“Halo
... kenapa, Yer?” tanya Lutfi lewat sambungan telepon.
“Kamu
di mana?”
“Di
Bali aku. Kenapa?”
“Hari
ini, aku mau ngasih pelajaran ke Amara.”
“Gimana
caranya?”
Yeriko
langsung menjelaskan dengan detil rencana yang telah ia susun.
“Gila!
Rencana kamu bagus juga,” sahut Lutfi.
Yeriko
tersenyum sinis menanggapi ucapan Lutfi. “Aku mau eksekusi sore ini juga. Kamu
bisa balik ke Surabaya?”
“Sore
ini? Aku baru nyampe di Bali nih. Kalo udah kelar urusan di sini, langsung ke
sana. Besok pagi masih harus ke Gili lagi.”
“Kalau
emang nggak bisa, nggak papa. Aku bisa selesaikan sendiri sama orang-orangku.”
“Serius?”
“He-em.
Ada Riyan.”
“Okelah
kalo gitu. Ntar kabarin ya!”
“Iya.”
“Nggak
sabar aku pengen lihat mereka menderita. Benci banget aku sama Amara. Cewek
bangsat itu harus dibikin jera!” tutur Lutfi kesal.
Yeriko
tersenyum sinis menanggapi ucapan Lutfi.
“Nanti
aku telepon lagi. Aku lagi di jalan mau ke kantor.”
“Oke.”
Yeriko
langsung mematikan telepon yang tersambung dengan mobilnya dan melajukan mobil
menuju kantor.
“Pak,
saya udah atur semuanya.” Riyan langsung menghampiri Yeriko begitu ia sampai di
kantor.
“Di
Hotel mana?”
“Shangri-La.
Aku udah pesan kamar yang paling mewah dan mahal.”
“Bagus.
Jadwal meeting hari ini sampai jam berapa?”
“Meeting
pagi sampai jam sebelas. Jam makan siang ada jadwal ketemu sama Marco, dari
Exim Europe Corporation,” jawab Riyan.
“Sore
kosong?”
Riyan
menganggukkan kepala. “Sudah saya atur jadwalnya. Sore ini bisa langsung
eksekusi si Harry.”
“Good!”
Yeriko langsung melangkah menuju ruang meeting untuk memimpin rapat direksi.
Usai
menyelesaikan semua pekerjaannya. Yeriko langsung menuju salah satu kamar mewah
di Sangri-La Hotel. Ia sudah mendapatkan informasi dari Riyan kalau Harry juga
telah menyewa salah satu kamar yang ada di hotel tersebut.
Yeriko
menunggu kabar selanjutnya. Ia merogoh ponsel di sakunya dan langsung menelepon
istrinya.
“Halo
...! Kenapa jam segini belum pulang? Pulang kerja, aku nggak dijemput. Sampe
sekarang masih belum pulang. Masih banyak kerjaan di kantor?” cerocos Yuna
begitu sambungan teleponnya tersambung.
“Bawel
banget!” celetuk Yeriko. “Bisa nggak ngomongnya pelan-pelan?” pintanya kemudian. “Aku lagi di hotel.”
“What!?
Ngapain di hotel? Sama siapa di sana?” seru Yuna.
Yeriko
langsung menjauhkan ponselnya saat mendengar teriakan Yuna.
“Yeriko!
Kenapa nggak jawab!?”
“Suara
kamu keras banget! Abis makan toa ya?”
“Huft,
kamu tuh nyebelin banget, sih!? Bisa-bisanya kamu enak-enak di hotel dan
ninggalin aku sendirian di rumah!?” sentak Yuna.
“Aku
nggak ngapa-ngapain. Lagi nunggu seseorang.”
“Siapa?
Cewek apa cowok?”
“Cowok.”
“Kamu
ada main sama cowok juga?” seru Yuna.
“Astaga!
Kamu jangan salah paham gitu. Nanti aku ceritain kalo aku udah pulang.”
“Hiks
..., kamu tega banget sama aku. Aku nggak nyangka kalau kamu ...” Suara Yuna
terdengar parau.
Yeriko
memijat keningnya. “Yun, tenang dulu! Aku di sini sama Riyan. Apa aku suruh dia
jemput kamu biar kamu percaya kalau aku nggak macem-macem di sini?”
“Oh,
sama Riyan?”
“He-em.”
“Ya
udah, lanjutin aja urusannya. Aku mau tidur cepet,” tutur Yuna dan langsung
mematikan panggilan teleponnya.
“RIYAN
...!” teriak Yeriko.
“Iya,
Pak Bos!” Riyan langsung menghampiri Yeriko.
“Jam
berapa mereka check-in?”
“Sudah
masuk setengah jam yang lalu.”
“Oke.”
Riyan
mengangguk. Ia merogoh ponselnya yang berdering. Ia terpaku menatap layar
ponselnya. Kemudian bergantian memandang Yeriko.
“Kenapa?”
tanya Yeriko sambil menuangkan wine ke dalam gelas.
“Nyonya
Muda yang telepon,” jawab Riyan gelisah.
“Angkat
aja!”
Riyan
mengangguk dan langsung menjawab telepon dari Yuna. “Halo ... Nyonya, ada apa?
Hmm ... iya. Oke.” Ia langsung mematikan panggilan teleponnya.
“Dia
ngomong apa?”
“Nggak
ada ngomong apa-apa. Cuma mastikan kalau Pak Bos nggak telat makan.”
“Oh.”
Yeriko manggut-manggut sambil tersenyum. Walau istrinya itu banyak bicara, tapi
diam-diam juga memperhatikan dirinya.
Di
hotel yang sama, di saat yang sama. Amara dan Harry masuk ke dalam kamar hotel
yang telah mereka pesan sebelumnya. Pasangan kekasih ini terlihat sangat mesra
dan bahagia.
Berkencan
di kamar hotel bersama pria yang ia sukai, bukanlah hal baru bagi Amara. Ia
sangat suka bersenang-senang dan memuaskan dirinya sendiri. Terlebih, Harry
juga pria yang selalu menuruti keinginannya dan mengerti bagaimana menghabiskan
waktunya untuk bersenang-senang.
“Amara,
makasih karena kamu selalu membuatku bahagia dan tahu bagaimana memberikan
cinta yang begitu nikmat,” bisik Harry sambil melucuti pakaian Amara dan
mencumbu tubuhnya dengan mesra.
Desahan
yang keluar dari mulut Amara membuat Harry semakin bergairah dan mereka
menikmati waktu yang mereka miliki untuk bercinta.
“Amara,
kenapa kamu lebih milih aku daripada Chandra?” tanya Harry sambil memeluk erat
tubuh Amara usai bercinta.
“Karena
dia terlalu dingin, cuek dan membosankan,” jawab Amara santai.
“Apa
kamu dan dia juga sering tidur bareng kayak gini? Dia tunangan kamu. Pasti ...”
“Dia
nggak pernah menyentuh aku. Cowok satu itu terlalu alim dan nggak tahu caranya
bersenang-senang.”
“Oh
ya? Jadi, kamu udah resmi putus sama tunangan kamu itu?”
Amara
menganggukkan kepala. “Karena aku bisa merasa bahagia saat sama kamu doang.”
Harry
tersenyum penuh kemenangan dan langsung mengecup bibir Amara.
Amara
balas tersenyum. Ia mengelus dada Harry yang kekar dan basah karena keringat.
Tangannya mulai memancing gairah Harry agar bisa melakukan adegan cinta
selanjutnya yang lebih nikmat lagi.
Harry
merasa terbang melayang karena Amara selalu memuaskan dirinya. Namun,
konsentrasinya terganggu saat ponselnya tiba-tiba berdering. Ia langsung
bangkit dan mengambil ponsel yang ia letakkan di atas meja.
“Siapa?”
tanya Amara.
“Nggak
tahu.” Harry menggelengkan kepala sambil menatap layar ponselnya. Ia langsung
menjawab panggilan telepon dari nomor yang tidak dikenalnya tersebut.
“Halo
...!” sapa Harry. Wajahnya langsung memerah begitu mendengar suara orang yang
berbicara di ujung teleponnya. Ia menjauhkan dirinya dari Amara sambil menelan
ludah beberapa kali. Ia tidak bisa menyembunyikan perasaan takutnya.
“Kenapa?”
tanya Amara.
“Nggak
papa,” jawab Harry sambil mengusap keringat dingin yang mengucur dari dahinya.
Ia langsung mengambil pakaiannya yang berserakan dan memakainya.
“Mau
ke mana?” tanya Amara kebingungan.
“Aku
ada urusan mendadak. Kamu mau tidur di sini atau langsung pulang?”
“Aku
langsung pulang. Ntar dicariin orang rumah kalau aku nggak pulang.”
“Aku
pesankan taksi sekarang.”
“Kenapa
sih? Tiba-tiba kamu ketakutan kayak gini?”
“Nggak
ada apa-apa. Ada sedikit masalah sama bisnis aku. Aku harus pergi buat
menyelesaikan secepatnya.”
“Tapi
... ini udah malam. Kamu mau ke kantor?”
Harry
menggelengkan kepala. “Aku harus ketemu sama seseorang sekarang juga.”
“Aku
gimana?” tanya Amara kesal saat melihat Harry sudah mengenakan semua
pakaiannya, sementara ia belum mengenakan sehelai kain pun di tubuhnya.
“Aku
udah pesenin taksi,” jawab Harry sambil memakai sepatunya. “Setelah urusanku
selesai, aku langsung telepon kamu.” Ia bergegas menarik gagang pintu dan
keluar dari kamar.
“Iih
... ngeselin banget!” Amara memukul ranjang tidurnya yang empuk. “Baru juga
main sekali, udah main pergi aja,” celetuknya kesal. Ia turun dari ranjang dan
langsung mengenakan pakaiannya kembali.
Harry
langsung menuju salah satu kamar hotel yang dikirim lewat ponselnya. Ia
langsung menekan bel kamar hotel tersebut. Pintu kamar hotel terbuka dengan
sendirinya. Ia langsung masuk ke dalam kamar hotel mewah tersebut sambil
mengedarkan pandangannya.
“Udah
puas tidur sama tunangan orang?”
Harry
tertegun menatap seseorang yang duduk santai di sofa sambil menatap dirinya.
Tenggorokannya sangat cekat dan ia kesulitan menelan ludahnya sendiri. Tatapan
mata orang tersebut begitu tajam, seperti sebuah belati yang bersiap memotong
lehernya hanya dalam satu libasan.
Orang
yang berhadapan dengan Harry bangkit dan tersenyum sinis. Ia langsung
menghampiri Harry sambil menatap penuh kebencian.
“Ma
... maaf!” Harry tidak kuat mendapati tatapan mata orang yang ada di
hadapannya. Ia langsung menjatuhkan lututnya ke lantai. Ia merasa sangat
bersalah dan tidak berdaya melawan orang yang sedang berdiri angkuh di
depannya.
(( Bersambung ... ))
Thanks buat temen-temen yang udah setia baca Perfect Hero
sampai di sini. Makasih banyak untuk apresiasi yang begitu besar. Jangan
sungkan sapa aku di kolom komentar ya!
Happy Eid Mubarak! Minal Aidzin Wal Faidzin, Mohon maaf
lahir dan batin ...
Much Love,
@vellanine.tjahjadi
Kak vel ada typo nya... Ada nama andre disana harusnya kan harry style
ReplyDeleteUps, I am so sorry ... terima kasih banyak koreksinya
Delete