Refina duduk di tepi atap gedung sambil
menangis. Ia merasa sangat sakit. Kakinya, tak lagi bisa berjalan normal dan ia
tidak akan bisa menari lagi. Lebih sakit lagi, pria yang ia cintai sudah
menikah dengan wanita lain. Ia merasa, hidupnya tak lagi punya arti. Karir dan
cintanya hancur seketika.
“Mbak, jangan bunuh diri!” tutur salah
seorang perawat yang juga ada di atap gedung tersebut.
“Kalian nggak ngerti perasaanku!” seru Refina
sambil terisak.
Tindakan Refina menarik perhatian banyak
orang. Termasuk beberapa wartawan dan membuat kehebohan.
Refina tak mempedulikan teriakan dari
orang-orang yang ada di sekitarnya. Ia hanya menatap kosong ke arah bawah
gedung. Semua orang berkerumun menatapnya.
“Yer, apa kamu beneran udah nggak peduli sama
aku?” tutur Refina lirih. Air matanya terus mengalir.
“Mbak, kami sudah telepon Pak Yeriko. Dia
akan segera ke sini. Mbak Refi, tolong jangan nekat, Mbak!” Salah seorang
perawat mencoba menenangkan Refi.
Refi tersenyum kecil. “Dia beneran mau ke
sini? Itu artinya... dia masih punya rasa peduli sama aku?” Ia merasa lebih
baik saat mengetahui kalau Yeriko akan datang menemuinya.
Refi mengingat semua masa-masa indahnya saat
bersama dengan Yeriko. Saat-saat bersama
dengan Yeriko, terasa begitu manis. Baginya, hanya Yerikolah satu-satunya pria
yang memperlakukan dirinya bagai seorang ratu.
“Aku melepaskan cinta karena mengejar karir.
Sekarang, aku nggak akan bisa lari lagi. Karirku hancur, hubungan percintaanku
juga hancur. Kenapa hidup aku kayak gini banget? Aku udah nggak punya harapan
buat hidup lagi.”
“Refina ...!” panggil Yeriko begitu ia sampai
di atap gedung.
Refi langsung menoleh ke arah sumber suara.
Ia menatap Yeriko dan kembali menangis. “Aku tahu ... kamu pasti bakal datang.
Kamu masih peduli kan sama aku?” tanyanya.
“Ref, kamu jangan berpikiran sempit kayak
gini!” pinta Yeriko. Ia melangkah perlahan mendekati Refi.
“Jangan dekat-dekat!” teriak Refina. “Aku
bakal lompat kalau kamu masih mendekat!” ancamnya.
“Aku nggak akan dekat-dekat. Tapi, kamu
dengerin aku dulu!” pinta Yeriko.
“Aku cuma mau denger kamu ngomong kalau kamu
masih sayang sama aku!” seru Refina.
Yeriko bergeming menatap Refi. Sekalipun ia
harus menyelamatkan nyawa seseorang, ia tidak mungkin membohongi dirinya
sendiri. Terlebih, ia harus mengatakan kalau ia masih menyayangi orang yang tak
pernah lagi ada di dalam hidupnya. Ia tetap mencintai Yuna, istrinya yang setia
menunggu di rumah dan tulus menyayangi dirinya.
“Kenapa? Kenapa kamu nggak mau ngomong? Kalau
kamu udah nggak sayang sama aku, kenapa kamu mau datang ke sini?”
“Ref, aku datang karena aku peduli sama kamu
sebagai teman.”
“Bohong! Kamu masih cinta kan sama aku?”
“Pak, ngomong aja! Daripada dia bunuh diri,”
bisik salah seorang yang ada di belakang Yeriko.
“Iya, Pak. Ikuti aja keinginan dia!”
“Ini demi kemanusiaan. Berbohong pun nggak
dosa.”
Yeriko menarik napas dalam-dalam sambil
memejamkan matanya. “Jangan paksa aku buat berbohong! Aku cuma cinta sama
istriku,” pintanya.
Refi semakin terisak. “Kamu bener-bener nggak
punya hati, Yer! Apa kamu nggak ingat gimana hubungan kita dulu? Kamu nggak
ingat apa yang sudah pernah kita lewati bareng? Aku masih cinta sama kamu. Apa
kamu bener-bener udah ngelupain aku gitu aja?”
Yeriko tak menjawab pertanyaan Refi.
“Cuma kamu harapan aku satu-satunya. Aku udah
nggak bisa nari lagi. Karirku udah hancur, Yer. Masa depanku udah hancur. Apa
aku sudah nggak ada di dalam hati kamu lagi walau cuma sedikit?”
Yeriko menggelengkan kepala.
Semua orang langsung membelalakkan mata saat
melihat reaksi Yeriko. Mereka tidak menyangka kalau Yeriko akan
membiarkan Refi melompat dari atas gedung.
Refina mengeratkan bibirnya. “Kalau emang
kamu nggak bisa terima aku lagi. Lebih baik, aku pergi buat selamanya ...” Refi
melepaskan tangannya dan bersiap melompat dari atas gedung.
“Jangan, Mbak!”
“Pak, bilang aja kalau Bapak cinta sama dia!
Itu perkara mudah. Urusan yang lain, belakangan aja!” seru yang lainnya.
“Iya, Pak. Ini menyangkut nyawa seseorang!”
teriak yang lainnya lagi.
Yeriko langsung berlari dan menangkap lengan
Refi.
“Lepasin aku! Buat apa kamu masih peduli sama
aku?” Refi menengadahkan kepalanya menatap Yeriko yang menahan lengannya agar
tubuhnya tidak jatuh dari atas gedung.
“Lihat ke bawah, bodoh! Apa kamu bener-bener
mau mati konyol di sana?”
Refi menoleh ke bawah. Ia melihat banyak
orang yang sudah berkerumun menonton dirinya jatuh dari atas gedung. Tiba-tiba,
ia merasa sangat takut. Sangat takut jika harus mati dalam keadaan hancur dan
menjadi bahan tontonan orang banyak. Ia langsung menatap Yeriko kembali. Lengan
satunya, berusaha meraih lengan Yeriko.
Yeriko mengerahkan seluruh tenaganya untuk
menarik tubuh Refina. Jika bukan Refina yang berhasil ditarik ke atas, artinya
Yeriko yang akan kalah dan ikut meluncur dari atap gedung.
Yeriko menarik napas dalam-dalam dan menarik
Refi lebih kuat lagi sampai akhirnya ia bisa menyelamatkan gadis itu.
Semua orang menahan napas menyaksikan
kejadian itu. Mereka langsung menghembuskan napas sambil mengelus dada begitu
melihat Refi berhasil diselamatkan.
Semua orang bertepuk tangan melihatnya.
Mereka merasa sangat senang karena akhirnya Refi bisa diselamatkan.
Refi terisak dan langsung memeluk tubuh
Yeriko.
Yeriko menarik napas dalam-dalam sambil
memejamkan mata. “Yun, maafin aku ...! Aku cuma cinta sama kamu,” bisik Yeriko.
“Jangan tinggalin aku!” pinta Refi berbisik.
Tubuhnya langsung lemas dan tak sadarkan diri.
Yeriko langsung menggendong Refi, adegan ini
dipotret oleh beberapa orang yang ada di sana. Yeriko tak menghiraukan beberapa
pasang kamera yang telah berhasil mengabadikan momen penyelamatan Refi. Ia
terus melangkah, membawa Refi kembali ke ruang rawat.
Setelah perawat memasang infus ke tubuh Refi,
Yeriko langsung duduk di kursi dan menunggu Refi. “Ref, kenapa kamu harus kayak
gini? Aku rasa, kamu wanita yang bermartabat dan nggak perlu melakukan hal
bodoh seperti ini,” gumam Yeriko sambil menatap wajah Refi.
Yeriko merogoh ponsel yang ada di dalam saku
celananya. Ia langsung melepon asistennya saat itu juga.
“Halo, Pak!” sapa Riyan begitu panggilan
telepon Yeriko tersambung.
“Udah tidur, Yan?”
“Udah, Pak.”
“Bisa ke rumah sakit sekarang!”
“Bisa, Pak Bos. Ada apa?” tanya Riyan.
“Tolong ke bagian orthopedi dan selidiki
penyakit pasien atas nama Refina Tata Widuri!”
“Siap, Pak Bos!”
“Oke. Saya tunggu kabar secepatnya!” Yeriko
langsung mematikan sambungan telepon dan menatap Refina. Sekalipun ia tidak
memiliki rasa cinta pada Refina, tapi ia masih memiliki rasa kemanusiaan.
Yeriko terus menunggu Refina selama hampir
setengah malam hingga gadis itu tersadar.
“Yeriko...!” panggil Refi lirih saat melihat
Yeriko tertidur di kursi, tepat di sisi ranjanganya.
Yeriko langsung mengangkat kepala menatap
Refi.
“Udah sadar?”
Refi menganggukkan kepala. “Makasih, udah mau
nemenin aku!” Refi meraih jemari tangan Yeriko dan menggenggamnya erat.
Yeriko tersenyum kecil.
“Aku mohon, jangan tinggalin aku!” Refi
langsung memeluk tubuh Yeriko. “Aku masih cinta sama kamu.”
Yeriko bergeming. Ia tidak bisa berkata-kata.
Ia tak ingin menyakiti Refi yang kondisi mentalnya masih belum stabil. Ia akan
tetap mencari cara agar Refi bisa sembuh seperti semula dan bisa meneruskan
karirnya sebagai penari profesional.
((Bersambung …))
0 komentar:
Post a Comment