuntikkan obat penenang dan membiarkan Refi tertidur perlahan.

 

 

 

Di saat yang sama ...

 

Yuna gelisah saat ia terbangun dari tidur dan tidak mendapati suaminya di sisinya. Ia mencari Yeriko di ruang kerjanya, juga tidak ada.

 

Yuna bergegas turun ke dapur dan menghampiri Bibi War yang sedang memasak di dapur. “Bi, Yeriko mana ya?”

 

“Loh? Mbak Yuna nggak tahu?”

 

Yuna menggelengkan kepala.

 

“Mobilnya udah nggak ada. Mungkin ada urusan penting, makanya keluar pagi-pagi banget,” tutur Bibi War.

 

Yuna menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 06.00 WIB. Ia menghela napas kecewa. “Huft, emang aku yang suka bangun kesiangan.” Ia menunduk lemas sambil melangkahkan kaki tak bersemangat. Ia kembali ke kamar dan bersiap untuk bekerja.

 

Usai sarapan, Yuna langsung keluar dari rumah. Ia tersenyum senang saat melihat mobil suaminya memasuki pekarangan rumahnya. Ia berlari menghampiri mobil tersebut.

 

“Riyan!?” Yuna mengerutkan dahi begitu Riyan membuka kaca mobilnya.

 

Riyan meringis ke arah Yuna. “Nyonya Muda ... udah siap?”

 

Yuna menganggukkan kepala. Ia langsung membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya. “Pak Bos kamu ke mana?” tanyanya sambil memasang safety belt.

 

“Pak Bos lagi ada rapat penting di kantor. Jadi, beliau nyuruh saya antar Nyonya Muda pergi kerja.”

 

“Rapat pagi-pagi buta? Aku bangun, dia udah nggak ada. Nggak biasanya dia pergi gitu aja.”

 

“Oh, dari semalam, Pak Bos ke rumah sakit.”

 

“Rumah sakit? Jam berapa?”

 

“Tengah malam gitu.”

 

“Ada apa? Apa ada masalah sama ayah? Kenapa nggak kasih tahu aku?”

 

“Ayahnya Nyonya Muda baik-baik aja. Ada masalah lain.”

 

“Apa itu?”

 

“Mbak Refi mau bunuh diri semalam.”

 

“Hah!?” Yuna mengerutkan dahinya. “Karena bos kamu?”

 

“Info yang saya dapat dari rumah sakit, mentalnya terganggu karena dia sekarang cacat dan membuat dia merasa kehilangan masa depannya.”

 

Yuna terdiam sambil menggigit jari tangannya. “Apa separah itu? Kalau dia beneran depresi karena kondisi tubuhnya. Apa Yeriko bakal luluh dan balik ke dia lagi?” batin Yuna. Pikirannya mulai melayang-layang. Membayangkan bagaimana Yeriko kembali bersama Refi dan meninggalkan dirinya begitu saja.

 

“Nyonya Muda tenang aja! Pak Bos nggak bakalan diam aja, kok. Dia sudah merintahkan saya untuk cari ahli orthopedi untuk mengobati kaki Mbak Refi. Masih ada kemungkinan untuk sembuh. Pak Bos nggak akan membiarkan Mbak Refi memanfaatkan dirinya begitu aja. Pak Bos itu, orang yang cerdas. Nggak mungkin bisa tertipu sama cewek kayak gitu.”

 

“Kamu tahu banyak soal Bos kamu?”

 

Riyan menganggukkan kepala. “Saya ini asistennya Pak Bos. Semua urusan dia, saya yang urus. Masa nggak tahu.”

 

“Mmh ... iya juga, sih. Ada nggak sesuatu yang dia rahasiain dari aku?” tanya Yuna.

 

Riyan menggelengkan kepala. “Pak Bos bilang, apa pun yang ditanyakan Nyonya Muda, harus dijawab semua tanpa dirahasiakan.”

 

“Serius?” Yuna tersenyum mendengar ucapan Riyan. Ia bisa memanfaatkan Riyan untuk mengetahui semua hal tentang Yeriko di belakangnya.

 

Riyan menganggukkan kepala.

 

“Mmh ... apa Bos kamu itu pernah jalan sama cewek lain?”

 

Riyan menggelengkan kepala. “Mana ada waktu buat jalan sama cewek lain. Pengen jalan sama Nyonya Muda aja, waktunya nggak banyak.”

 

“Emang dia pernah bilang begitu?”

 

Riyan menganggukkan kepala. “Dia bilang, mau ngajak Nyonya Muda liburan. Tapi, jadwal meeting masih padat banget.”

 

Yuna tersenyum mendengar jawaban Riyan. “Mmh ... apa semalam ... Yeriko nemenin Refi di rumah sakit?” tanyanya kemudian.

 

Riyan menganggukkan kepala.

 

“Kamu juga di sana?”

 

Riyan mengangguk lagi.

 

Yuna menarik napas lega. Ia merasa lebih baik saat mengetahui kalau Yeriko ada di rumah sakit bersama asistennya. Apa pun yang akan terjadi ke depannya, ia sangat berharap kalau hati Yeriko untuknya tidak akan pernah berubah. 

 

(( Bersambung ... ))

 

Yang kemarin sempet kesel, cooling down dulu ya! Hehehe.

 Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas