Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Sunday, February 16, 2025

Perfect Hero Bab 123 : Gugup || a Romance Novel by Vella Nine

 


Yuna mengajak Icha keluar dari kantin. Mereka saling pandang, tersenyum kecil dan akhirnya tertawa lebar.

 

“Yun, aku nggak nyangka kalau akhirnya aku juga punya keberanian buat ngelawan orang kayak Bu Belli,” tutur Icha sambil tertawa kecil.

 

“Hehehe. Nggak usah takut! Sama-sama makan nasi. Kalau dia makannya petir, baru deh kita takut sama dia.”

 

“Hahaha. Eh, kira-kira ... posisi kita di kantor bakalan terancam nggak ya?” tanya Icha.

 

“Terancam kenapa?”

 

“Hmm ... bisa aja kan Bu Belli bikin kita dipecat.”

 

“Emang apa alasannya dia mecat kita? Karena cemburu? Nggak masuk akal banget,” tutur Yuna.

 

Icha tersenyum menatap Yuna. Ia tidak menyangka kalau Yuna menularkan energi yang sangat besar kepada dirinya. Yuna, selalu berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak. Dia akan terus mempertahankan dirinya jika memang tidak bersalah.

 

“Kamu tunggu di sini dulu ya! Aku antar ke rumah sakit,” pinta Yuna saat mereka sampai di lobi. “Aku izin sama bos dulu!” seru Yuna sambil berlari meninggalkan Icha.

 

Icha menganggukkan kepala sambil tersenyum. Ia mengamati tangannya yang terluka. “Tadi kena apa ya? Kok, bisa sobek gini?” gumam Icha sambil meringis menahan sakit. Ia duduk di salah satu kursi lobi. Hampir semua karyawan yang melintas, memerhatikan tangan Icha yang berdarah. Tapi, tak ada satu pun yang peduli terhadap dirinya.

 

“Cha, tangan kamu kenapa?” tanya Juan yang tiba-tiba datang. “Aku denger-denger, kalian berantem sama Bu Bellina?”

 

Icha tersenyum kecut sambil menganggukkan kepala.

 

“Aku antar kamu ke rumah sakit sekarang!” pinta Juan.

 

“Nggak usah! Yuna mau antar aku ke rumah sakit. Dia, masih minta izin.”

 

“Apa perlu aku temanin kalian?”

 

Icha menggelengkan kepala. “Kamu bantu selesaikan pekerjaan kami aja ya! Karena kami harus pulang lebih cepat dan masih ada rencana proyek yang belum selesai.”

 

Juan menganggukkan kepala.

 

“Maaf, sudah merepotkan.”

 

“Nggak papa.”

 

“Yuna sudah datang,” tutur Icha sambil melambaikan tangannya ke arah Yuna yang baru saja keluar dari lift.

 

“Hei ...! Juan? Kamu di sini?”

 

Juan menganggukkan kepala.

 

“Aku mau antar Icha ke rumah sakit. Bisa minta tolong handle kerjaan kita?”

 

“Mmh ...”

 

“Please!” Yuna menangkupkan kedua telapak tangan sambil memainkan matanya di depan Juan.

 

“Nggak usah pasang muka kayak gitu! Aku pasti bantu kalian,” sahut Juan.

 

“Oke. Makasih banyak ya!” seru Yuna sambil menepuk pundak Juan. “Kita pergi dulu!” pamitnya sambil beranjak pergi. Ia melambaikan tangan dan tersenyum manis pada Juan agar pria itu mau membantu menyelesaikan pekerjaannya.

 

Juan menghela napas begitu Icha dan Yuna keluar dari kantor dan masuk ke dalam taksi. “Yuna ... Yuna ... sayangnya kamu istri orang. Kenapa istri orang lebih menggoda?” gumamnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

 

“Ah, apa-apaan sih kamu ini?” Juan langsung memukul kepalanya sendiri dan bergegas kembali ke ruang kerjanya.

 

Sementara itu, Yuna langsung menelepon Yeriko begitu ia dan Icha sudah ada di dalam taksi.

 

“Halo ...!” sapa Yeriko. “Udah makan siang?” tanyanya lewat panggilan telepon.

 

“He-em. Ini ... aku lagi di perjalanan mau ke rumah sakit.”

 

“Hah!? Kamu kenapa?” tanya Yeriko panik.

 

“Aku nggak apa-apa. Si Icha yang luka gara-gara berantem di kantin.”

 

“Berantem?”

 

“He-em.” Yuna menganggukkan kepala. “Dia terluka karena nolongin aku.”

 

“Ya udah. Hati-hati di jalan! Aku langsung nyusul kamu ke sana sekarang juga!” tutur Yeriko.

 

“He-em.”

 

Yeriko langsung mematikan sambungan teleponnya.

 

“Suami kamu?” tanya Icha.

 

Yuna mengangguk sambil tersenyum. “Mmh ... tangan kamu sakit banget ya? Maaf, gara-gara aku ... kamu jadi luka kayak gini.”

 

“Kamu nggak salah, kok. Aku seneng banget bisa bantuin kamu,” sahut Icha sambil menatap Yuna. Ia merasa sangat bahagia karena Yuna adalah satu-satunya orang yang peduli dengannya ketika semuanya memandang sebelah mata.

 

 

 

-Kantor Utama Galaxy Group-

 

“Kenapa, Yer?” tanya Lutfi saat melihat Yeriko buru-buru memakai jasnya usai menerima telepon.

 

“Si icha kecelakaan. Dia lagi di perjalanan ke rumah sakit bareng Yuna.”

 

“Icha? Icha temen kerjanya Yuna!?” Lutfi langsung bangkit dari sofa.

 

Yeriko mengangguk. Ia bergegas menuju pintu ruangannya.

 

“Aku ikut!” Lutfi langsung melompat dan mengikuti langkah Yeriko. Mereka bergegas pergi ke rumah sakit.

 

“Si Icha kecelakaan di mana?” tanya Lutfi.

 

“Nggak tahu. Yuna belum cerita. Katanya, abis berantem di kantin.”

 

“Hah!? Berantem kenapa?”

 

“Katanya, karena ngebelain istriku.”

 

Lutfi tersenyum kecil. “Ternyata ... dia wanita yang mengagumkan juga. Bisa jadi pahlawan buat Nyonya Ye.”

 

“Kamu seneng cewek yang kamu suka terluka?”

 

“Eh!? Ya, nggaklah!” sahut Lutfi.

 

“Kenapa malah senyum-senyum?”

 

“Yah, aku seneng karena kepribadiannya dia, Yer. Tetep aja khawatir kalau dia terluka. Lagian, kenapa bisa berantem? Itu kantor apa? Kenapa ada karyawan yang bar-bar banget sampai bisa ngelukai karyawan lain?”

 

“Pasti karena masalah Yuna sama kakak sepupunya itu.”

 

“Kakak sepupunya?”

 

“Tunangannya Wilian?”

 

“Astaga! Apa hubungannya Yuna sama dia? Mereka saudara, tapi cekcok mulu,” celetuk Lutfi.

 

“Wilian itu ... mantan pacarnya Yuna.”

 

“What!?” Lutfi membelalakkan matanya. “Serius? Apa cuma aku yang baru tahu kalau mereka itu pernah punya hubungan?”

 

Yeriko menghela napas. “Udah jadi rahasia umum. Makanya, Bellina sama Yuna sering berantem.”

 

“Rebutan Lian?”

 

“Mmh ... aku rasa, Yuna udah nggak suka sama Lian. Si Bellina yang selalu cemburu karena Lian masih deketin Yuna terus.”

 

“Hahaha.”

 

“Kenapa ketawa?”

 

“Jadi, istri kamu itu masih disukai sama mantan pacarnya? Kenapa mereka bisa putus kalau masih suka?”

 

“Karena Wilian selingkuh sama Bellina.”

 

“Oh ... I see ... I see. Kamu nggak khawatir si Yuna kerja di kantornya Lian?”

 

Yeriko menggelengkan kepala. “Awalnya khawatir. Tapi, Yuna orangnya cukup jujur dan terbuka. Dia selalu cerita kalau Lian deketin dia.”

 

“Oh ya?”

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Kalau seandainya ... mereka diam-diam balikan lagi. Gimana?”

 

“Nggak usah mikir yang nggak-nggak!” sentak Yeriko.

 

Lutfi menahan tawa. “Yah, bisa aja kan bunga-bunga cinta yang sudah layu itu tumbuh dan bersemi kembali?”

 

Yeriko melirik sinis ke arah Lutfi. “Kamu mau aku turunkan di sini!?”

 

“Nggak, Yer. Aku mau lihat Icha. Calon ibu dari anak-anakku,” jawab Lutfi.

 

“Belum tentu dia mau sama kamu,” celetuk Yeriko.

 

“Nggak mendukung banget jadi temen!” sahut Lutfi kesal.

 

Yeriko tersenyum kecil.

 

“Eh, si Chandra sama Jheni nggak ada perkembangan semenjak Chandra keluar dari rumah sakit. Mereka malah nggak pernah ketemu.”

 

“Terus?”

 

“Kayaknya ... kita harus turun tangan buat jodohin mereka.”

 

Yeriko bergeming.

 

“Yer, kalau Chandra nggak secepatnya dapet pengganti Amara. Aku takut, dia masih mikirin Amara terus dan nggak bisa move on. Dia tinggal di apartemen sendirian. Kalau dia nyoba buat bunuh diri lagi gimana?”

 

Yeriko langsung menoleh ke arah Lutfi.

 

“Bener kan? Kita bertiga udah kayak saudara. Nggak bisa biarin dia sakit hati terus. Kita harus bertindak. Pokoknya, harus bisa bikin Chandra sama Jheni jadian!” tegas Lutfi.

 

“Kamu sama Icha aja belum jadian. Ngapain ngurusin hubungan orang lain? Biar aja semuanya terjadi secara alami!”

 

Lutfi menarik napas dalam-dalam. Ia sangat kesal karena Yeriko meremehkan kemampuannya. “Lihat aja! Aku pasti bisa dapetin Icha dalam waktu satu minggu!”

 

Yeriko tersenyum kecil. “Dalam seminggu, aku sudah bisa bikin Yuna jadi istriku. Kamu cuma mau jadiin pacar aja sampai seminggu?”

 

Lutfi membelalakkan matanya. “Oke. Tiga hari! Ya. Dalam waktu tiga hari, Icha pasti bakalan jadi pacarku!”

 

Yeriko tersenyum kecil. “Katanya, mau nembak dia di Bali? Weekend masih empat hari lagi.”

 

“Mmh ... nggak usah di Bali, deh. Aku langsung ngomong aja ke dia hari ini juga!”

 

“Udah berani?”

 

“Yee ... meremehkan!? Lutfi, nggak pernah gagal mendapatkan cinta dari seorang wanita.”

 

Yeriko tersenyum kecil.

 

Lutfi diam sambil meremas jemari tangannya sendiri. Jantungnya berdebar kencang. Dari sudut rambut dahinya keluar keringat dingin, padahal suhu di dalam mobil Yeriko sudah cukup dingin. Ia terus memencet tombol AC mobil Yeriko agar suhunya semakin dingin.

 

Yeriko menahan tawa melihat sikap Lutfi yang tak bisa menyembunyikan rasa gugupnya.

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas