Linda, perempuan yang ada di belakang Bellina ikut kesal
mendengar ucapan Yuna. Ia merasa, Yuna sudah melecehkan bosnya.
“Kamu bisa jaga sikap? Bu Belli tetap atasan kamu,” tutur
Linda yang akhirnya melangkah mendekati Yuna.
“Bilang sama bos kamu itu, dia yang harusnya jaga sikap!”
sahut Yuna.
“Kamu yang selalu bikin masalah di perusahaan!” seru
Bellina kesal.
“Masalah itu juga sumbernya kamu. Kalau nggak ada kamu,
semuanya baik-baik aja. Adem ayem aja. Kamu aja yang suka membesar-besarkan
masalah,” tutur Yuna.
“Yang pegang proyek bermasalah siapa? Udah gitu, malah
ditinggal-tinggal seenaknya aja. Mentang-mentang istrinya orang kaya, kerjanya
suka-suka. Kamu nggak tahu kalau yang lain sampai nggak tidur sehari semalam
gara-gara ulah kamu?”
“Bu, soal karyawan yang lembur sampai pagi, itu kan udah
kerjaan mereka. Yuna sudah ngarahin dengan baik. Kalau mereka kerjanya lambat,
bukan salah Yuna,” tutur Icha.
“Oh, jadi kalian nyalahin karyawan yang lain? Kalian
bilang kalau semuanya sengaja lambat-lambatin kerjaannya?” tanya Linda.
“Eh!? Maksud aku nggak gitu. Semuanya kerjanya lambat
juga kan karena properti yang nggak sesuai dengan pesanan dan juga kesalahan
pemasangannya. Makanya, sampai terjadi kecelakaan di venue,” jawab Icha.
“Properti itu kalian juga yang pesan. Kenapa malah
nyalahin orang lain? Harusnya, kalian pastikan kalau property yang kalian pesan
sudah aman dan sesuai standar!”
“Kami udah pesan sesuai standar. Tapi ... kayaknya ada
yang sengaja ganti property pesanan kami ke supplier lain karena harganya lebih
murah,” sahut Yuna. Ia tersenyum ke arah Bellina. “Kamu tahu, siapa orang yang
punya wewenang mengubah laporan di departemen purchasing.”
Bellina mendelik ke arah Yuna. “Kamu nuduh aku?” tanyanya
kesal. “Aku masih ada di kantor cabang. Sama sekali nggak pernah ngurusin
urusan di kantor pusat. Semuanya mutlak kesalahan kamu. Jangan numpahin
kesalahan ke aku!”
Yuna tersenyum sinis. “Aku nggak nuduh kamu. Kenapa kamu
ngerasa sendiri?”
“Kamu!?” Bellina makin geram dengan ucapan Yuna.
“Tadi, kamu nyalahin karyawan lapangan yang kerjanya
lambat. Sekarang, kamu nyalahin departemen purchasing dan Bu Belli? Emang
dasarnya aja kamu kerjanya nggak becus!” sahut Linda.
Yuna langsung bangkit dari tempat duduk dan menatap Linda
penuh kekesalan. “Kamu ... jangan sembarangan kalo ngomong!” seru Yuna. “Nggak
tahu kerjaan orang lain, mau ikut campur aja!” sentak Yuna dengan mata
berapi-api.
Linda tersenyum sinis. “Siapa bilang aku nggak tahu
kerjaan orang lain? Aku ini sekretarisnya Bu Belli. Istri dari pemilik Wijaya
Group. Pastinya, aku tahu semua transaksi yang ada di grup perusahaan. Kamu
kira, aku ini orang bodoh? Kamu ... yang cuma staf biasa, kebanyakan gaya
doang.”
Bellina tersenyum senang karena sekretarisnya
mendukungnya untuk melawan Yuna. Setelah Lili dan Sofi pergi, ia tidak punya
orang lain untuk diandalkan. Tak menyangka kalau Linda juga punya bakat untuk
menindas Yuna.
“Walau cuma staf biasa. Yuna itu lulusan luar negeri. Dia
punya bakat yang lebih baik dari yang lain. Justru kamu yang sengaja
memanfaatkan hubungan buat jadi orang yang sok berkuasa di perusahaan ini,”
sahut Icha.
“Heh!? Kalian berdua ini karyawan yang masih magang.
Nggak usah macem-macem!” ancam Linda.
“Emangnya kenapa kalau masih magang? Kerjaan kita juga
sama aja sama karyawan yang lain. Nggak ada perlakuan istimewa buat kami.
Kecuali dari orang-orang yang suka menindas kami kayak kamu,” sahut Yuna.
“Kamu bener-bener nggak tahu diri ya!” sahut Bellina.
“Aku heran, kenapa perusahaan bisa nerima orang kayak kamu. Pasti, kamu udah
ngerayu CEO kan?”
“Jangan asal nuduh!” sentak Yuna.
“Kalau bukan karena ngerayu CEO, nggak mungkin kamu bisa
secepat ini pindah dari kantor cabang ke kantor pusat. Kamu ... cuma bisa
ngandalin wajah cantik kamu aja buat menarik perhatian semua orang. Sama sekali
nggak punya skill lain,” tutur Linda sambil tertawa sinis.
Yuna makin geram mendengar ucapan Linda. Bagaimana bisa,
seorang sekretaris perusahaan ikut campur urusan pribadi atasannya?
“Jangan ngomong sembarangan ya! Yuna bukan orang yang
seperti itu!” tegas Icha. Ia berusaha membela Yuna karena mengetahui kalau Yuna
selalu serius dan bekerja penuh semangat. Sama sekali tidak ada hubungannya
dengan pimpinan perusahaan.
“Udah, Cha. Nggak usah kita ladenin. Ntar ketularan
gila,” tutur Yuna sambil menarik perlahan tangan Icha dan melangkah pergi.
Semua orang yang ada di kantin perusahaan, memandang ke
arah Bellina dan Yuna. Mereka hanya menggeleng-gelengkan kepala. Semua orang
telah mengetahui hubungan Yuna dan Bellina, mereka sudah bosan menyaksikan
pertengkaran dua bersaudara itu.
“Mereka selalu aja berantem. Yang satu, mantan pacarnya
Bos Lian. Satunya lagi, calon istrinya Bos Lian. Mereka itu kakak-beradik,
kenapa nggak bisa akur?” tutur salah seorang karyawan yang juga ada di kantin
tersebut.
“Kayaknya, setiap kali Bu Bellina datang, selalu aja
terjadi keributan. Dia, kayaknya masih cemburu sama Yuna. Lihat aja! Dilihat
dari sudut mana aja, Yuna jauh lebih unggul dari Bu Belli. Punya potensi besar
buat menarik perhatian Bos Lian lagi.”
“Maksudnya ... CLBK gitu?”
“Bisa jadi.”
“Itu yang bikin Bu Bellina cemburu banget. Setiap
berantem, sumber utamanya pasti Bos Lian. Lagian, kenapa Bos Lian itu malah
milih Bu Bellina ya?”
“Emangnya kenapa?”
“Dilihat tiga detik aja, jauh lebih cantik si Yuna
daripada Bu Bellina. Yuna juga baik dan ramah sama semua orang.”
“Huft, kalau aku sih lebih suka kalau Yuna sama Bos GG
itu. Mereka kelihatan serasi. Cantik dan ganteng. Yah ... walau penampilan Yuna
sederhana banget.”
“Orang kaya, suka cewek yang sederhana kali ya?”
“Yang polos kayak Yuna?”
“Bisa jadi. Karena ... cewek polos dan sederhana nggak
bakalan ngabis-ngabisin duit suami. Jadinya si cowok bisa ambil istri lebih
dari satu. Hahaha.”
Semua orang tergelak sambil membicarakan Yuna dari sudut
ruangan yang agak jauh dan tidak bisa terdengar oleh Yuna dan Bellina.
“Kamu ngatain kita apa!?” sentak Linda sambil menarik
lengan Yuna.
Yuna berbalik menatap Linda dan tersenyum kecil. “Kenapa?
Nggak terima?”
“Jelas nggak terima! Minta maaf, nggak!?” seru Linda.
Yuna langsung menepiskan lengannya dari genggaman tangan
Linda. “Minta maaf untuk apa?”
“Kamu udah ngatain kita gila.”
“Emang iya kan?” dengus Yuna.
“Kamu!?” Linda sangat kesal. Ia bersiap memukul Yuna,
tapi niatnya ia urungkan saat semua mata tertuju padanya.
Yuna tersenyum sinis. “Kalian yang datang dan cari
gara-gara duluan. Kenapa aku yang harus minta maaf? Emang sinting!”
“Kamu ... perempuan murahan!” seru Linda semakin kesal.
“Heh!? Jangan ngatain aku perempuan murahan tanpa bukti!
Kamu udah ketularan sama bos kamu ini? Dia yang murahan, tapi ngatain orang
lain murahan.”
Linda langsung menoleh ke arah Bellina. Kemudian menatap
tajam ke arah Yuna. “Kamu ... berani-beraninya ngatain bos kayak gitu!?”
“Kenapa nggak berani? Kenyataannya begitu kan? Bahkan,
sudah terbukti kalau dia hamil di luar nikah. Belum nikah, tapi udah hamil
duluan dan dengan bangganya ngumumkan ke semua orang. Hello ...!? Situ sehat!?”
sahut Yuna semakin membuat Linda dan Bellina emosi.
“Heh!? Istri simpanan! Kamu, Bener-bener keterlaluan!”
sahut Linda. Ia langsung mendorong tubuh Yuna hingga terjatuh.
Icha yang ada di dekat Yuna, berusaha menahan tubuh Yuna
agar tidak terbentur meja dan kursi. “Aw ...!” teriak Icha saat tangannya
terluka.
“Kamu nggak papa, Cha?” tanya Yuna saat melihat darah
yang keluar dari tangan Icha.
“Nggak papa, Yun,” jawab Icha sambil menahan perih.
Yuna menatap Linda penuh kebencian, ia bergerak lebih
cepat dan menampar pipi Linda sampai tiga kali. Matanya memerah menahan amarah,
bahunya terlihat naik turun. Ia mencoba menstabilkan pernapasannya, namun irama
hembusan napasnya semakin cepat.
“Aku nggak akan biarin kamu ngelukain siapa pun! Dan
Hati-hati kalau ngomong!” sentak Yuna. “Aku ini istri sahnya Yeriko. Bukan
Istri simpanan! Jangan bikin gosip yang bakal ngerusak citra suamiku!”
Linda tersenyum sinis sambil memegangi pipinya yang
terasa panas karena cap lima jari yang diciptakan Yuna. “Aku bakal balas ini
semua,” tuturnya sambil berlalu pergi.
Bellina tersenyum senang melihat pertengkaran Yuna dan
sekretarisnya. Ia melangkah pergi keluar dari kantin sambil mengangkat dagunya
penuh kesombongan.
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment