Yuna mengajak Icha keluar dari kantin. Mereka saling
pandang, tersenyum kecil dan akhirnya tertawa lebar.
“Yun, aku nggak nyangka kalau akhirnya aku juga punya
keberanian buat ngelawan orang kayak Bu Belli,” tutur Icha sambil tertawa
kecil.
“Hehehe. Nggak usah takut! Sama-sama makan nasi. Kalau
dia makannya petir, baru deh kita takut sama dia.”
“Hahaha. Eh, kira-kira ... posisi kita di kantor bakalan
terancam nggak ya?” tanya Icha.
“Terancam kenapa?”
“Hmm ... bisa aja kan Bu Belli bikin kita dipecat.”
“Emang apa alasannya dia mecat kita? Karena cemburu?
Nggak masuk akal banget,” tutur Yuna.
Icha tersenyum menatap Yuna. Ia tidak menyangka kalau
Yuna menularkan energi yang sangat besar kepada dirinya. Yuna, selalu berpikir
terlebih dahulu sebelum bertindak. Dia akan terus mempertahankan dirinya jika
memang tidak bersalah.
“Kamu tunggu di sini dulu ya! Aku antar ke rumah sakit,”
pinta Yuna saat mereka sampai di lobi. “Aku izin sama bos dulu!” seru Yuna sambil berlari
meninggalkan Icha.
Icha menganggukkan kepala sambil tersenyum. Ia mengamati
tangannya yang terluka. “Tadi kena apa ya? Kok, bisa sobek gini?” gumam Icha
sambil meringis menahan sakit. Ia duduk di salah satu kursi lobi. Hampir semua
karyawan yang melintas, memerhatikan tangan Icha yang berdarah. Tapi, tak ada
satu pun yang peduli terhadap dirinya.
“Cha, tangan kamu kenapa?” tanya Juan yang tiba-tiba
datang. “Aku denger-denger, kalian berantem sama Bu Bellina?”
Icha tersenyum kecut sambil menganggukkan kepala.
“Aku antar kamu ke rumah sakit sekarang!” pinta Juan.
“Nggak usah! Yuna mau antar aku ke rumah sakit. Dia,
masih minta izin.”
“Apa perlu aku temanin kalian?”
Icha menggelengkan kepala. “Kamu bantu selesaikan
pekerjaan kami aja ya! Karena kami harus pulang lebih cepat dan masih ada
rencana proyek yang belum selesai.”
Juan menganggukkan kepala.
“Maaf, sudah merepotkan.”
“Nggak papa.”
“Yuna sudah datang,” tutur Icha sambil melambaikan
tangannya ke arah Yuna yang baru saja keluar dari lift.
“Hei ...! Juan? Kamu di sini?”
Juan menganggukkan kepala.
“Aku mau antar Icha ke rumah sakit. Bisa minta tolong
handle kerjaan kita?”
“Mmh ...”
“Please!” Yuna menangkupkan kedua telapak tangan sambil
memainkan matanya di depan Juan.
“Nggak usah pasang muka kayak gitu! Aku pasti bantu
kalian,” sahut Juan.
“Oke. Makasih banyak ya!” seru Yuna sambil menepuk pundak
Juan. “Kita pergi dulu!” pamitnya sambil beranjak pergi. Ia melambaikan tangan
dan tersenyum manis pada Juan agar pria itu mau membantu menyelesaikan
pekerjaannya.
Juan menghela napas begitu Icha dan Yuna keluar dari
kantor dan masuk ke dalam taksi. “Yuna ... Yuna ... sayangnya kamu istri orang.
Kenapa istri orang lebih menggoda?” gumamnya sambil menggaruk kepalanya yang
tidak gatal.
“Ah, apa-apaan sih kamu ini?” Juan langsung memukul
kepalanya sendiri dan bergegas kembali ke ruang kerjanya.
Sementara itu, Yuna langsung menelepon Yeriko begitu ia
dan Icha sudah ada di dalam taksi.
“Halo ...!” sapa Yeriko. “Udah makan siang?” tanyanya
lewat panggilan telepon.
“He-em. Ini ... aku lagi di perjalanan mau ke rumah
sakit.”
“Hah!? Kamu kenapa?” tanya Yeriko panik.
“Aku nggak apa-apa. Si Icha yang luka gara-gara berantem
di kantin.”
“Berantem?”
“He-em.” Yuna menganggukkan kepala. “Dia terluka karena
nolongin aku.”
“Ya udah. Hati-hati di jalan! Aku langsung nyusul kamu ke
sana sekarang juga!” tutur Yeriko.
“He-em.”
Yeriko langsung mematikan sambungan teleponnya.
“Suami kamu?” tanya Icha.
Yuna mengangguk sambil tersenyum. “Mmh ... tangan kamu
sakit banget ya? Maaf, gara-gara aku ... kamu jadi luka kayak gini.”
“Kamu nggak salah, kok. Aku seneng banget bisa bantuin
kamu,” sahut Icha sambil menatap Yuna. Ia merasa sangat bahagia karena Yuna
adalah satu-satunya orang yang peduli dengannya ketika semuanya memandang
sebelah mata.
-Kantor Utama Galaxy Group-
“Kenapa, Yer?” tanya Lutfi saat melihat Yeriko buru-buru
memakai jasnya usai menerima telepon.
“Si icha kecelakaan. Dia lagi di perjalanan ke rumah
sakit bareng Yuna.”
“Icha? Icha temen kerjanya Yuna!?” Lutfi langsung bangkit
dari sofa.
Yeriko mengangguk. Ia bergegas menuju pintu ruangannya.
“Aku ikut!” Lutfi langsung melompat dan mengikuti langkah
Yeriko. Mereka bergegas pergi ke rumah sakit.
“Si Icha kecelakaan di mana?” tanya Lutfi.
“Nggak tahu. Yuna belum cerita. Katanya, abis berantem di
kantin.”
“Hah!? Berantem kenapa?”
“Katanya, karena ngebelain istriku.”
Lutfi tersenyum kecil. “Ternyata ... dia wanita yang
mengagumkan juga. Bisa jadi pahlawan buat Nyonya Ye.”
“Kamu seneng cewek yang kamu suka terluka?”
“Eh!? Ya, nggaklah!” sahut Lutfi.
“Kenapa malah senyum-senyum?”
“Yah, aku seneng karena kepribadiannya dia, Yer. Tetep
aja khawatir kalau dia terluka. Lagian, kenapa bisa berantem? Itu kantor apa?
Kenapa ada karyawan yang bar-bar banget sampai bisa ngelukai karyawan lain?”
“Pasti karena masalah Yuna sama kakak sepupunya itu.”
“Kakak sepupunya?”
“Tunangannya Wilian?”
“Astaga! Apa hubungannya Yuna sama dia? Mereka saudara,
tapi cekcok mulu,” celetuk Lutfi.
“Wilian
itu ... mantan pacarnya Yuna.”
“What!?”
Lutfi
membelalakkan matanya. “Serius? Apa cuma aku yang baru tahu kalau mereka itu
pernah punya hubungan?”
Yeriko menghela napas. “Udah jadi rahasia umum. Makanya,
Bellina sama Yuna sering berantem.”
“Rebutan Lian?”
“Mmh ... aku rasa, Yuna udah nggak suka sama Lian. Si
Bellina yang selalu cemburu karena Lian masih deketin Yuna terus.”
“Hahaha.”
“Kenapa ketawa?”
“Jadi, istri kamu itu masih disukai sama mantan pacarnya?
Kenapa mereka bisa putus kalau masih suka?”
“Karena Wilian selingkuh sama Bellina.”
“Oh
... I see ... I see. Kamu nggak khawatir si Yuna kerja di kantornya Lian?”
Yeriko menggelengkan kepala. “Awalnya khawatir. Tapi,
Yuna orangnya cukup jujur dan terbuka. Dia selalu cerita kalau Lian deketin
dia.”
“Oh ya?”
Yeriko menganggukkan kepala. “Kalau seandainya ... mereka
diam-diam balikan lagi. Gimana?”
“Nggak usah mikir yang nggak-nggak!” sentak Yeriko.
Lutfi menahan tawa. “Yah, bisa aja kan bunga-bunga cinta
yang sudah layu itu tumbuh dan bersemi kembali?”
Yeriko melirik sinis ke arah Lutfi. “Kamu mau aku
turunkan di sini!?”
“Nggak, Yer. Aku mau lihat Icha. Calon ibu dari
anak-anakku,” jawab Lutfi.
“Belum tentu dia mau sama kamu,” celetuk Yeriko.
“Nggak mendukung banget jadi temen!” sahut Lutfi kesal.
Yeriko tersenyum kecil.
“Eh, si Chandra sama Jheni nggak ada perkembangan
semenjak Chandra keluar dari rumah sakit. Mereka malah nggak pernah ketemu.”
“Terus?”
“Kayaknya ... kita harus turun tangan buat jodohin
mereka.”
Yeriko bergeming.
“Yer, kalau Chandra nggak secepatnya dapet pengganti
Amara. Aku takut, dia masih mikirin Amara terus dan nggak bisa move on. Dia
tinggal di apartemen sendirian. Kalau dia nyoba buat bunuh diri lagi gimana?”
Yeriko langsung menoleh ke arah Lutfi.
“Bener kan? Kita bertiga udah kayak saudara. Nggak bisa
biarin dia sakit hati terus. Kita harus bertindak. Pokoknya, harus bisa bikin
Chandra sama Jheni jadian!” tegas Lutfi.
“Kamu sama Icha aja belum jadian. Ngapain ngurusin
hubungan orang lain? Biar aja semuanya terjadi secara alami!”
Lutfi menarik napas dalam-dalam. Ia sangat kesal karena
Yeriko meremehkan kemampuannya. “Lihat aja! Aku pasti bisa dapetin Icha dalam
waktu satu minggu!”
Yeriko tersenyum kecil. “Dalam seminggu, aku sudah bisa
bikin Yuna jadi istriku. Kamu cuma mau jadiin pacar aja sampai seminggu?”
Lutfi membelalakkan matanya. “Oke. Tiga hari! Ya. Dalam
waktu tiga hari, Icha pasti bakalan jadi pacarku!”
Yeriko tersenyum kecil. “Katanya, mau nembak dia di Bali?
Weekend masih empat hari lagi.”
“Mmh ... nggak usah di Bali, deh. Aku langsung ngomong
aja ke dia hari ini juga!”
“Udah berani?”
“Yee ... meremehkan!? Lutfi, nggak pernah gagal
mendapatkan cinta dari seorang wanita.”
Yeriko
tersenyum kecil.
Lutfi diam sambil meremas jemari tangannya sendiri.
Jantungnya berdebar kencang. Dari sudut rambut dahinya keluar keringat dingin,
padahal suhu di dalam mobil Yeriko sudah cukup dingin. Ia terus memencet tombol AC mobil Yeriko agar suhunya
semakin dingin.
Yeriko menahan tawa melihat sikap Lutfi yang tak bisa
menyembunyikan rasa gugupnya.
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan sungkan buat
sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment