Masalah
yang terjadi saat fashion show, membuat semua orang yang bekerja di Wijaya
Group mengira kalau Yuna adalah mata-mata dari GG dan yang sengaja merusak
citra perusahaan di depan media yang meliput kegiatan penting mereka kali ini. Belum lagi soal perseteruan
yang terjadi antara Yuna dan Bellina. Kedatangan Yeriko juga menimbulkan
prasangka buruk semua orang terhadap Yuna.
Saat masuk kantor, Yuna mendapati tatapan aneh dari
seluruh karyawan di kantornya. Semua orang seolah-olah tidak mengenalnya dan
menatap dirinya seperti seorang pelaku kriminal.
“Pagi, Pak!” sapa Yuna sambil tersenyum manis. Namun,
karyawan yang ia sapa tidak merespon, justru membuang muka ke arah lain.
Yuna mencoba menyapa karyawan yang lain, tapi juga
mendapat respon yang sama.
“Pengkhianat perusahaan,” celetuk salah seorang karyawan.
“Mata-mata GG,” sahut karyawan lainnya.
Yuna semakin tidak mengerti dengan apa yang terjadi hari
ini.
“Ada apa ya?” batin Yuna dalam hati. Ia berusaha bersikap
santai dan langsung masuk ke ruangannya. Ia merasa, hari ini tak seperti
biasanya. Semua orang terasa sangat asing ketika memandang dirinya. Tak ada
satu pun orang yang menyapanya dengan ramah seperti biasa.
Yuna duduk perlahan sambil mengedarkan pandangannya.
“Cha, ada apa sih?” tanya Yuna berbisik sambil mendekatkan kursinya ke kursi
Icha.
Icha tersenyum sambil menoleh ke arah Yuna. “Nggak ada
apa-apa, kok. Emangnya kenapa?”
“Agak aneh aja. Nggak kayak biasanya,” tutur Yuna.
“Kamu belum baca berita?” tanya Icha.
“Berita apaan?”
Icha meraih ponsel dan menunjukkan berita tentang
konferensi pers yang terjadi saat acara fashion show berlangsung.
Yuna
langsung menyambar ponsel Icha begitu membaca headline yang tertulis di salah
satu media online. Ada sebuah kalimat yang menggelitik dan memojokkan dirinya.
Yuna juga membaca komentar buruk tentang dirinya yang dituduh sebagai mata-mata
Galaxy Group.
“Gila, ini berita ngasal banget!” celetuk Yuna kesal.
“Aku di sini cuma kerja. Nggak ada hubungannya sama perusahaan suamiku.”
“Aku tahu kamu. Kamu nggak mungkin jadi mata-mata
perusahaan saingan. Tapi, semua karyawan sudah mencurigai kamu karena kamu
adalah istri dari pemilik GG. Kalau boleh tahu, kenapa kamu milih kerja di
sini? Bukan di perusahaan suami kamu?” tanya Icha lembut.
“Aku masuk ke sini karena rekomendasi dari universitas
aku, Cha. Bukan karena keinginanku atau pun pengaruh dari suami. Jadi, aku sama
sekali nggak ada hubungannya sama GG. Walau aku ... memang istri pemilik GG,”
jawab Yuna lirih.
Sekalipun Yuna ingin mengelak kalau ia bukan mata-mata,
tapi semua orang mengetahui kalau dia adalah istri Yeriko, pemilik perusahaan
Galaxy Group. Memang tidak salah jika semua orang berprasangka buruk tentang
kehadirannya di perusahaan lain.
Icha menghela napas. “Iya juga, sih. Kita ini kan
sama-sama karyawan magang. Mmh ... tapi, nggak usah dipikirkan. Semua akan
membaik dengan sendirinya. Aku percaya, kamu bukan mata-mata perusahaan,” tutur
Icha sambil tersenyum ke arah Yuna.
“Kamu percaya sama aku?” tanya Yuna sambil menatap lekat
ke arah gadis cantik berkacamata itu.”
Icha menganggukkan kepala.
“Makasih, ya!” Yuna langsung merangkul tubuh Icha dan
tersenyum gembira. Ia sangat senang karena masih ada orang yang mempercayai
dirinya.
Walau suasana terasa sangat canggung, namun Yuna tetap
berusaha menjalankan pekerjaannya seperti biasa hingga sore hari.
“Cha, belum mau pulang?” tanya Yuna sambil menatap Icha
yang masih sibuk berkutat dengan komputernya sementara jam pulang kerja sudah
lebih dari lima belas menit.
“Belum, Yun. Aku masih banyak kerjaan. Kayaknya, aku
harus lembur.”
“Mau ditemenin?” tanya Yuna.
“Nggak usah. Aku lembur bareng Juan dan yang lainnya
juga, kok.”
“Oh, oke. Kalau gitu, aku balik duluan ya!” pamit Yuna.
Icha mengangguk. “Hati-hati ya!”
Yuna menganggukkan kepala dan langsung keluar dari ruang
kerjanya.
“Cha, kenapa kamu masih baik aja sama dia?” tanya Juan
saat Yuna sudah pergi.
“Emang kenapa? Ada yang salah sama dia?”
Juan menggelengkan kepala. “Dia itu cantik banget,
sayangnya jadi mata-mata GG. Dia pasti mau bikin perusahaan ini bangkrut.”
“Dia nggak mungkin seperti itu,” sahut Icha. “Kamu
sendiri tahu kalau dia cuma karyawan magang, sama kayak aku. Masuk ke sini juga
karena rekomendasi dari universitasnya. Yuna, nggak akan sejahat itu sama
kita.”
“Mmh ... bener juga sih,” tutur Juan sambil
mengangguk-anggukkan kepala.
“Gimana design proyekmu? Udah kelar belum?” tanya Icha.
“Dikit lagi, Cha.”
“Revisian kemarin udah dibenerin?”
“Bentar, Cha. Kamu bawel banget, sih. Udah kayak Yuna
aja!” sahut Juan.
“Hehehe. Kalo bisa cepet, aku nggak perlu lembur sampai
malam kan?”
“Asal nggak minta revisi aja lagi. Harus pas tuh
RAB-nya!” sahut Juan.
“Siap, Bos!”
“Eh, kenapa Yuna nggak ikut lembur?”
Icha mengedikkan bahunya. “Dia nggak megang proyek yang
ini.”
“Oh, kirain lembur. Padahal, aku mau traktir dia makan
malam,” tutur Juan.
“Halah, paling traktir nasi goreng doang!” sahut Icha.
“Yuna udah biasa makan enak. Mana mau ditraktir sama cowok yang kantongnya
pas-pasan kayak kamu.”
“Yee ... menghina banget! Kalo makan siang, kadang dia
juga beli gado-gado di bulek seberang.”
“Hihihi.”
“Huft, Yuna itu udah cantik, baik, ramah, peduli sama
semua orang, kaya raya tapi nggak sombong. Kapan aku bisa punya pasangan kayak
dia ya?” gumam Juan.
“Hahaha. Sayangnya, cewek yang kayak gitu nggak ada yang
mau sama kamu!” sahut Icha sambil tertawa lebar.
“Terus, cewek yang mau sama aku, yang gimana?” tanya Juan
sambil menghampiri Icha dan menatap wajah gadis itu.
Icha mengedikkan bahunya.
“Mmh ….” Juan mengelus-elus dagunya sambil mengamati
wajah Icha. “Kalau dilihat-lihat, kamu cantik juga, Cha.”
“Iya. Karena aku cewek kan?”
“Nggak gitu. Serius nih!”
“Aku juga serius!” dengus Icha. Ia kembali fokus menatap
layar ponsel dan tidak menghiraukan Juan lagi.
“Ckckck. Kamu nih, dipuji malah ngambek,” celetuk Juan.
“Kamu sering ngatain aku jelek dan cupu. Kenapa tiba-tiba
muji? Pasti karena ada maunya kan?” Icha melotot ke arah Juan.
“Iya sih, Cha. Aku mau kamu … jadi pacarku!” pinta Juan
sambil cekikikan.
“Nggak lucu!” dengus Icha sambil mengangkat vas kecil
yang ada di atas meja kerjanya dan bersiap melemparkan ke wajah Juan.
“Bercanda, Cha. Galak amat!” celetuk Juan.
“Buruan lanjutin kerjaanmu! Biar kita semua cepet
pulang!” seru Icha sambil mendorong tubuh Juan kembali ke meja kerjanya.
“Iya, iya.” Juan langsung kembali ke meja kerjanya dan
melanjutkan pekerjaan.
Tepat pukul 20.00 WIB, akhirnya pekerjaan selesai. Icha
buru-buru merapikan mejanya dan bergegas keluar dari kantor. Icha langsung
menuju parkiran dan menghampiri sepeda motornya. Hari sudah malam, ia ingin
sampai ke rumah sesegera mungkin.
Icha terus melajukan sepeda motornya, membelah jalan
malam yang mulai lengang. Baru setengah perjalanan, tiba-tiba Icha berhenti. Ia
menepikan sepeda motornya sambil mengamati ban yang bocor.
“Astaga! Jam segini apa masih ada bengkel yang buka?”
tanya Icha dengan mata berkaca-kaca. Ia mendorong sepeda motornya sambil
celingukan mencari bengkel terdekat yang masih buka. Namun, waktu memang sudah
malam dan ia tidak menemukan satu bengkel pun setelah mendorong sepeda motornya
sejauh beberapa meter.
“Icha!!!! Melas banget sih nasibku!” seru Icha. Ia
terduduk lemas di samping sepeda motornya karena kehabisan tenaga untuk
mendorong motor. Juga rasa takut yang menghantuinya karena hari semakin malam.
Icha merogoh ponsel yang ada di dalam tas dan membuatnya
terisak karena ponselnya kehabisan baterai. “Sial banget sih hari ini, udah
kerja lembur. Ban motor pake acara bocor!” dengusnya kesal sambil mengusap air
mata yang membasahi pipinya. Ia terus memeluk lututnya sendiri dan membenamkan
wajah ke dalam lipatan lututnya selama beberapa saat.
Cahaya menyilaukan yang tiba-tiba menerpa tubuhnya,
membuat Icha mengangkat kepala dan menoleh ke arah mobil Lamborghini yang
berhenti tepat di belakang sepeda motornya.
Dari dalam mobil, keluar seorang pria bertubuh tinggi
dengan pakaian santai. Hanya mengenakan kaos oblong dan celana jeans pendek.
Icha sangat takut saat pria itu melangkah mendekatinya.
“Kenapa, Mbak?” tanya pria pemilik nama Lutfi Ananda
Putra itu.
“Ya Tuhan … udah motor mogok, ketemu begal pula.
Jangan-jangan … dia mau ambil motorku?” batin Icha ketakutan. Ia langsung
bangkit dan kembali mendorong motor tanpa menghiraukan pria tersebut.
“Motornya mogok? Mau aku bantu?” tanya Lutfi. Ia ikut
melangkahkan kakinya sambil mendorong bagian belakang motor Icha.
“Nggak usah!” sentak Icha. “Kamu … pasti begal yang suka
ngambil motor orang kan?”
Lutfi tertawa kecil menanggapi ucapan Icha. “Apa ada
begal yang naik Lamborghini?”
“Mmh …” Icha melirik ke atas. “Bener juga ya? Mana ada
begal naik mobil mewah,” gumamnya. Ia menghentikan langkahnya, menurunkan
standar motor dan berbalik menatap pria yang ada di belakangnya.
“Mau dibantu?” tanya Lutfi
Icha bergeming, wajahnya terlihat sangat murung. Ia
langsung melepas kacamata dan menangis sejadi-jadinya.
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment