Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Tuesday, February 11, 2025

Perfect Hero Bab 105: Rencana Yeriko || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Gimana kerjaan kamu di kantor yang baru? Baik-baik aja?” tanya Yeriko.

 

Yuna menganggukkan kepala sambil membaca chat grup dari divisi perusahaannya. “Mmh ... baik,” jawab Yuna sambil mengunyah makanan di mulutnya.

 

Yeriko tersenyum kecil sambil menarik ponsel Yuna.

 

“Eh!? Kenapa di ambil?” tanya Yuna bengong.

 

“Makan dulu, baru main hp.”

 

“Aku nggak main. Aku lagi chatting sama temen-temen kantor. Diskusi soal acara Fashion Show nanti.”

 

“Fashion Show?” Yeriko mengernyitkan dahinya.

 

Yuna menganggukkan kepala.  “Aku diminta buat ngurusin acara itu.”

 

“Emang bisa?”

 

“Kamu nggak yakin sama kemampuan istrimu ini?” dengus Yuna.

 

Yeriko tersenyum sambil menganggukkan kepala. “Iya, aku percaya.”

 

“Oh ya, Mama Rully nanyain terus. Kapan kita mau ke butik?”

 

“Dia bisanya kapan?”

 

“Mmh ... mungkin, abis balik dari Jakarta.”

 

Yeriko mengangguk. “Aku bakal luangin waktuku.”

 

“Beneran?”

 

Yeriko menganggukkan kepala. Mereka terdiam selama beberapa saat.

 

“Yun ...!” panggil Yeriko.

 

“Ya.”

 

“Apa kemunculan Refi, bikin kamu nggak nyaman?”

 

Yuna tersenyum kecil. “Biasa aja.”

 

“Tapi ...”

 

“Awalnya agak syok, tapi lama-lama juga terbiasa,” sahut Yuna sambil mengunyah makanan di mulutnya.

 

“Terbiasa apa?”

 

“Terbiasa lihat suamiku jadi rebutan cewek-cewek cantik,” jawab Yuna sambil tertawa kecil.

 

“Kamu nggak cemburu?” tanya Yeriko sambil mengernyitkan dahinya.

 

Yuna menggelengkan kepala sambil tersenyum.

 

Yeriko membelalakkan matanya sambil menatap Yuna. “Kamu ...!?” dengusnya kesal. “Gimana bisa, dia nggak punya rasa cemburu sama sekali?” batinnya dalam hati.

 

Yuna tersenyum menatap Yeriko. “Aku percaya sama kamu. Kamu nggak akan berpaling dari aku kan?”

 

Yeriko menganggukkan kepala. Ia mengelus lembut pipi Yuna. Ia merasa sangat bahagia karena gadis mungil di hadapannya kini telah membuat seluruh harinya berwarna. Membuat hati dan pikirannya selalu tenang dan nyaman.

 

“Yun, jangan jauh-jauh dari aku ya!” pinta Yeriko berbisik.

 

Yuna mengangguk sambil menghabiskan makanannya yang tinggal beberapa suapan lagi.

 

Yeriko tersenyum kecil saat Yuna sudah menghabiskan makanannya. “Sini!” pintanya sambil menarik lengan Yuna dan membawa tubuh Yuna duduk di pangkuannya.

 

“Kapan kamu ada waktu libur?” tanya Yeriko sambil menatap Yuna.

 

“Setiap Minggu, selalu libur. Kenapa?”

 

“Mmh ... satu minggu?”

 

“Mmh ...” Yuna melirik ke langit-langit ruangan. “Jadwal kerjaanku masih padet banget. Kalau libur seminggu, belum bisa. Emangnya kenapa?”

 

“Pengen liburan bareng kamu.”

 

“Liburan!?” Mata Yuna langsung berbinar sambil menatap Yeriko. “Ke mana?”

 

“Kamu maunya ke mana?” tanya Yeriko.

 

“Kamu yang mau ngajakin liburan, kenapa malah tanya aku?”

 

“Santorini, gimana?”

 

“Ah, ciyee ... kamu mau ngajak aku bulan madu ya?” goda Yuna.

 

Yeriko tersenyum sambil menganggukkan kepala.

 

Yuna menghela napas. “Aku masih sibuk kerja dan nyiapin acara pesta pernikahan kita. Gimana kalau liburannya setelah resepsi aja?”

 

“Masih lama banget,” sahut Yeriko.

 

“Nggak lama, kok. Masih tiga bulan lagi, kan? Nggak bakal terasa.”

 

“Aku maunya besok,” pinta Yeriko manja.

 

Yuna tersenyum kecil sambil mencubit hidung Yeriko. “Manja banget sih!? Kita atur liburan setelah resepsi aja. Gimana?”

 

Yeriko mengangguk tak bersemangat.

 

“Oh ya, kemarin Mama Rullyta ada ngasih beberapa tempat yang akan kita pakai untuk acara Pre-Wedding gitu. Kayaknya sih, beberapa tempat ada di luar negeri. Bisa sekalian liburan kan?”

 

“Itu cuma foto doang. Palingan sehari aja langsung balik ke sini lagi,” sahut Yeriko.

 

“Yaelah, kita pakai liburan sekalian. Aku bisa izin dari kantorku setelah beberapa proyek yang aku tangani selesai.”

 

“Hmm ...”

 

“Jangan cemberut gitu, dong! Senyum!” pinta Yuna.

 

Yeriko tersenyum dan langsung mengecup bibir Yuna. “Oh ya, beberapa hari ini nggak ada lihat kakek. Gimana kalau besok kita ke rumah kakek?” tanya Yeriko.

 

“Boleh,” jawab Yuna sambil menganggukkan kepala. “Oh ya, aku sama sekali nggak pernah lihat Amara. Apa dia bener-bener nggak ada jenguk Chandra?”

 

Yeriko menggelengkan kepala. “Oh ya, ngomong-ngomong soal Chandra ... aku lupa telepon Riyan,” tutur Yeriko sambil merogoh ponsel di sakunya.

 

“Riyan? Apa hubungannya sama Chandra?”

 

“Bentar!” pinta Yeriko sambil menekan menu calling pada nomor ponsel Riyan. “Halo ... Yan, kamu di mana?”

 

“Di rumah, Pak Bos!”

 

“Yang aku suruh kemarin, udah dikerjain?”

 

“Yang mana?”

 

“Masalah Chandra.”

 

“Oh ... sudah, Pak Bos.”

 

“Hasilnya gimana?”

 

“Amara sudah lama menjalin hubungan dengan Harry Prayogi.”

 

“Apa yang kamu dapet dari Harry?”

 

“Dia salah satu pengusaha muda yang mengelola perusahaan ayahnya, PT. Cahaya Gemilang. Dia lumayan dekat dengan banyak wanita, Amara salah satunya.”

 

“Di mana dia biasa nongkrong?”

 

“Di Club, hampir setiap malam dia ada di sana?”

 

“Bareng Amara?” tanya Yeriko.

 

“Iya. Mereka juga terbiasa menyewa salah satu kamar di hotel buat ...”

 

“I see ... kamu atur sesuai rencana yang aku kasih!” pinta Yeriko.

 

“Oke, Pak Bos!” sahut Riyan.

 

Yeriko langsung mematikan panggilan teleponnya.

 

“Kamu punya rencana apa?” tanya Yuna sambil mengernyitkan dahi.

 

“Lihat aja nanti!” sahut Yeriko sambil memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku.

 

“Nggak kriminal, kan?”

 

Yeriko tertawa kecil. “Nggak, lah. Aku nggak sebodoh itu. Aku punya rencana yang sangat bagus.”

 

“Ngambil alih perusahaannya lagi?” tanya Yuna.

 

Yeriko menggelengkan kepala. “Perusahaannya cuma perusahaan kecil. Aku belum tertarik buat ambil alih.”

 

Yuna memonyongkan bibirnya.

 

Yeriko langsung mencubit hidung Yuna dengan gemas. “Oh ya, kapan kita punya anak?” tanyanya kemudian.

 

Yuna menghela napas. “Nggak tahu.”

 

“Kita udah bikin tiap malam. Kenapa nggak jadi-jadi? Kamu udah periksa atau belum?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Haidku masih teratur. Berarti nggak hamil kan?”

 

“Kamu bisa aja. Gimana kalau minggu depan, kita periksa ke dokter?” tanya Yeriko.

 

“Periksa? Kan nggak sakit.”

 

“Yah, kita bisa konsultasi ke dokter buat program anak.”

 

“Kamu udah ngebet banget pengen punya anak?” tanya Yeriko.

 

“Mmh ... nggak juga, sih. Cuma, mama dan kakek bakal mendesak terus. Aku nggak nyaman banget kalau ketemu, selalu nanyain anak mulu.”

 

Yuna tersenyum kecil. “Punya anak itu nggak mudah. Emangnya udah siap jadi Ayah?”

 

Yeriko menganggukkan kepala sambil tersenyum.

 

“Laki-laki sih enak ngomongnya. Seenak bikinnya. Tapi ... perempuan hamil itu nggak enak. Apa aku bisa ngerawat anak?” tanya Yuna tak yakin dengan dirinya sendiri.

 

“Kalau kerepotan, kita bisa sewa beberapa baby sitter,” sahut Yuna.

 

“Hmm ... kalau dirawat baby sitter, ntar dia nggak kenal mana mamanya.”

 

Yeriko tertawa kecil. “Kalau gitu, kamu harus berhenti kerja!”

 

“Why?”

 

“Fokus ngerawat anak kita.”

 

“Tapi ...”

 

“Nggak ada tapi-tapian!” tegas Yeriko. “Setelah program hamil berhasil, kamu harus berhenti kerja!”

 

Yuna memonyongkan bibirnya. “Tapi ... banyak aja emak-emak yang hamil dan tetep kerja.”

 

“Hmm ... kamu mau denger aku atau nggak?”

 

“Iya, denger. Suamiku tersayang!” sahut Yuna sambil menyubit kedua pipi Yeriko.

 

Yeriko tersenyum dan langsung memeluk erat tubuh Yuna. “Makasih ya!” ucapnya lirih.

 

“Makasih untuk apa?”

 

“Karena kamu ... selalu bisa ngertiin aku.”

 

Yuna mengelus lembut punggung Yeriko. “Aku yang seharusnya berterima kasih karena kamu sudah hadir dalam hidupku. Kalau bukan karena kamu. Mungkin saat ini aku jadi gelandangan di jalanan.”

 

“Kamu baru sadar kalau kamu adalah kucing kecil yang aku pungut dari jalanan saat hujan?”

 

Yuna langsung menatap wajah Yeriko. “Apa aku ini istri pungut?”

 

Yeriko tertawa kecil. “Awalnya iya. Tapi, sekarang sudah jadi istri yang paling aku sayang di dunia ini. Wanita yang paling istimewa dalam hidupku.”

 

Yuna terharu mendengar ucapan Yeriko. Dia teringat beberapa waktu lalu saat Yeriko beberapa kali menolongnya di pinggir jalan. Ia sering berjalan tanpa arah dan Yeriko membawanya berjalan bersama hingga saat ini. Ia merasa mendapatkan banyak kebahagiaan sejak ia masuk ke dalam kehidupan Yeriko.

 

 

 ((Bersambung...))

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas