Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Saturday, February 15, 2025

Perfect Hero Bab 118 : Pertemuan Pertama

 


Masalah yang terjadi saat fashion show, membuat semua orang yang bekerja di Wijaya Group mengira kalau Yuna adalah mata-mata dari GG dan yang sengaja merusak citra perusahaan di depan media yang meliput kegiatan penting mereka kali ini. Belum lagi soal perseteruan yang terjadi antara Yuna dan Bellina. Kedatangan Yeriko juga menimbulkan prasangka buruk semua orang terhadap Yuna.

 

Saat masuk kantor, Yuna mendapati tatapan aneh dari seluruh karyawan di kantornya. Semua orang seolah-olah tidak mengenalnya dan menatap dirinya seperti  seorang pelaku kriminal.

 

“Pagi, Pak!” sapa Yuna sambil tersenyum manis. Namun, karyawan yang ia sapa tidak merespon, justru membuang muka ke arah lain.

 

Yuna mencoba menyapa karyawan yang lain, tapi juga mendapat respon yang sama.

 

“Pengkhianat perusahaan,” celetuk salah seorang karyawan.

 

“Mata-mata GG,” sahut karyawan lainnya.

 

Yuna semakin tidak mengerti dengan apa yang terjadi hari ini.

 

“Ada apa ya?” batin Yuna dalam hati. Ia berusaha bersikap santai dan langsung masuk ke ruangannya. Ia merasa, hari ini tak seperti biasanya. Semua orang terasa sangat asing ketika memandang dirinya. Tak ada satu pun orang yang menyapanya dengan ramah seperti biasa.

 

Yuna duduk perlahan sambil mengedarkan pandangannya. “Cha, ada apa sih?” tanya Yuna berbisik sambil mendekatkan kursinya ke kursi Icha.

 

Icha tersenyum sambil menoleh ke arah Yuna. “Nggak ada apa-apa, kok. Emangnya kenapa?”

 

“Agak aneh aja. Nggak kayak biasanya,” tutur Yuna.

 

“Kamu belum baca berita?” tanya Icha.

 

“Berita apaan?”

 

Icha meraih ponsel dan menunjukkan berita tentang konferensi pers yang terjadi saat acara fashion show berlangsung.

 

Yuna langsung menyambar ponsel Icha begitu membaca headline yang tertulis di salah satu media online. Ada sebuah kalimat yang menggelitik dan memojokkan dirinya. Yuna juga membaca komentar buruk tentang dirinya yang dituduh sebagai mata-mata Galaxy Group.

 

“Gila, ini berita ngasal banget!” celetuk Yuna kesal. “Aku di sini cuma kerja. Nggak ada hubungannya sama perusahaan suamiku.”

 

“Aku tahu kamu. Kamu nggak mungkin jadi mata-mata perusahaan saingan. Tapi, semua karyawan sudah mencurigai kamu karena kamu adalah istri dari pemilik GG. Kalau boleh tahu, kenapa kamu milih kerja di sini? Bukan di perusahaan suami kamu?” tanya Icha lembut.

 

“Aku masuk ke sini karena rekomendasi dari universitas aku, Cha. Bukan karena keinginanku atau pun pengaruh dari suami. Jadi, aku sama sekali nggak ada hubungannya sama GG. Walau aku ... memang istri pemilik GG,” jawab Yuna lirih.

 

Sekalipun Yuna ingin mengelak kalau ia bukan mata-mata, tapi semua orang mengetahui kalau dia adalah istri Yeriko, pemilik perusahaan Galaxy Group. Memang tidak salah jika semua orang berprasangka buruk tentang kehadirannya di perusahaan lain.

 

Icha menghela napas. “Iya juga, sih. Kita ini kan sama-sama karyawan magang. Mmh ... tapi, nggak usah dipikirkan. Semua akan membaik dengan sendirinya. Aku percaya, kamu bukan mata-mata perusahaan,” tutur Icha sambil tersenyum ke arah Yuna.

 

“Kamu percaya sama aku?” tanya Yuna sambil menatap lekat ke arah gadis cantik berkacamata itu.”

 

Icha menganggukkan kepala.

 

“Makasih, ya!” Yuna langsung merangkul tubuh Icha dan tersenyum gembira. Ia sangat senang karena masih ada orang yang mempercayai dirinya.

 

Walau suasana terasa sangat canggung, namun Yuna tetap berusaha menjalankan pekerjaannya seperti biasa hingga sore hari.

 

“Cha, belum mau pulang?” tanya Yuna sambil menatap Icha yang masih sibuk berkutat dengan komputernya sementara jam pulang kerja sudah lebih dari lima belas menit.

 

“Belum, Yun. Aku masih banyak kerjaan. Kayaknya, aku harus lembur.”

 

“Mau ditemenin?” tanya Yuna.

 

“Nggak usah. Aku lembur bareng Juan dan yang lainnya juga, kok.”

 

“Oh, oke. Kalau gitu, aku balik duluan ya!” pamit Yuna.

 

Icha mengangguk. “Hati-hati ya!”

 

Yuna menganggukkan kepala dan langsung keluar dari ruang kerjanya.

 

“Cha, kenapa kamu masih baik aja sama dia?” tanya Juan saat Yuna sudah pergi.

 

“Emang kenapa? Ada yang salah sama dia?”

 

Juan menggelengkan kepala. “Dia itu cantik banget, sayangnya jadi mata-mata GG. Dia pasti mau bikin perusahaan ini bangkrut.”

 

“Dia nggak mungkin seperti itu,” sahut Icha. “Kamu sendiri tahu kalau dia cuma karyawan magang, sama kayak aku. Masuk ke sini juga karena rekomendasi dari universitasnya. Yuna, nggak akan sejahat itu sama kita.”

 

“Mmh ... bener juga sih,” tutur Juan sambil mengangguk-anggukkan kepala.

 

“Gimana design proyekmu? Udah kelar belum?” tanya Icha.

 

“Dikit lagi, Cha.”

 

“Revisian kemarin udah dibenerin?”

 

“Bentar, Cha. Kamu bawel banget, sih. Udah kayak Yuna aja!” sahut Juan.

 

“Hehehe. Kalo bisa cepet, aku nggak perlu lembur sampai malam kan?”

 

“Asal nggak minta revisi aja lagi. Harus pas tuh RAB-nya!” sahut Juan.

 

“Siap, Bos!”

 

“Eh, kenapa Yuna nggak ikut lembur?”

 

Icha mengedikkan bahunya. “Dia nggak megang proyek yang ini.”

 

“Oh, kirain lembur. Padahal, aku mau traktir dia makan malam,” tutur Juan.

 

“Halah, paling traktir nasi goreng doang!” sahut Icha. “Yuna udah biasa makan enak. Mana mau ditraktir sama cowok yang kantongnya pas-pasan kayak kamu.”

 

“Yee ... menghina banget! Kalo makan siang, kadang dia juga beli gado-gado di bulek seberang.”

 

“Hihihi.”

 

“Huft, Yuna itu udah cantik, baik, ramah, peduli sama semua orang, kaya raya tapi nggak sombong. Kapan aku bisa punya pasangan kayak dia ya?” gumam Juan.

 

“Hahaha. Sayangnya, cewek yang kayak gitu nggak ada yang mau sama kamu!” sahut Icha sambil tertawa lebar.

 

“Terus, cewek yang mau sama aku, yang gimana?” tanya Juan sambil menghampiri Icha dan menatap wajah gadis itu.

 

Icha mengedikkan bahunya.

 

“Mmh ….” Juan mengelus-elus dagunya sambil mengamati wajah Icha. “Kalau dilihat-lihat, kamu cantik juga, Cha.”

 

“Iya. Karena aku cewek kan?”

 

“Nggak gitu. Serius nih!”

 

“Aku juga serius!” dengus Icha. Ia kembali fokus menatap layar ponsel dan tidak menghiraukan Juan lagi.

 

“Ckckck. Kamu nih, dipuji malah ngambek,” celetuk Juan.

 

“Kamu sering ngatain aku jelek dan cupu. Kenapa tiba-tiba muji? Pasti karena ada maunya kan?” Icha melotot ke arah Juan.

 

“Iya sih, Cha. Aku mau kamu … jadi pacarku!” pinta Juan sambil cekikikan.

 

“Nggak lucu!” dengus Icha sambil mengangkat vas kecil yang ada di atas meja kerjanya dan bersiap melemparkan ke wajah Juan.

 

“Bercanda, Cha. Galak amat!” celetuk Juan.

 

“Buruan lanjutin kerjaanmu! Biar kita semua cepet pulang!” seru Icha sambil mendorong tubuh Juan kembali ke meja kerjanya.

 

“Iya, iya.” Juan langsung kembali ke meja kerjanya dan melanjutkan pekerjaan.

 

Tepat pukul 20.00 WIB, akhirnya pekerjaan selesai. Icha buru-buru merapikan mejanya dan bergegas keluar dari kantor. Icha langsung menuju parkiran dan menghampiri sepeda motornya. Hari sudah malam, ia ingin sampai ke rumah sesegera mungkin.

 

Icha terus melajukan sepeda motornya, membelah jalan malam yang mulai lengang. Baru setengah perjalanan, tiba-tiba Icha berhenti. Ia menepikan sepeda motornya sambil mengamati ban yang bocor.

 

“Astaga! Jam segini apa masih ada bengkel yang buka?” tanya Icha dengan mata berkaca-kaca. Ia mendorong sepeda motornya sambil celingukan mencari bengkel terdekat yang masih buka. Namun, waktu memang sudah malam dan ia tidak menemukan satu bengkel pun setelah mendorong sepeda motornya sejauh beberapa meter.

 

“Icha!!!! Melas banget sih nasibku!” seru Icha. Ia terduduk lemas di samping sepeda motornya karena kehabisan tenaga untuk mendorong motor. Juga rasa takut yang menghantuinya karena hari semakin malam.

 

Icha merogoh ponsel yang ada di dalam tas dan membuatnya terisak karena ponselnya kehabisan baterai. “Sial banget sih hari ini, udah kerja lembur. Ban motor pake acara bocor!” dengusnya kesal sambil mengusap air mata yang membasahi pipinya. Ia terus memeluk lututnya sendiri dan membenamkan wajah ke dalam lipatan lututnya selama beberapa saat.

 

Cahaya menyilaukan yang tiba-tiba menerpa tubuhnya, membuat Icha mengangkat kepala dan menoleh ke arah mobil Lamborghini yang berhenti tepat di belakang sepeda motornya.

 

Dari dalam mobil, keluar seorang pria bertubuh tinggi dengan pakaian santai. Hanya mengenakan kaos oblong dan celana jeans pendek. Icha sangat takut saat pria itu melangkah mendekatinya.

 

“Kenapa, Mbak?” tanya pria pemilik nama Lutfi Ananda Putra itu.

 

“Ya Tuhan … udah motor mogok, ketemu begal pula. Jangan-jangan … dia mau ambil motorku?” batin Icha ketakutan. Ia langsung bangkit dan kembali mendorong motor tanpa menghiraukan pria tersebut.

 

“Motornya mogok? Mau aku bantu?” tanya Lutfi. Ia ikut melangkahkan kakinya sambil mendorong bagian belakang motor Icha.

 

“Nggak usah!” sentak Icha. “Kamu … pasti begal yang suka ngambil motor orang kan?”

 

Lutfi tertawa kecil menanggapi ucapan Icha. “Apa ada begal yang naik Lamborghini?”

 

“Mmh …” Icha melirik ke atas. “Bener juga ya? Mana ada begal naik mobil mewah,” gumamnya. Ia menghentikan langkahnya, menurunkan standar motor dan berbalik menatap pria yang ada di belakangnya.

 

“Mau dibantu?” tanya Lutfi

 

Icha bergeming, wajahnya terlihat sangat murung. Ia langsung melepas kacamata dan menangis sejadi-jadinya.

 

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas