Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Tuesday, February 11, 2025

Perfect Hero Bab 104: Takkan Goyah || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Kita pulang sekarang ya!” pinta Yeriko lembut. “Aku mau masakin buat kamu, kamu mau makan apa?” tanya Yeriko sambil menatap mesra ke arah Yuna.

 

Refina makin kesal dengan sikap Yeriko yang begitu memanjakan Yuna. Ia merasa sangat sakit karena selama bersama Yeriko, dia tidak pernah diperlakukan sangat manis.

 

“Hiks ..., kenapa sih kalian nggak ada yang peduli sama aku? Aku seorang penari yang saat ini kehilangan kakiku. Aku nggak akan bisa menari lagi. Apa kalian bener-bener nggak punya rasa peduli sama aku? Karirku sekarang udah hancur. Aku udah nggak punya masa depan,” tutur Refina sambil terisak.

 

“Ref, aku minta maaf! Aku janji akan bertanggung jawab. Kami bakal cari pengobatan terbaik buat kamu,” tutur Chandra sambil berjongkok di depan Refina. Ia adalah orang yang paling merasa bersalah karena telah menyebabkan kaki Refina terluka.

 

“Chan, kemungkinan kakiku kembali normal sangat kecil. Sekalipun aku bisa jalan lagi, aku nggak akan bisa nari,” sahut Refina sambil menangis. “Kalian bener-bener nggak ngerti perasaanku!” teriak Refina histeris.

 

Yuna langsung mencengkeram lengan Yeriko saat Refina berteriak histeris. Ia merasa sedikit bersalah karena telah berdebat dengan Refina yang keadaannya sedang tidak baik.

 

Yeriko mengelus lembut punggung tangan Yuna. “Kita pulang sekarang!” bisiknya.

 

“Yer ...!” Refina langsung menahan lengan Yeriko. “Aku tahu, kamu sudah nggak punya perasaan apa pun ke aku. Aku cuma pengen berteman sama kamu. Apa bisa nemenin aku selama aku sakit?” tanyanya sambil menatap pilu ke arah Yeriko.

 

Yuna menelan ludah saat menatap wajah Refina. Ia sangat kasihan melihat kondisi Refina, tapi hatinya juga tak rela jika harus meninggalkan suaminya bersama mantan pacar yang ingin mengambil kembali hati Yeriko.

 

“Sorry ...! Aku nggak bisa menuhin permintaan kamu,” sahut Yeriko dingin. “Chandra yang akan nemenin kamu. Kalau masih kurang, aku akan kirim orang buat ngerawat kamu.”

 

“Yer, aku cuma butuh kamu. Bukan orang lain. Please! Cuma selama aku sakit. Kalau udah sembuh, aku nggak akan ganggu kamu lagi!” pinta Refina.

 

Yeriko menarik napas dalam-dalam. Ia merasa sangat risih dengan kehadiran Refina yang mencoba mendekatinya secara terang-terangan. Hal yang membuatnya sangat sulit adalah menghadapi istrinya sendiri.

 

Refina menatap Yuna. “Yun, please! Sekali ini aja!”

 

Yuna tertegun mendengar pertanyaan Refina. Ia tidak ingin menyerahkan suaminya begitu saja. Namun, ia juga tidak tega melihat keadaan Refina yang menyedihkan.

 

“Sorry! Aku tetep nggak bisa!” tegas Yeriko sambil membawa Yuna pergi meninggalkan Refina dan Chandra.

 

Refina memejamkan mata dan menangis histeris melihat Yeriko meninggalkannya tanpa perasaan.

 

Chandra menatap Refina. Ia bangkit dan mendorong kursi Refina kembali ke ruang rawatnya. Ia membiarkan Refina yang masih terus menangis.

 

“Chan, apa Yeriko bener-bener udah nggak mau lihat aku lagi?” tanya Refina saat Chandra bersiap meninggalkan Refina.

 

Chandra menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. “Kamu tahu Yeriko seperti apa. Dia nggak akan menarik ucapannya. Apa yang sudah dia putuskan, nggak akan bisa diubah lagi,” jawab Chandra tanpa menatap Refina.

 

“Tapi ... Chan, kita pernah saling mencintai. Apa dia bener-bener udah berubah dan nggak mau lihat aku lagi. Aku tahu aku salah. Tapi, aku rela ngelakuin apa pun buat menebus kesalahanku di masa lalu. Aku rela jadi lumpuh seumur hidupku asal dia kembali sama aku lagi.”

 

Chandra tersenyum kecil. “Kamu sendiri yang mengubah dia,” sahutnya sambil meraih gagang pintu. “Kalau sekarang dia benci sama kamu, penyebabnya adalah diri kamu sendiri, bukan orang lain.” Chandra menarik gagang pintu dan langsung keluar dari ruang rawat Refina.

 

Refina sangat kesal dengan sikap Yeriko dan orang-orang terdekatnya. Tak satu pun di antara mereka yang menerima kehadiran Refina dan membuatnya semakin membenci Yuna dan Yeriko.

 

“Aku nggak akan ngebiarin kalian hidup bahagia! Aku harus bisa ngerebut Yeriko dari Yuna!” tegas Refina. Ia berusaha bangkit dari kursi roda dan duduk di ranjang tidurnya dengan susah payah. Ia merebahkan tubuhnya sembari memikirkan cara untuk menghancurkan hubungan Yuna dan Yeriko.

 

 

 

Di parkiran rumah sakit, Yeriko membawa Yuna masuk ke dalam mobil dan bersikap sangat manis.

 

“Mmh ... kita cari makan yuk! Kamu mau makan di mana?” tanya Yeriko setelah mereka berada di dalam mobil.

 

“Terserah,” jawab Yuna tak bersemangat.

 

“Kenapa lesu gitu sih? Mau makan apa?” tanya Yeriko sambil mengusap lembut rambut Yuna.

 

“Lagi nggak nafsu makan,” sahut Yuna sambil menyandarkan kepalanya ke kursi.

 

Yeriko menahan tawa. “Kamu bisa juga nggak nafsu makan?”

 

Yuna mengerutkan bibirnya sambil menatap sinis ke arah Yeriko.

 

“Jelek banget mukanya!” sahut Yeriko sambil mencubit pipi Yuna. “Kamu ... cemburu sama Refi?” goda Yeriko.

 

Yuna memonyongkan bibir sambil menyingkirkan tangan Yeriko. “Bukan cuma cemburu, aku kesel banget sama dia!”

 

“Emangnya dia ngomong apa aja sama kamu?”

 

“Dia bilang, mau ambil kamu lagi,” sahut Yuna kesal.

 

“Beneran ngomong gitu?” tanya Yeriko sambil mengernyitkan dahinya.

 

Yuna menganggukkan kepala. “Ngeselin banget, kan? Udah tahu kalau kita ini udah nikah. Kenapa masih ada aja cewek yang ngejar-ngejar kamu? Jangan-jangan ... di luar sana masih ada puluhan Refina yang harus aku hadapi?

 

Yeriko tersenyum sambil menangkup wajah Yuna dengan kedua telapak tangannya. “Nggak akan ada satu orang pun yang bisa ambil aku dari kamu, begitu juga sebaliknya!” tegas Yeriko sambil tersenyum ke arah Yuna.

 

“Tapi ... dia itu cinta pertama kamu. Pasti nggak mudah buat lupain dia. Apalagi dia cantik dan ...” Ucapan Yuna terhenti saat Yeriko tiba-tiba mencium bibirnya.

 

“Nggak akan ada yang bisa misahin kita. Apa pun yang akan terjadi, kita hadapi sama-sama. Oke?” tutur Yeriko sambil tersenyum.

 

Yuna tersenyum sambil menganggukkan kepala. Ia merasa sangat lega dan langsung memeluk erat tubuh Yeriko. “Aku cuma takut kehilangan kamu,” bisiknya di telinga Yeriko.

 

“Aku nggak akan ninggalin kamu,” sahut Yeriko.

 

Yuna melepas pelukannya dan menatap lekat ke arah Yeriko. “Kamu ... nggak akan ngambil istri lagi kan?” tanyanya dengan mata berkaca-kaca.

 

“Kamu ngomong apaan sih!?” sahut Yeriko sambil mengetuk dahi Yuna. “Cuma kamu satu-satunya istriku. Sekarang dan selamanya,” tuturnya sambil tersenyum.

 

“Janji?”

 

Yeriko mengangguk sambil tersenyum. “Janji!”

 

Yuna tersenyum sambil menatap Yeriko. Ia merasa hatinya jauh lebih baik setelah mendengar ucapan Yeriko.  “Oke. Kalau gitu, kita bisa pergi makan sekarang!” seru Yuna dengan wajah sumringah.

 

Yeriko tersenyum kecil. “Mood-nya gampang banget berubahnya?” celetuk Yeriko lirih.

 

“Eh!? Apa?”

 

“Nggak papa. Kamu mau makan apa?” tanya Yeriko sambil memasang safety belt ke pinggangnya.

 

“Mmh ... apa ya enaknya?”

 

“Hotpot Sichuan mau? Kamu suka makanan pedas ‘kan?”

 

“Hmm ... boleh, boleh,” jawab Yuna sambil memasang safety belt ke pinggangnya.

 

Yeriko tersenyum. Ia bergegas menyalakan mesin mobil dan membawa Yuna ke salah satu restoran China yang menyajikan aneka Hot pot yang enak.

 

“Kamu suka makanan China?” tanya Yuna.

 

“Nggak begitu suka. Tapi, biasa makan kalau ada jamuan dari klien.”

 

“Oh ... di sini enak nggak Hot potnya?” tanya Yuna sambil mengedarkan pandangannya saat memasuki restoran bergaya China yang ada di pusat kota.

 

“Mmh ... harusnya sih enak.”

 

“Kok, gitu? Kayak nggak yakin?”

 

“Aku nggak suka makanan pedas. Aku belum pernah makan Hotpot Sichuan.”

 

“Hotpot yang lain, gimana?”

 

“Enak. Kamu suka makan Hotpot juga?”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Waktu kuliah, ada mahasiswa dari China. Dia suka masak dan selalu ngajak aku makan beberapa makanan China.”

 

“Enak?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Suka?” tanya Yeriko.

 

“Suka,” bisik Yuna. “Di sini, makanannya pasti jauh lebih enak ya?”

 

Yeriko tersenyum sambil menatap Yuna. “Aku nggak mungkin bawa kamu ke sini kalau makanannya nggak enak.”

 

Yuna meringis mendengar ucapan Yeriko.

 

“Sekarang, semua restoran internasional juga banyak menyajikan pilihan makanan yang halal. Menyesuaikan kehidupan orang Indonesia yang mayoritas muslim.”

 

“Oh.” Yuna mengangguk-anggukkan kepala. “Bagus kalo gitu.”

 

Yeriko tersenyum dan memesan salah satu private room agar bisa lebih leluasa menghabiskan waktunya bersama Yuna. Ia memesan Hotpot Sichuan untuk Yuna. Karena ia tidak menyukai makanan pedas, ia memilih menu lain untuk dirinya sendiri.

 

((Bersambung…))

 

 

 

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas