Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Sunday, February 16, 2025

Perfect Hero Bab 127 : Kamar Penuh Kenangan || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Katanya mau jalan sama Jheni. Kenapa masih nyantai?” tanya Yeriko saat baru keluar dari kamar mandi dan mendapati Yuna masih menonton televisi.

 

“Nggak jadi pergi. Jheni ada kerjaan dadakan. Hari sabtu aja sekalian.”

 

“Oh.” Yeriko melangkahkan kakinya menuju ke lemari, mengambil pakaian dan memakainya. Kemudian, duduk di samping Yuna yang sedang menonton televisi sambil memakan potongan buah pir.

 

Yeriko mengambil remote televisi dan langsung mengganti siaran dengan channel berita.

 

Yuna langsung merengut ke arah Yeriko. “Iih ... aku lagi nonton drama. Kenapa diganti sih?”

 

“Drama gitu-gitu aja,” sahut Yeriko.

 

“Tapi kan aktornya ganteng-ganteng. Ceritanya juga romantis.”

 

“Udah beberapa hari ini aku nggak nonton berita di televisi. Apa yang lagi rame?”

 

“Gosip artis,” jawab Yuna kesal.

 

Yeriko tertawa kecil. “Kenapa sewot sih?”

 

“Drama lagi seru-serunya diganti.” Yuna langsung merebut remote dari tangan Yeriko.

 

“Bagusan acara ini!” Yeriko berusaha merebut remote televisi dari tangan Yuna.

 

“Iih ..  aku mau nonton drama yang tadi.”

 

“Ini aja!” Yeriko mengangkat tangannya tinggi-tinggi agar Yuna tak bisa meraih remote di tangannya.

 

Yuna mengerutkan bibirnya. Ia mengambil ponsel yang ia letakkan di atas meja dan memilih bermain game.

 

Yeriko tersenyum kecil. Ia menarik kepala Yuna ke dadanya. Membiarkan Yuna asyik bermain game, sementara ia menyimak televisi yang sedang menyiarkan berita-berita update yang terjadi di dalam dan luar negeri.

 

Yeriko ikut mengintip permainan yang sedang dimainkan oleh Yuna. Ia menyentuh layar ponsel Yuna dengan sengaja.

 

“Iiih ... iih ... mati kan? Mati!” seru Yuna. Ia langsung membalikkan tubuhnya menghadap Yeriko. “Kamu, jahil banget sih? Aku nonton drama digangguin, main game juga digangguin. Maunya apa sih?”

 

Yeriko tersenyum menatap Yuna. Ia mengecup bibir Yuna dan memeluk erat istrinya. “Kamu nggak mau mainin aku?”

 

“Mainin apaan?” sahut Yuna. Ia tersenyum sambil membenamkan wajahnya ke dada Yeriko.

 

“Biasa ...”

 

“Mmh ... aku lagi dapet,” tutur Yuna lirih.

 

“Hah!?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Berarti, kita gagal lagi?”

 

Yuna menghela napas. “Maaf, sampai sekarang aku belum bisa hamil juga. Aku ...”

 

“Nggak masalah. Kita masih bisa usaha lagi,” sahut Yeriko sambil mengeratkan pelukannya.

 

Yuna mengangguk kecil.

 

“Oh ya, Lutfi mau ngasih kita hadiah pernikahan. Dia mau ngasih hadiah liburan. Kamu maunya, kita bulan madu ke mana?” tanya Yeriko.

 

“Bulan madu?” Yuna langsung mengangkat wajahnya menatap Yeriko. Ia tersenyum lebar. “Ke luar negeri?”

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Mmh ... si Lutfi nyaranin ke Ausie, tempat kamu kuliah dulu. Gimana menurut kamu?”

 

“Mmh ... boleh juga, sih. Tapi, aku pengen ke tempat yang belum pernah aku datangi. Aku pengen bulan madu ke Amalfi Coast. Tempatnya keren banget!”

 

 “Italia?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Oke. Setelah pesta pernikahan kita, langsung berangkat ke sana. Kamu, atur izin cuti kamu ya!” pinta Yeriko.

 

“Serius?”

 

Yeriko mengangguk pasti.

 

“Mmh ... kayaknya, di bulan pernikahan kita. Aku udah kelar magang.”

 

“Oh ya? Itu lebih bagus. Jadi, kita bisa berlama-lama di sana.”

 

“Emangnya mau berapa lama?” tanya Yuna.

 

“Satu minggu.”

 

Yuna langsung memukul dada Yeriko.

 

“Kenapa?”

 

“Seminggu mah nggak lama,” sahut Yuna kesal.

 

“Terus? Mau setahun di sana?”

 

“Satu bulan. Gimana?”

 

“Hmm ... lama banget? Aku punya banyak kerjaan. Dua minggu. Gimana?”

 

“Mmh ... dua minggu ya? Boleh.” Yuna langsung membalas memeluk tubuh Yeriko lebih erat. “Makasih ya!” bisik Yuna.

 

Yeriko mengangguk kecil. “Kamu nggak laper?”

 

“Laper. Makan yuk!” Yuna langsung bangkit dari tubuh Yeriko. Ia menarik lengan Yeriko. Mereka turun ke lantai bawah sambil bergandengan tangan dengan mesra.

 

 

 

 

 

Sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. Pada hari Sabtu, Yuna pergi ke rumah Jheni terlebih dahulu sebelum mereka pergi berbelanja bersama.

 

Sesampainya di rumah Jheni, ia langsung merebahkan tubuhnya di kasur. “Hmm ... kangen juga sama kamar ini.”

 

“Kamar kamu yang sekarang, luasnya empat kali lipat dari kamarku. Masih ngangenin kamar kecil yang berantakan ini?” sahut Jheni sambil merias wajahnya di depan cermin.

 

“Huft, kamar aku emang luas. Tapi, monoton banget. Nggak ada boneka, nggak ada bunga, nggak bisa taruh barang sembarangan. Yeriko, pasti ngomel kalau berantakan sedikit aja.”

 

Jheni tertawa kecil. “Bagus, dong? Berarti, dia itu cowok yang rapi dan bersih.”

 

“Oh, jadi kamu ngolok aku karena aku nggak bisa rapi?”

 

“Tapi selama nikah sama Yeriko, kamu juga pasti ketularan jadi orang yang rapi, kan?”

 

“Mmh ... nggak juga sih. Aku nggak pandai ngatur barang. Semuanya udah diberesin sama Bibi War. Yang penting, kalau habis pakai barang langsung dikembalikan ke tempatnya aja lagi.”

 

Jheni tertawa kecil mendengar ucapan Yuna.

 

“Eh, by the way ... gimana perkembangan hubungan kamu sama Chandra? Udah ada kemajuan?”

 

Jheni menggeleng lesu. “Kayaknya, dia nggak suka sama aku.”

 

“Uch ... jangan sedih gitu, dong!” Yuna langsung bangkit dan menghampiri Jheni. “Kondisi hatinya Chandra lagi nggak stabil. Dia pasti masih mikirin mantan tunangannya itu. Di saat kayak gini, kamu jangan nyerah gitu aja. Harus selalu ada buat dia. Supaya, hatinya dia terbuka dan cuma lihat kamu sebagai satu-satunya orang yang paling sayang sama dia di dunia ini.”

 

“Gitu ya?”

 

“He-em.” Yuna mengangguk sambil tersenyum. “Aku yakin, dia juga suka sama kamu. Cuma saat ini, waktunya emang nggak pas.”

 

“Kamu tahu dari mana? Sok tahu!” dengus Jheni.

 

“Orang yang punya perasaan lebih. Pasti bakalan peduli secara berlebihan. Aku lihat sendiri gimana paniknya dia waktu kamu disekap sama si tua Lukman di dalam kamar hotel. Kalau nggak ada perasaan apa-apa. Dia nggak akan sepanik itu, Jhen.”

 

“Beneran dia panik banget?” tanya Jheni penasaran.

 

Yuna mengangguk pasti.

 

Jheni tersenyum senang mendengar pernyataan yang keluar dari mulut Yuna. Ia semakin yakin untuk mengejar cinta Chandra dan tidak akan menyerah begitu saja.

 

“Jangan sampai ada cewek lain yang gunain kesempatan ini buat deketin Chandra. Kalau sampai dia diambil cewek lain, nangis bombay!”

 

“Iya, Sayangku!” sahut Jheni sambil mencubit kedua pipi Yuna. “Bantuin ya!”

 

“Bantuin apaan?”

 

“Deketin Chandra.”

 

“Usaha sendiri, dong!”

 

“Iih ... sama temen kok gitu?”

 

Yuna tertawa kecil. “Bercanda. Baperan amat, sih!? Pasti aku bantu, kok.”

 

“Gitu dong! Ini baru namanya Yuna yang cantik dan baik hati.”

 

“Huft, kalo ada maunya aja baru muji,” celetuk Yuna.

 

“Hehehe. Berangkat sekarang yuk!” ajak Jheni sambil meraih tas tangannya.

 

“Ayo!” Yuna bergegas mengambil tas tangan miliknya yang tergeletak di atas kasur Jheni.

 

Mereka bergegas pergi ke mall menggunakan taksi.

 

Yuna merasa sangat senang karena tetap bisa menghabiskan waktu bersama sahabatnya walau ia sudah menikah. Suaminya tidak pernah melarangnya pergi bersama Jheni. Justru seringkali menyuruhnya pergi jalan-jalan dan berbelanja saat Yeriko sedang sibuk dengan pekerjaan dan tidak punya waktu untuk menemani Yuna.

 

“Yun, aku seneng banget. Akhirnya bisa lihat kamu hidup bahagia. Punya suami kayak Yeriko, bener-bener keberuntungan,” tutur Jheni saat mereka duduk bersama menikmati makan siang di salah satu restoran yang ada di dalam pusat perbelanjaan.

 

Yuna menganggukkan kepala. “Iya, Jhen. Aku juga nggak nyangka. Awalnya, aku nggak pernah kepikiran buat suka sama dia. Aku nikah sama dia juga terpaksa banget. Nggak punya pilihan lain buat nyelamatkan Ayah. Nggak nyangka kalau ternyata, dia itu suami yang penyayang banget.”

 

“Aku sendiri masih bingung. Aku nggak punya apa pun yang bisa dibanggakan. Tapi, dia bener-bener tulus mencintai aku,” lanjut Yuna.

 

Jheni tersenyum menatap Yuna. Ia sangat senang karena tidak harus melihat Yuna terus-menerus menderita seperti dulu.

 

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas