Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Sunday, February 16, 2025

Perfect Hero Bab 128 : Fitting Gaun Pengantin || a Romance Novel by Vella Nine

 


Yuna menghentikan makannya saat ponselnya tiba-tiba berdering. Ia merogoh ponsel dari dalam tas dan menatap layar yang tertulis nama ‘My Beautiful Mom’. Tanpa pikir panjang, ia langsung menjawab telepon.

 

“Halo ...!” sapa Yuna.

 

“Halo ...! Anak Mama yang cantik! Lagi di mana nih?”

 

“Ah, Mama bisa aja. Mama juga cantik. Aku lagi di mall bareng Jheni, sahabat aku Ma.”

 

“Lagi belanja?”

 

“Iya.”

 

“Belanja apa?”

 

“Mmh ... nggak banyak sih. Aku cuma beli daleman doang sama kaos buat di rumah. Mama di mana nih?”

 

“Mama masih di Singapura. Kamu udah makan?”

 

“Ini lagi makan.”

 

“Oh. Mama ada beliin beberapa gaun dan tas baru buat kamu.”

 

“Ma, Mama selalu aja begitu. Aku sama sekali nggak ...”

 

“Anak Mama nggak boleh terlihat biasa aja. Siapa tahu, ada pesta kecil-kecilan atau harus jalan sama Yeriko. Masa, mau pakai baju yang itu-itu aja?”

 

Yuna tertawa kecil. “Tapi, gaun yang Mama beliin juga masih banyak.”

 

“Mama udah beliin buat kamu. Nggak boleh protes! Mama suka banget sama modelnya. Pasti cocok banget dipake sama kamu.”

 

“Iya, Ma. Makasih banyak,” sahut Yuna. Ia tidak pernah bisa menolak pemberian dari Mama mertuanya.

 

“Oh ya, tadi orang butik kabarin Mama. Katanya, gaun pengantin kamu sudah selesai dijahit. Kamu bisa ke sana buat fitting?”

 

“Eh!? Beneran? Cepet banget jadinya?” tanya Yuna.

 

“Hmm ... buat Mama, mereka udah terlalu lama ngerjainnya.”

 

Yuna meringis. “Iya, Ma. Kebetulan aku lagi nggak sibuk juga. Ntar aku ke sana sekalian bareng Jheni.”

 

“Oke. Kalai gitu, Mama tutup dulu teleponnya ya! Masih banyak kerjaan.”

 

“He-em.” Yuna menganggukkan kepala.

 

Rullyta langsung mematikan sambungan teleponnya.

 

“Siapa, Yun?” tanya Jheni penasaran.

 

“Mama mertuaku,” jawab Yuna. Ia melanjutkan makannya.

 

“Enak banget punya mama mertua kayak gitu. Perhatian banget,” tutur Jheni sambil menatap Yuna.

 

Yuna tersenyum kecil. “Abis ini, temenin aku ke butik ya!” pintanya.

 

“Mau ngapain?”

 

“Mau fitting baju pengantin. Kata mama, bajunya udah kelar dijahit.”

 

“Wah! Seriusan!?” Jheni terlihat sangat gembira mendengar kabar baik dari sahabatnya.

 

Yuna mengangguk sambil tersenyum manis. “Makanya, temenin aku ke sana ya!”

 

“Oke.” Jheni tersenyum sambil menautkan jari telunjuk dan ibu jarinya.

 

Usai menghabiskan makan siangnya bersama Jheni. Yuna langsung menuju ke salah satu butik yang telah dipilih ibu mertuanya untuk membuatkan gaun pengantin.

 

“Selamat Siang ...!” sapa customer service yang ada di meja depan saat Yuna masuk ke kamar.

 

“Siang, Mbak! Saya mau fitting baju pengantin.”

 

“Atas nama siapa?”

 

“Fristi Ayuna Linandar dan Yeriko Sanjaya Hadikusuma.”

 

“Oh ..  oke. Fittingnya sudah disediakan di VIP Room. Langsung masuk saja, Mbak! Designer kami ada di dalam sana.”

 

“Oke.” Yuna langsung melangkahkan kakinya menuju Vip Room.

 

“Yun, enak banget ya jadi menantu orang kaya. Cari gaun pengantin aja diperlakukan khusus banget. Aku bahkan baru tahu kalau di butik ada ruangan VIP segala. Kirain, di rumah sakit doang,” celetuk Jheni sambil mengiringi langkah Yuna.

 

Yuna tersenyum kecil. Ia masuk ke salah satu ruang VIP untuk melihat baju pengantin yang akan ia kenakan pada hari pernikahan. “Sebenarnya sama aja sih. Jhen. Kalau di VIP Room, privasi kita lebih terjaga aja dan pelayanannya emang khusus.”

 

“Oh ya?”

 

Yuna mengangguk. Ia menatap salah satu pekerja yang sedang merapikan sebuah gaun pengantin. “Siang!” sapa Yuna.

 

“Selamat Siang!” Karyawan tersebut langsung menoleh ke arah Yuna. “Mbak Fristi ya?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

Karyawan tersebut langsung mempersiapkan gaun pengantin milik Yuna yang baru saja selesai dijahit. “Ini, Mbak. Silakan dicoba dulu! Kalau ada yang perlu ditambahkan atau dikurangi, langsung sampaikan kepada kami.”

 

Yuna menganggukkan kepala. Ia segera mencoba gaun pengantin tersebut dibantu oleh karyawan dan juga Jheni.

 

“Gimana, Jhen?” tanya Yuna saat melihat dirinya memakai gaun pengantin. Ia berdiri di depan cermin besar yang ada di dalam ruangan tersebut.

 

“Cantik banget, Yun!” seru Jheni.

 

“Serius? Tapi, kok rada begah ya?”

 

“Sempit, Mbak?” tanya karyawan yang melayani Yuna.

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Kami mohon maaf, gaunnya akan segera kami perbaiki supaya bisa pas di badan Mbak Fristi.”

 

Yuna meringis. “Kayaknya, yang salah bukan gaunnya. Tapi badanku gemukan, deh.”

 

Jheni mendelik menatap Yuna.

 

“Mbak, ada timbangan nggak ya?”

 

“Ada, Mbak. Sebentar saya ambilkan.” Karyawan tersebut bergegas pergi mengambilkan timbangan berat badan untuk Yuna.

 

Yuna mengembungkan pipinya di depan cermin, mengempiskannya lagi. Ia mengamati wajah dan tubuhnya beberapa kali, kemudian menepuk-nepuk pipinya.

 

“Huft, kayaknya ... aku emang gemukan deh, Jhen. Kelihatan nggak sih?”

 

“Biasanya, kamu selalu makan banyak dan nggak gemuk-gemuk. Berarti, pupuknya Yeriko manjur banget,” sahut Jheni terkekeh.

 

“Apaan sih!?” Yuna tersipu mendengar ucapan Jheni.

 

Beberapa menit kemudian, karyawan butik masuk ke dalam ruangan sambil membawakan timbangan untuk Yuna. “Ini, Mbak.”

 

Yuna langsung menimbang berat badannya. “Berapa, Jhen?” tanya Yuna yang tidak bisa menundukkan kepalanya untuk melihat berat badannya sendiri.

 

“Lima puluh empat,” jawab Jheni.

 

“What!?” Yuna langsung turun dari timbangan tersebut. “Beneran kan? Beratku naik lagi dua kilo. Waktu ngukur badan kemarin, kayaknya berat badanku masih stabil di angka lima puluh dua. Ini parah banget! Aku harus rajin olahraga biar berat badanku turun.”

 

“Mmh ... Mbak, jasnya suamiku udah jadi atau belum?” tanya Yuna.

 

“Kalau untuk setelan jasnya belum selesai dijahit, Mbak.”

 

“Ini udah cocok aja, sih. Nggak ada yang perlu ditambahkan atau dikurangi. Aku yang harus diet karena berat badanku bertambah. Nanti, aku balik fitting lagi kalau jas suamiku udah kelar. Gimana?”

 

Karyawan tersebut menganggukkan kepala.

 

“Oke. Kalau gitu, kami pulang dulu ya! Jangan bilang ke Ibu Rullyta kalau gaunnya sempit ya!”

 

“Siap, Mbak!”

 

Yuna tersenyum. Ia mengerdipkan mata dan langsung mengajak Jheni keluar dari ruang VIP.

 

“Yun, kita lihat-lihat baju dulu yuk!” ajak Jheni saat melihat ada banyak deretan baju-baju cantik yang ada di butik tersebut.

 

“Boleh.”

 

Mereka berkeliling sambil melihat-lihat gaun pesta dan gaun pengantin yang terpajang di ruangan tersebut.

 

“Yun, gaunnya cantik-cantik banget!” seru Jheni. “Jadi pengen nikah cepet-cepet kalau lihat kayak gini, mah.”

 

“Ya udah, suruh aja si Chandra langsung ngelamar kamu.”

 

“Astaga! Ngolok banget sih, bikin dia suka sama aku aja belum berhasil. Mau minta dinikahin. Gatel amat yak gue!?”

 

Yuna tertawa lebar. Namun, tawanya terhenti saat melihat Melan dan Bellina tiba-tiba sudah berdiri di hadapannya. Ia langsung menelan ludah begitu mendapati tatapan Melan. “Tante Melan?”

 

“Masih inget sama Tante?” tanya Melan balik.

 

Yuna memaksa bibirnya tersenyum. “Ini nenek sihir kenapa ada di sini juga?” batinnya.

 

“Kamu ngapain ada di sini?” tanya Melan.

 

“Mmh ... lagi nyobain gaun pengantin,” jawab Yuna.

 

“Di sini gaun pesta semua. Gaun pengantin ada di sana,” sahut Melan sambil menunjuk sudut ruangan lain dengan dagunya.

 

“Emangnya kenapa kalau kita mau lihat-lihat gaun pesta juga? Ada yang salah?” tanya Jheni.

 

“Mmh ... nggak ada, sih. Tapi, orang miskin kayak kamu nggak mungkin bisa beli gaun di sini,” tutur Melan sambil tertawa kecil.

 

“Heh!? Nenek sihir!” sentak Jheni tanpa basa-basi. “Asal kamu tahu ya, biarpun aku miskin, aku masih bisa beli mulutmu pake uangku sendiri!”

 

“Oh ya? Emang kamu punya uang berapa buat beli mulut mamaku?” balas Bellina.

 

“Seribu!” dengus Jheni. “Karena mulut kalian itu sama-sama murahan!”

 

Melan langsung melotot ke arah Jheni. Ia tidak terima begitu saja ucapan Jheni yang merendahkan dirinya. “Hati-hati kalau ngomong sama orang tua! Kualat baru tahu rasa!”

 

“Nggak bakalan kualat sama orang tua jahat kayak kamu!” balas Jheni. Ia tidak menyerah begitu saja dan terus melawan cacian yang keluar dari mulut Melan.

 

“Ada apa ini?” Seorang Manager toko menghampiri saat mendengar suara keributan di dalam butiknya.

 

Melan tersenyum kecil. “Dua cewek miskin ini, kenapa bisa masuk ke dalam butik? Mereka, masuk ke sini pasti mau nyuri. Mereka nggak punya uang buat beli baju mahal. Jadi, Mbaknya harus hati-hati sama gerak-gerik mereka yang mencurigakan ini.”

 

Jheni langsung membelalakkan matanya begitu mendengar ucapan yang keluar dari mulut Melan. “Gila! Ini orang ngomongnya lembut banget tapi nyelekit dan fitnah banget. Dari dulu, selalu nggak berubah. Masih aja menindas Yuna,” batin Jheni. Ia semakin kesal melihat wajah Melan.

 

“Kalau bukan tantenya Yuna, udah kucakar-cakar mukamu!” sahut Jheni.

 

Melan tersenyum sinis. Ia tidak akan menyerah begitu saja melawan Jheni. Teman Yuna yang sangat menyebalkan di matanya.

 

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas