Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Saturday, February 15, 2025

Perfect Hero Bab 119: Kesan Pertama

 


“Loh? Loh? Mbak, kenapa nangis?” tanya Lutfi panik. Ia malah kebingungan saat mendapati Icha semakin terisak.

 

“Aku udah dorong motor hampir dua kilo dari sana dan nggak ada bengkel yang buka. Ban motorku bocor, rumahku masih jauh, handphone aku mati. Hiks ... hiks ... sial banget hidupku,” cerocos Icha. Ia berlutut dan menangis tersedu-sedu.

 

Lutfi ikut berjongkok di depan Icha. “Nggak usah nangis! Aku antar kamu pulang. Gimana?” tanya Lutfi lembut.

 

Icha menatap wajah Lutfi, ia mengusap air mata yang membasahi pipinya. “Terus, motor aku gimana?” tanya Icha.

 

Lutfi tersenyum ke arah Icha. “Aku bisa telepon temenku yang punya bengkel buat ambil motor kamu.”

 

“Ya udah, teleponin dulu!” pinta Icha.

 

Lutfi menganggukkan kepala. “Sekarang, aku antar kamu pulang.”

 

“Teleponin dulu orang bengkelnya!” pinta Icha. “Kalau motor aku diambil begal gimana? Masa mau ditinggal?”

 

Lutfi tersenyum kecil melihat wajah Icha. Ia merasa gadis di depannya itu sangat lucu. “Iya,” sahut Lutfi. Ia langsung merogoh ponsel dari sakunya dan menelepon salah satu teman pemilik bengkel.

 

“Udah aku telepon. Sekarang, aku antar kamu pulang,” tutur Lutfi sambil menggenggam pundak Icha dan mengajaknya bangkit.

 

“Tunggu dia dateng ambil motorku!” pinta Icha. “Masa motor aku mau ditinggal gitu aja?”

 

Lutfi tersenyum hangat sambil menatap gadis di hadapannya itu. Ia tertegun beberapa saat ketika tatapannya jatuh tepat di manik mata Icha. Jantungnya tiba-tiba berdebar dan ia merasa ada sesuatu yang aneh menyelimuti dirinya.

 

“Hei ... kenapa malah ngelamun?” tanya Icha sambil melambaikan telapak tangannya di depan wajah Lutfi.

 

“Eh!?” Lutfi gelagapan saat ia tersadar dari lamunannya. “Masuk mobilku dulu ya! Di luar dingin,” pinta Lutfi.

 

Icha menganggukkan kepala, ia kembali memakai kacamatanya dan melangkah mengikuti Lutfi.

 

Lutfi membukakan pintu mobilnya agar Icha bisa menunggu di dalam mobil. Ia menutup pintu kembali dan bersandar di mobilnya sambil menunggu temannya datang.

 

Beberapa menit kemudian, teman Lutfi pemilik bengkel datang.

 

“Lama banget sih?” celetuk Lutfi.

 

“Aku wes neng dalan muleh, Le. Lek dudu kowe sing telepon. Aku males rene.”

 

Lutfi tertawa kecil. “Makasih, Pakde!”

 

“Iki motore sopo? Cewekmu tah?”

 

Lutfi hanya tersenyum kecil. “Ya udah, aku pulang dulu, Pakde. Aku titip motornya ya!”

 

“Iyo.”

 

Lutfi melangkah memasuki mobil dan bergegas menyalakan mesin mobilnya.

 

“Rumah kamu di mana?” tanya Lutfi. “Pakai Safety Belt!” pintanya saat melihat Icha belum mengenakan safety belt.

 

Icha langsung memasang safety belt ke pinggangnya.

 

“Kenapa jam segini masih di luar?” tanya Lutfi.

 

“Kerja lembur,” jawab Icha.

 

“Oh. Kerja di mana?”

 

“Wijaya Group.”

 

“Oh ya? Aku punya temen yang kerja di sana juga. Mmh ... istrinya temenku sih. Namanya Fristi Ayuna, kamu kenal nggak?”

 

“Eh!?” Icha langsung menoleh ke arah Lutfi. “Yuna? Dia satu departemen sama aku?”

 

“Oh ya? Kebetulan banget.”

 

“Kebetulan apanya?”

 

“Yah ... ada orang yang sama-sama kita kenal. Kamu, udah lama kerja di sana?”

 

Icha menggelengkan kepala. “Aku masih magang, sama kayak Yuna.”

 

“Oh ...” Lutfi mengangguk-anggukkan kepalanya. “Oh ya, rumah kamu di mana?”

 

“Di Oro-Oro.”

 

“Oke. Udah makan?” tanya Lutfi.

 

“Udah,” jawab Icha. Ia membenarkan posisi kacamatanya. “Kenapa ini cowok baik banget sih? Jangan-jangan ... dia punya niat jahat,” batin Icha. Keringat dingin mulai keluar dari tubuhnya.

 

“Oh ya, nama kamu siapa?” tanya Lutfi.

 

“Allysa, panggil Icha aja.”

 

“Oh, Icha. Namaku Lutfi.”

 

Icha berusaha tersenyum walau ia sangat ketakutan berada di dalam mobil bersama pria asing.

 

“Oh ya, aku lapar. Aku mau beli sate dulu. Kamu mau?” tanya Lutfi sambil menoleh ke arah Icha.

 

Icha menggelengkan kepala. “Aku udah kenyang.”

 

KERUCUK ... KERUCUK ...!

 

Icha langsung memegangi perutnya yang berbunyi. “Duh, ini perut kenapa nggak bisa diajak kompromi?” batinnya kesal. Ia meringis ke arah Lutfi yang tersenyum menatapnya.

 

“Kita mampir makan dulu!” Lutfi langsung menepikan mobilnya di pinggir jalan. Tempat salah satu pedagang sate biasa mangkal. Ia langsung keluar dari mobil dan menghampiri penjual sate tersebut.

 

“Eh, Mas Lutfi. Lama nggak kelihatan,” sapa penjual sate itu saat Lutfi menghampiri rombong jualannya.

 

“Iya, Paklek. Agak sibuk. Satenya empat puluh tusuk ya!” pinta Lutfi.

 

“Oke. Silakan duduk, Mas!” perintah penjual sate sambil memberikan kursi plastik pada Lutfi.

 

Lutfi menoleh ke arah mobilnya. Ia langsung melangkah menghampiri mobil karena Icha tak kunjung keluar dari mobilnya.

 

“Nggak mau makan?” tanya Lutfi sambil membuka pintu mobil dan menatap Icha yang masih bergeming di tempatnya.

 

Icha meringis ke arah Lutfi. “Aku ...”

 

“Ayo! Sate di sini enak banget, loh. Ntar kamu nyesel kalo nggak mau cobain.”

 

“Mmh ...”

 

Lutfi mengernyitkan dahi menatap Icha. “Hei, kamu kenapa? Gugup gitu? Nervous ya ketemu sama cowok ganteng?” tanyanya sambil memainkan kedua alis.

 

Icha tersenyum kecut menatap Lutfi. “Kita baru aja kenal. Kenapa kamu baik banget sama aku? Apa kamu kayak gini juga sama semua orang?”

 

Lutfi menganggukkan kepala.

 

“Bukan karena ada niat jahat kan?” tanya Icha.

 

Lutfi tergelak. “Emangnya, cowok ganteng kayak aku ini ... kelihatan kayak penjahat? Kamu itu temennya Yuna. Yuna itu sudah kayak kakak iparku sendiri. Temen dia, temenku juga. Aku nggak mungkin macem-macem. Pikiranmu terlalu jauh,” tutur Lutfi sambil mengusap ujung kepala Icha.

 

Icha tertegun menatap Lutfi yang tersenyum di hadapannya. Jantungnya berdebar dan ia kesulitan menelan ludah saat mendapati perlakuan Lutfi yang begitu hangat.

 

“Ayo, turun!” pinta Lutfi.

 

Icha tersenyum. Ia mengangguk dan melepas safety belt-nya.

 

Lutfi merasa sangat senang karena Icha mau turun dari mobil dan menemaninya makan sate.

 

“Paklek, minta kursi satu lagi!”

 

Penjual sate tersebut mengangguk dan langsung memberikan kursi plastik kepada Lutfi. “Wah, baru kali ini Paklek lihat Mas Lutfi makan di sini bareng cewek. Pacarnya ya?”

 

“Ah, Paklek bisa aja. Kebetulan aja, Paklek. Cuma temen, kok.”

 

“Oh.” Penjual sate tersebut manggut-manggut sambil tersenyum.

 

“Cha, apa kamu sering lembur sampai malam kayak gini?” tanya Lutfi.

 

“Jarang. Karena ada proyek yang harus cepet dikelarin. Jadi, mau nggak mau harus lembur.”

 

“Sendirian di kantor?”

 

Icha menggelengkan kepala. “Bareng temen satu tim.”

 

“Yuna juga ikut lembur?”

 

Icha menggelengkan kepala.

 

“Bukannya kalian satu departemen?”

 

Icha mengangguk. “Tapi, dia nggak ikutan pegang proyek yang lagi aku kerjain.”

 

“Oh ya?” Lutfi mengangguk-anggukkan kepala.

 

“Kamu ... udah lama kenal sama Yuna?” tanya Icha.

 

“Kenal dia ... sejak dia nikah sama Yeriko.”

 

“Oh ya? Jadi, kamu tahu banget gimana hubungan Yuna dan Yeriko? Mereka itu ... pasangan yang serasi dan romantis banget.”

 

“Kamu tahu dari mana?”

 

“Dari Yuna. Yeriko perhatian banget sama istrinya. Setiap saat selalu ngirim pesan dan telepon buat nanyain keadaan dan pekerjaan Yuna. Padahal, Yeriko itu kan orang kaya, bukan nyuruh istrinya berhenti kerja, tapi malah selalu ngasih semangat setiap hari. Bener-bener jadi booster buat istrinya. Pantas aja, setiap hari si Yuna selalu semangat,” jelas Icha.

 

“Apa semua cewek suka sama cowok yang ngasih semangat?” tanya Lutfi.

 

Icha mengangguk pasti. “Aku rasa, cowok juga gitu.”

 

“Mmh ... iya juga, sih. Kamu ... udah punya pacar?”

 

 Icha menggelengkan kepala. “Belum kepikiran punya pacar. Masih mau fokus ke karir dulu.”

 

“Oh ya? Bagus.” Lutfi manggut-manggut sambil menikmati sate yang sudah ada di tangannya. Ia mulai menanyakan banyak hal kepada Icha.

 

Mereka mulai berbincang. Sifat Lutfi yang ceria, membuat Icha terus tertawa. Semua pikiran buruk tentang Lutfi sebelumnya menghilang begitu saja. Ia merasa, Lutfi adalah pria yang sangat hangat dan penyayang. Setiap tatapan matanya, membuat jantung Icha terus berdebar.

 

Usai makan, Lutfi langsung mengantar Icha pulang ke rumah.

 

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas