“Aku
kesel banget sama Yuna, gimana caranya kita balas dendam sama dia?” celetuk
Lili.
“Eh,
gimana kalau kita manfaatin dia?” tutur Sofi sambil menatap pria feminin yang
melintas di depannya.
Lili
tersenyum dan langsung memanggil pria feminim itu. “Sari!” panggilnya.
“Eh,
Lili? Kenapa?” tanya Sari melambai.
“Kamu
tadi ngobrol sama Yuna?” tanya Sofi.
“Mbak
Yuna, penanggung jawab acara ini?”
Lili
menganggukkan kepala. “Ngobrolin apaan sama dia?”
“Huh!?”
Sari mencebik. “Dia itu ngeselin banget! Padahal, eike cuma minta ganti lampu
ruang make-up. Lampunya tuh redup banget. Eike mau tes-tes make-up dulu. Eh,
malah dikatain nggak profesional.”
“Iih
... dia ngeselin banget kan?” tutur Lili mencoba mempengaruhi Sari agar semakin
membenci Yuna.
Sari
menganggukkan kepala.
“Kita
juga kesel banget sama dia. Dia itu sombong dan suka ngehina orang lain. Pengen
banget bisa ngasih dia pelajaran.”
“Emangnya
dia ngapain kalian?”
“Kita
kerja satu perusahaan. Udah tahu banget sifatnya dia kayak gimana. Suka
semena-mena sama karyawan lain.”
“Serius?”
tanya Sari.
Lili
dan Sofi menganggukkan kepala.
“Kamu
mau bantu kita?” Lili.
“Bantu
apa?” tanya Sari.
Lili
membisikkan rencananya ke telinga Sari.
Sari
tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepala.
“Gimana?
Bisa?”
“Gampang!”
sahut Sari sambil mengacungkan jempolnya.
Lili
dan Sofi saling pandang sambil tersenyum penuh kemenangan.
Sari
tersenyum, ia melangkah memasuki ruang make-up. Ia mendapati Yuna sedang
mengganti lampu make-up dan mengatur beberapa meja.
“Hai,
Mbak Yuna!” sapa Sari sambil tersenyum.
“Hai
...!” balas Yuna sambil menoleh sejenak ke arah Sari.
“Lagi
ganti lampu ya?” tanya Sari.
Yuna
menganggukkan kepala.
“Gimana?
Kayak gini udah terang?” tanya Rio, salah satu tim bagian lighting.
“Mmh
... “ Sari mengetuk dagu sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
Rio
menghela napas. Ia mengemas kotak peralatannya dan bergegas keluar dari ruang
make-up.
Yuna
merasa sangat lega. Ia duduk di kursi sambil bermain ponsel untuk menenangkan
dirinya.
“Mbak
Yuna cantik banget. Mau eike test make-up?” tanya Sari.
Yuna
mengernyitkan dahi. Ia langsung menatap Sari dan menggelengkan kepala.
“Beneran,
nggak mau jadi lebih cantik dari tangan lentik eike ini?” tanya Sari sambil
memainkan matanya.
Yuna
menggelengkan kepala. Ia justru risih dengan sikap Sari.
“Hmm
... ya udah, deh kalo gitu. Eike keluar dulu. Di sini panas banget!” tutur Sari
sambil berlalu pergi dari ruangan tersebut.
Yuna
mengernyitkan dahi sambil melirik ke arah AC yang ada di dalam ruangan
tersebut. Ia mengambil remote AC dan mengecek suhu ruangan tersebut. “Udah
sedingin ini masih kepanasan? Sinting memang tuh orang,” celetuk Yuna sambil
meletakkan kembali remote AC ke atas meja.
Beberapa
model dan make-up artist terlihat keluar masuk ruangan. Namun, Yuna sama sekali
tidak tertarik untuk menyapa mereka. Ia terus duduk di pojok ruangan sambil
memainkan ponselnya.
“Astaga!
Anting-antingnya bos aku mana ya?” teriak salah satu asisten model, membuat
gempar semua orang yang ada di ruang make-up.
“Anting-anting
apaan?” tanya salah seorang model yang juga ada di ruangan tersebut.
“Anting-anting,
Anna baru beli anting-anting baru dan harganya mahal banget. Aku bisa dipecat
kalau sampai anting itu hilang.” Asisten model tersebut terlihat sibuk mencari
anting-anting di salah satu tas yang ada di atas meja rias.
“Coba
cari lagi! Mungkin keselip,” tutur salah satu model yang ada di dalam ruangan
tersebut. Semua orang yang ada di dalam ruangan tersebut langsung mencari
keberadaan anting-anting yang dimaksud oleh asisten Anna.
“Eh,
kamu dari tadi duduk di sini kan? Pasti kamu yang ngambil anting-antingnya
Anna, kan?” Asisten Anna langsung menuduh Yuna yang sedang duduk santai di
sudut ruangan.
“Apa-apaan
ini!?” Yuna langsung menengadahkan kepala menatap pria muda yang ada di
hadapannya itu. “Main tuduh sembarangan!” sentaknya kesal.
“Kamu
dari tadi selalu ada di dalam ruangan ini. Tadi, anting itu masih ada di dalam
kotak perhiasan Anna. Kenapa bisa tiba-tiba ngilang? Pasti kamu yang ambil,
kan?”
“Jangan
nuduh sembarangan tanpa bukti ya!” sentak Yuna kesal. “Lagian, cuma
anting-anting doang. Tinggal beli aja lagi!”
“Siapa
lagi kalau bukan kamu? Kamu yang dari tadi nggak ada keluar dari ruangan ini.
Asal kamu tahu ya, anting-anting itu harganya mahal banget. Kamu nggak bakal
bisa gantiin anting itu!”
“Ada
apa ini? Kok, rame-rame?” tanya Lili dan Sofi yang baru saja masuk ke dalam
ruangan.
“Ini
nih, dia udah ambil anting-antingnya Anna.” Asisten Anna langsung menunjuk
wajah Yuna.
Yuna
langsung menepis tangan Asisten Anna. “Jangan nuduh tanpa bukti ya! Cuma
anting-anting doang. Aku bisa beli seratus biji!” sahut Yuna kesal.
“Heh!?
Asal kamu tahu, ya! Anting-anting itu mahal banget harganya!”
“Oh
ya? Beneran mahal? Emang berapa harganya?” tanya Lili sambil menatap Asisten
Anna.
“Delapan
juta!” seru Asisten Anna. “Aku bisa dipecat kalau sampai anting-anting itu
hilang!” rengeknya kesal.
“Gila!
Mahal banget!?” Lili membelalakkan matanya sambil menatap asisten Anna.
“Eh,
kamu ngaku aja deh! Pasti kamu kan yang udah ngambil anting-antingnya? Orang
miskin kayak kamu, pasti bisanya cuma nyuri barang orang!”
“Nggak
udah menuduh tanpa bukti! Mana buktinya kalau aku ambil anting itu?” tanya Yuna
menantang.
“Idih,
mana ada maling mau ngaku. Dia pasti udah nyembunyiin barangnya,” sahut Sofi.
Yuna
menghela napas. “Nggak ada bukti kalau aku yang ambil anting-anting itu!” sahut
Yuna. “Lagian, itu anting harganya nggak seberapa. Aku bisa beli sepuluh biji
sekaligus!”
“Gila,
sombong banget sih kamu!?” dengus Asisten Anna. “Emangnya kamu sekaya apa sih?”
tanyanya mencibir.
Yuna
tersenyum sinis. “Aku? Dududu ... kamu nanyain kekayaanku? Ntar kamu jantungan
dengernya.”
“Halah,
dia itu cuma pura-pura kaya aja. Aslinya, dia nggak punya apa-apa. Nggak punya
rumah, nggak punya usaha yang bagus. Ayahnya juga lagi sakit di rumah sakit dan
perlu biaya yang banyak. Pasti dia udah kehabisan duit buat nipu orang lain.
Makanya, sekarang jadi pencuri buat bayarin biaya rumah sakit ayahnya itu,”
cerocos Lili.
Yuna
langsung menatap tajam ke arah Lili. “Heh!? Kamu nggak usah bawa-bawa ayah aku
ya! Kamu boleh benci sama aku, tapi jangan bawa-bawa ayah aku!” sentak Yuna.
Lili
tersenyum sinis ke arah Yuna. “Kalau gitu, kamu ngaku aja!”
“Aku
nggak akan pernah ngakuin kesalahan yang nggak pernah aku buat!” sahut Yuna
bersikeras.
“Coba
cek aja tasnya dia!” Sofi melirik tas tangan Yuna.
“Lihat
aja!” Yuna menyodorkan tas kecil miliknya ke hadapan Sofi.
Sofi
langsung merebut tas milik Yuna dan memeriksa isi tas tersebut. Tas Yuna hanya
berisi dompet miliknya.
“Ada,
nggak?” tanya Lili.
Sofi
menggelengkan kepala. Ia membalik posisi tas Yuna dan menggoyang-goyangkannya.
Asisten
Anna tertegun menatap tas dan dompet milik Yuna. Ia mengetahui kalau tas tangan
milik Yuna harganya lebih dari setengah milyar. Ia langsung menoleh ke arah
Yuna dan memerhatikan semua barang branded yang melekat di tubuh Yuna.
“Nggak
ada, kan?” tanya Yuna sambil merebut tasnya kembali. “Aku sama sekali nggak
berminat ngambil anting murahan kayak gitu!” Yuna makin kesal dengan sikap Lili
dan Sofi yang membuatnya tersudut seorang diri.
“Kamu
penanggung jawab acara ini juga kan? Setidaknya, kamu bisa menyelidiki dan
menangkap pelakunya kalau memang bukan kamu pelakunya!” tutur Asisten Anna.
“Oke.
Aku bakal buktiin ke kalian semua kalau bukan aku yang ambil anting-anting
itu!” sentak Yuna sambil berlalu pergi meninggalkan ruangan.
“Dia
siapa sih? Kok, kelihatannya kaya banget?” bisik salah satu model dengan model
lainnya.
Yang
ditanya langsung mengedikkan bahu. “Yang aku tahu, dia penanggung jawab acara
ini.”
“Bukannya
ini perusahaan Pak Lian? Istrinya Pak Lian aja nggak pakai barang branded
semahal itu.”
“Emangnya
itu asli?”
“Asli.
Apa kamu kira aku nggak bisa bedain barang kw dan asli?”
“Iya
juga, sih. Katanya sih dia cuma karyawan biasa. Kenapa bisa pakai barang
branded? Kamu lihat, sepatunya dia itu kan limited edition. Cuma ada lima biji
di dunia ini. Kenapa dia bisa punya?”
“Pasti
dia bukan orang sembarangan.”
Semua
model yang ada di ruangan itu mulai membicarakan Yuna. Mereka sangat menyukai
barang branded dan mengetahui kalau Yuna mengenakan barang-barang mahal.
((
Bersambung ... ))
Terima kasih
sudah baca Perfect Hero sampai di sini. Jangan lupa kasih star vote biar aku
makin semangat update cerita terbarunya. Thank you so much yang udah ngasih
hadiah. I Love you ...
Much Love,
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment