“Sayang, sibuk ya?” tanya Yuna sambil memeluk Yeriko dari belakang.
“Lumayan. Kenapa?” tanya Yeriko sambil menatap laptop di ruang kerjanya.
“Nggak papa. Aku tidur duluan ya!”
Yeriko menganggukkan kepala. Ia memutar kursi dan menarik Yuna ke
pangkuannya. “Cium dulu!” pintanya.
Yuna tersenyum kecil dan langsung mengecup bibir Yeriko. Ia bangkit dari
pangkuan Yeriko dan langsung bergegas pergi. “Jangan lupa diminum kopi
jahenya!” seru Yuna sambil membuka pintu ruang kerja Yeriko.
“Iya, Sayangku.
Thank you so much,” sahut Yeriko.
Yuna tersenyum. Ia melangkah pergi menuju kamarnya.
Yuna langsung berbaring di tempat tidur sambil membuka ponselnya. Ia
mendapati Jheni yang sudah meneleponnya beberapa kali. Tanpa pikir panjang, ia
menelepon Jheni.
“Halo ...!” sapa Jheni begitu panggilan telepon Yuna tersambung. “Kamu ke
mana aja sih, Yun? Aku telepon nggak diangkat-angkat.”
“Aku di ruang sebelah. Abis ngantar kopi buat suami aku.”
“Suami kamu masih kerja aja malam-malam gini?”
“He-em.” Yuna menganggukkan kepala.
“Pekerja keras memang,” celetuk Jheni.
“Iya. Biar bisa beli berlian. Hahaha.”
“Huft, enak banget jadi istri orang kaya ya? Beliin berlian mulu.”
“Yah, ada enaknya ... ada nggaknya juga. Kadang, aku khawatir sama dia
kalau kerjanya sampai larut malam. Dia sering banget nggak tidur. Aku bingung,
badannya dia itu terbuat dari apa ya?”
“Kayak robot. Hati-hati loh, walau kerja keras, tetap harus jaga kesehatan.
Kamu, sebagai istrinya harus ngasih banyak perhatian ke dia! Kasih makanan
bergizi. Biar nggak gampang sakit!”
“Siap, Bos! Kamu nelpon aku cuma mau nyeramahin aku doang?” tanya Yuna.
“Hehehe. Nggak sih. Ada yang mau aku ceritain ke kamu.”
“Apa?”
“Tadi sore, Amara dateng ke rumah sakit buat pamer hubungannya dia sama
selingkuhannya itu. Ternyata, mereka malah udah nikah.”
“Terus, terus!?”
“Aku berantem sama Amara. Abisnya, dia datang cuma bikin Chandra makin
sedih aja. Dia yang bikin Chandra kecelakaan. Eh, masih aja manas-manasin
Chandra. Kalau Chandra bunuh diri gimana coba?”
“Iih ... kamu nih serem banget sih ngomongnya? Nggak mungkin Chandra bunuh
diri. Dia nggak sebodoh itu.”
“Yes, I see. Eh, waktu si Amara pergi, Chandra meluk aku!” teriak Jheni.
Yuna langsung menjauhkan ponsel dari telinganya. “Bisa nggak kalau nggak
teriak? Telingaku sakit, tahu!” dengus Yuna kesal.
“Hehehe. Abisnya aku terlalu senang.”
“Kok, bisa si Chandra meluk kamu? Gimana ceritanya?”
Jheni langsung menceritakan semua detil kejadiannya sejak ia sampai di
rumah sakit sampai pulang ke rumah.
“Ciyee ... seharian bareng Chandra mulu nih?” goda Yuna.
“Iya,” jawab Jheni ceria.
“Kenapa nggak kamu gunain kesempatan itu buat nyatain perasaan kamu?” tanya
Yuna.
“Idih ... gila! Masa aku yang nyatain cinta duluan? Lagian, situasinya lagi
panas gitu. Kalo aku nyatain perasaanku, bakal ditolak mentah-mentah sama
Chandra.”
“Mmh ... gitu ya?”
“Iya, Yun. Kamu bayangin aja!
Bayangin!”
“Bayangin apaan?”
“Terserah! Yang
penting bayangin aja dulu!” sahut Jheni sambil tertawa.
“Iih ... serius
Jhen!” seru Yuna. “Aku penasaran sama hubungan kalian berdua.”
“Penasaran kenapa?”
“Kira-kira, si Chandra ada rasa juga nggak ya sama kamu?”
“Nggak tau juga, sih.” Suara Jheni terdengar sangat lirih. “Aku sih,
berharapnya dia ada rasa juga sama aku. Tapi ...”
“Mmh ... saat ini masih asyik berteman. Aku takut dia nggak suka sama aku,
Yun. Aku nggak pede jadi pasangannya dia.”
“Nggak pede gimana?”
“Iih ... kamu lihat sendiri kalau dia itu ganteng, putih, tinggi, cool,
baik hati, lembut ... haduh, pokoknya dia itu cowok paling perfect di dunia
ini. Aku ngerasa nggak pantes aja ada di samping dia. Bagai pungguk merindukan
bulan.”
“Ah, kamu aja yang berpikir terlalu jauh. Aku juga awalnya begitu sama
Yeriko. Selalu ngerasa nggak percaya diri. Kalau di deket dia, sering malu-malu
kucing.”
“Kalau sekarang?”
“Malu-maluin. Hahaha.” Yuna tergelak. Ia dan Jheni asyik berbicara lewat
telepon hingga larut malam.
“Belum tidur?” tanya Yeriko saat masuk ke dalam kamar.
“Belum,” jawab Yuna santai. “Eh, aku tutup teleponnya ya!” pamit Yuna pada
Jheni. “Suamiku udah masuk kamar nih.”
“Hmm ... oke. Selamat bercinta!”
“Idih, apa-apaan sih!?”
Jheni langsung mematikan sambungan teleponnya.
“Teleponan sama siapa?” tanya Yeriko sambil berbaring di samping Yuna.
“Jheni,” jawab Yuna sambil meletakkan ponselnya ke atas meja. “Kerjaan kamu
baru selesai?”
Yeriko menganggukkan kepala.
Yuna langsung memeluk tubuh Yeriko. “Apa kamu nggak bisa lebih banyak
istirahat daripada kerja?” tanya Yuna. “Aku perhatikan, beberapa hari terakhir
ini kamu sibuk banget. Kalau nggak pulang kerja sampai malam, lembur di rumah
sampai larut malam juga.”
Yeriko tersenyum sambil mengelus lembut pundak Yuna. “Kerjaan lagi padet
banget. Banyak hal yang harus aku urus. Nanti, kalau udah kelar semua, pasti
banyak waktu buat istirahat.”
Yuna tersenyum. Ia membenamkan wajahnya di dada Yeriko dan langsung
tertidur pulas.
Keesokan harinya ...
Yuna dibuat heboh dan panik saat Manager proyek meneleponnya dan meminta
pertanggung-jawaban Yuna atas kegiatan Fashion Show yang diselenggarakan oleh
perusahaan tempat ia bekerja. Selain sebagai sponsor, ia juga ikut bertanggung
jawab pada beberapa hal.
“Kamu kenapa?” tanya Yeriko saat sarapan pagi dan mendapati istrinya
terburu-buru.
“Ada masalah sama persiapan acara Fashion Show. Aku berangkat duluan pakai
taksi.” Yuna langsung berlari sambil mencomot satu potong roti bakar buatan
Bibi War.
“Eh!?” Yeriko mengerutkan dahi melihat sikap istrinya. “Bukannya aku juga
bisa antar kamu?” gumamnya sambil menggelengkan kepala. Namun, Yeriko tak
mengejar Yuna dan tetap melanjutkan sarapannya.
Yuna sudah memesan taksi online. Ia langsung menuju ke venue. Di sana, ada
Bellina dan Lili yang juga membantu persiapan acara fashion show.
Yuna terkejut saat baru keluar dari taksi dan langsung ditodong microphone
oleh beberapa wartawan. Semua orang langsung mengajukan banyak pertanyaan pada
Yuna dan ia tidak bisa memberikan jawaban.
“Nanti ya, Mbak, Mas!” jawab Yuna tenang. “Kami akan lakukan konferensi
pers setelah semuanya jelas,” tutur Yuna sambil tersenyum manis.
“Tapi, Mbak ... apakah Mbak tidak mengetahui ...?” Beberapa wartawan tetap
saja mengajukan pertanyaan tanpa henti.
Yuna makin bingung. Salah seorang security yang melihat kejadian ini,
langsung menyelamatkan Yuna dan mengawalnya sampai masuk ke dalam gedung salah
satu mall yang akan menjadi tempat fashion show berlangsung.
“Yuna! Kenapa baru dateng? Di sini sudah heboh dari semalam!” sentak Lian.
Yuna menarik napas dalam-dalam. “Sorry ...!”
“Kata Citra, semalam dia nelpon kamu dan hp kamu nggak aktif? Kamu tahu
nggak kalau acara ini penting banget? Mereka sampai nggak tidur demi acara ini
dan malah kacau kayak gini.”
“Hp-ku kehabisan baterai semalam. Aku udah tidur,” jawab Yuna santai. Ia
langsung mengumpulkan beberapa panitia penyelenggara dan melakukan meeting
dadakan.
Yuna mencari solusi terbaik. Ia bahkan mengeluarkan uang pribadi untuk
menyelesaikan masalah persiapan fashion show.
“Gimana dengan wartawan yang udah nunggu di luar?” tanya salah satu
panitia.
“Bilang aja ke mereka kalau itu cuma rumor. Semua akan berjalan baik-baik
aja. Ini murni kecelakaan. Pekerja yang terluka sudah ditangani dengan baik
kan?”
“Iya. Cuma luka ringan. Nggak ada masalah.”
“Oke. Satu jam lagi, property yang baru akan datang. Pastikan semuanya aman
saat dipasang sampai acara selesai!”
Semua panitia menganggukkan kepala.
Yuna menarik napas lega. Kecelakaan yang terjadi secara tiba-tiba memang di
luar dugaan. Banyak hal yang sudah dipersiapkan sangat matang dan tetap saja
terjadi masalah. Ia berharap, acaranya akan berjalan dengan lancar karena masih
memiliki waktu beberapa jam lagi untuk memperbaiki lokasi acara yang
berantakan.
(( Bersambung ... ))
Thanks buat temen-temen yang udah setia baca Perfect Hero
sampai di sini. Makasih banyak untuk apresiasi yang begitu besar. Jangan
sungkan sapa aku di kolom komentar ya!
Much Love,
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment