Yuna
sangat kesal karena ia tiba-tiba dituduh mencuri tanpa bukti. Ia terus mengomel
sambil berjalan keluar dari ruang make-up.
“Yuna,
kenapa?” tanya Lian yang kebetulan berpapasan dengan Yuna. “Ada masalah lagi?”
“Ada
orang yang lagi cari masalah lagi,” sahut Yuna sambil melirik ke arah Bellina
yang berdiri di samping Lian.
“Ada
masalah apa lagi?” tanya Lian.
“Nggak
tahu tuh orang di dalam. Main nuduh-nuduh sembarangan aja! Mentang-mentang aku
yang paling lama di ruangan itu. Terus, seenaknya aja nuduh aku maling
anting-anting,” jelas Yuna kesal.
“Siapa
yang nuduh kamu?” tanya Lian.
“Asistennya
Anna Diana itu,” jawab Yuna ketus.
Lian
langsung melangkah masuk ke pintu ruang rias, namun Bellina mencegahnya.
“Kenapa?”
tanya Lian sambil menatap Bellina.
“Kita
nggak usah ikut campur. Yuna pasti bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Iya
kan, Yuna?” Bellina tersenyum manis ke arah Yuna.
Yuna
mengedip perlahan sambil mengerutkan bibirnya. Melihat sikap Yuna, ia merasa
kalau ada yang tidak beres dengan masalahnya kali ini. Tapi, ia tak bisa
menuduh Bellina begitu saja tanpa bukti. Ia harus benar-benar menyelidiki,
siapa sebenarnya dalang di balik keonaran ini.
Yuna
melangkah menghampiri Rio yang sedang merapikan kabel di sisi panggung.
“Rio
...!” panggil Yuna.
“Eh,
Mbak Yuna? Kenapa Mbak? Ada lampu yang perlu diganti lagi?” tanya Rio.
Yuna
menggelengkan kepala. “Aku ada sedikit masalah.”
“Masalah
apa lagi?”
“Tadi
kan, kita berdua ada di dalam ruang rias sebelum yang lain masuk. Anting-anting
Anna ngilang.”
“Terus?
Maksud Mbak Yuna mau nuduh aku?”
“Sst
...!” Yuna meletakkan jari telunjuk di bibirnya. “Aku nggak bermaksud begitu,”
ucap Yuna berbisik. “Mereka nuduh aku yang nyuri anting-anting itu.”
“Hah!?
Kok, bisa?”
“Mungkin
karena aku terlalu lama istirahat di ruangan itu. Padahal, banyak orang keluar
masuk di dalam ruangan itu. Nggak tahu kenapa, asistennya Anna langsung nuduh
aku gitu aja.”
“Terus?”
“Kamu
bisa bantu aku?” tanya Yuna.
“Bantu
gimana?”
Yuna
menjelaskan apa yang harus dilakukan Rio.
Rio
mengangguk-anggukkan kepala.
“Gimana?
Bisa?”
“Bisa,
Mbak. Kalau kayak gitu mah gampang aja.”
“Sip!”
Yuna mengangkat jari jempolnya. “Makasih ya, sebelumnya!” Ia tersenyum dan
bergegas pergi.
Yuna
menghentikan langkahnya saat ponselnya tiba-tiba berdering. Ia langsung
mengambil ponsel dari saku dan menjawab panggilan telepon dari suaminya.
“Halo
...!” sapa Yuna.
“Halo,
gimana masalah kamu? Udah kelar?”
“Yang
tadi pagi udah kelar. Sekarang, ada lagi masalah baru. Ngeselin banget kan?”
“Masalah
apa lagi?”
“Masa
aku dituduh nyuri anting-antingnya salah satu model. Emangnya aku kelihatan
kayak maling apa ya?”
“Apa?
Ini sih udah parah banget. Aku suruh Riyan ke sana. Nanti, aku jemput kamu”
“Eh!?
Buat apa Riyan ke sini? Halo ... halo ...? Main matiin telepon aja!”
Yuna
mendesah sambil memasukkan ponsel ke dalam sakunya. Ia mengedarkan pandangannya
sambil mengamati sesuatu. Beberapa desainer terkenal akan hadir di acara
tersebut untuk memperlihatkan karya-karya terbaiknya.
“Yun,
kamu nggak papa?” tanya Juan. “Aku denger ...”
“Nggak
papa,” jawab Yuna.
“Beneran?”
Yuna
mengangguk.
“Ada
yang bisa aku bantu?”
“Kamu
bantu Rio aja!”
“Oke.”
Juan bergegas meninggalkan Yuna dan mencari sosok Juan.
Yuna
tersenyum menatap tubuh Juan yang mulai menjauh.
“Hei,
apa kabar?” Seseorang menepuk bahu Yuna.
Yuna
berbalik. “Hei, Selma?” Yuna langsung memeluk tubuh Selma. “Apa kabar?”
“Baik.”
“Kamu
di sini juga?”
“Lihat-lihat
aja. Karena kerjaan di kantor lumayan banyak. Lama nggak ketemu semenjak kamu
pindah kantor. Makin cantik aja,” tutur Selma.
“Ah,
kamu bisa aja!” sahut Yuna. Mereka berbincang selama beberapa saat.
“Nyonya
Muda ...!” Suara Riyan mengagetkan Yuna.
“Riyan?
Cepet banget sampe di sini?” Yuna mengernyitkan dahinya. Ia tertegun melihat
beberapa bodyguard yang datang bersama Riyan.
“Pak
Bos yang nyuruh saya ke sini untuk membantu Nyonya Muda menyelidiki masalah
...”
“Sst
...!” Yuna mengedarkan pandangannya. “Ikut aku!” perintah Yuna. Ia bergegas
mengantar Riyan untuk bertemu dengan Rio dan Juan.
“Gimana
hasilnya?” tanya Yuna pada Rio.
Rio
dan Juan bengong saat melihat Riyan bersama dengan beberapa pengawalnya.
“Eh,
ini Riyan. Asisten pribadi suamiku,” jelas Yuna memperkenalkan Riyan. “Kalian
bertiga bisa bekerja sama untuk melakukan penyelidikan ini.”
“Oh.”
Juan dan Rio mengangguk-anggukkan kepala.
“Belum
ada hasilnya?”
“Aku
udah copy rekaman CCTV di gedung ini. Lihat!” Rio menyodorkan laptopnya ke
hadapan Yuna. “Nggak semua ruangan bisa terekam CCTV dengan baik. Tapi ...
orang ini lumayan mencurigakan.”
Yuna
dan Riyan memerhatikan video tersebut. Mereka saling pandang.
“Biar
saya yang selesaikan, Nyonya!”
Yuna
mengangguk. “Aku percaya sama kalian. Masih banyak hal yang harus aku urus.”
“Iya,”
jawab ketiga cowok itu serempak.
Yuna
tersenyum dan bergegas pergi.
Acara
fashion show segera dimulai, beberapa orang masih membicarakan Yuna dan menatap
aneh ke arahnya. Namun, Yuna tidak peduli dengan tatapan semua orang.
Usai
berjalan di atas catwalk, Anna langsung kembali ke ruang make-up dan mulai
mengamuk karena asistennya telah menghilangkan anting-anting mahal yang baru
saja dibelinya.
“Kamu
gimana sih? Kenapa bisa hilang?” tanya Anna.
“Aku
juga nggak tahu, Mbak. Anting itu tiba-tiba hilang gitu aja. Kayaknya, ada yang
sengaja ambil anting-anting itu karena harganya mahal.”
“Kamu
udah tahu siapa pelakunya?”
“Siapa
lagi kalau bukan cewek miskin yang pura-pura kayak itu,” sahut Lili,
“Siapa?”
tanya Anna.
“Ayuna.”
“Ayuna?”
Anna mengernyitkan dahinya. Kemudian menatap asisten pribadinya. “Mana
orangnya? Kamu bawa dia ke sini sekarang juga!”
Asisten
Anna langsung menganggukkan kepala dan bergegas mencari Yuna.
“Mbak,
bos aku ngamuk-ngamuk di ruang rias,” tutur Asisten Anna sambil menghampiri
Yuna.
“Ngamuk
kenapa?”
“Antingnya
belum ketemu juga sampai sekarang. Kamu harus bertanggung jawab!”
Yuna
memutar bola mata dan bergegas menuju ruang ganti.
Lian
yang melihat Yuna terburu-buru masuk ke ruang ganti, langsung bangkit dan
mengikuti Yuna.
“Mau
ke mana?” tanya Bellina menahan lengan Lian.
“Kayaknya
ada masalah di ruang rias,” jawab Lian. Ia menarik tangan Bellina untuk
mengikutinya. Bellina terpaksa mengikuti langkah Lian. Ia semakin kesal karena
Lian begitu cepat merespon gerak-gerik Yuna.
“Oh
... kamu yang namanya Ayuna?” tanya Anna sambil mendekatkan tubuhnya dan
menatap Yuna angkuh.
Yuna
menganggukkan kepala. “Kenapa?” tanya Yuna balik.
“Mana
anting-antingku?” tanya Anna sambil menengadahkan tangannya ke hadapan Yuna.
“Anting
apaan!?” Yuna mengernyitkan dahi.
“Halah,
ngaku aja deh!” Anna langsung mendorong tubuh Yuna ke dinding. “Kamu kan yang
ambil antingku?”
Yuna
tersenyum sinis. “Aku sama sekali nggak tertarik sama anting murahan kamu itu!”
sahut Yuna.
“Apa
kamu bilang? Anting itu mahal. Baru aja aku beli dan harganya delapan jutaan.”
“Cuma
delapan juta. Ntar aku beliin sepuluh biji buat kamu!” dengus Yuna.
Anna
semakin melebarkan matanya. “Kamu!? Sombong banget sih? Kamu pikir kamu siapa?”
“Omong
doang!” sahut Lili. “Dianya sendiri aja nggak pakai perhiasan sama sekali.”
“Lili,
kalau aku pakai perhiasanku. Aku takutnya kamu jantungan lihatnya. Soalnya,
satu perhiasanku bisa ditukar sama Lamborghini,” sahut Yuna sambil tersenyum
sinis.
“Mana
buktinya?” sahut Sofi.
“Halah,
nggak usah berdalih macam-macam!” sentak Anna. “Maling nggak ada yang mau
ngaku. Balikin antingku sekarang juga atau aku bakal laporin ke polisi!”
“Laporin
aja! Aku nggak takut,” sahut Yuna.
“Kamu!?
Beneran nggak takut?”
Yuna
menganggukkan kepala. “Kamu nggak punya bukti kalau aku yang ambil anting kamu.
Laporin aja!”
“Kamu
ini bener-bener ngeselin, ya!” Anna geram dengan respon Yuna yang sangat
santai. Ia langsung menarik rambut Yuna.
“Aw
...!” Yuna berusaha menahan rambutnya agar tidak tertarik begitu jauh.
“Ada
apa ini?” Lian langsung menepis tangan Anna. “Jangan kasar sama karyawan saya!”
sentak Lian.
“Oh,
ini karyawan Pak Lian? Dia udah nyuri anting-antingku! Anting itu mahal
harganya dan dia nggak mau ngaku kalau udah ambil antingku.”
“Kamu
jangan nuduh tanpa bukti!” sahut Yuna.
“Kamu
punya bukti buat nuduh Yuna?” tanya Lian.
“Nggak
punya. Tapi, semua orang bilang kalau Yuna yang udah ambil antingku. Kita nggak
usah ikut campur, deh!” pinta Bellina.
“Tapi
...”
Bellina
langsung menyeret Lian keluar dari ruang rias. Ia tidak ingin Lian membantu
Yuna.
“Bel,
Yuna itu karyawan aku. Aku wajib buat ngelindungi dia.”
“Dia
pasti bisa nyelesaikan masalahnya sendiri. Yuna bukan cewek bodoh. Kalau dia
emang beneran salah, bukannya kita udah melindungi orang yang sedang melakukan
kriminal? Aku nggak mau kamu terlibat dalam masalah mereka.”
Lian
menarik napas dalam-dalam dan mengikuti ucapan Bellina. Walau dalam hatinya,
ingin sekali bisa menjadi pahlawan bagi Yuna.
((
Bersambung ... ))
Terima kasih
sudah baca Perfect Hero sampai di sini. Jangan lupa kasih star vote biar aku
makin semangat update cerita terbarunya. Thank you so much yang udah ngasih
hadiah. I Love you ...
Much Love,
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment