“Kita pulang sekarang ya!” pinta Yeriko lembut. “Aku mau
masakin buat kamu, kamu mau makan apa?” tanya Yeriko sambil menatap mesra ke
arah Yuna.
Refina makin kesal dengan sikap Yeriko yang begitu
memanjakan Yuna. Ia merasa sangat sakit karena selama bersama Yeriko, dia tidak
pernah diperlakukan sangat manis.
“Hiks ..., kenapa sih kalian nggak ada yang peduli sama
aku? Aku seorang penari yang saat ini kehilangan kakiku. Aku nggak akan bisa
menari lagi. Apa kalian bener-bener nggak punya rasa peduli sama aku? Karirku
sekarang udah hancur. Aku udah nggak punya masa depan,” tutur Refina sambil
terisak.
“Ref, aku minta maaf! Aku janji akan bertanggung jawab.
Kami bakal cari pengobatan terbaik buat kamu,” tutur Chandra sambil berjongkok
di depan Refina. Ia adalah orang yang paling merasa bersalah karena telah
menyebabkan kaki Refina terluka.
“Chan, kemungkinan kakiku kembali normal sangat kecil.
Sekalipun aku bisa jalan lagi, aku nggak akan bisa nari,” sahut Refina sambil
menangis. “Kalian bener-bener nggak ngerti perasaanku!” teriak Refina histeris.
Yuna langsung mencengkeram lengan Yeriko saat Refina
berteriak histeris. Ia merasa sedikit bersalah karena telah berdebat dengan
Refina yang keadaannya sedang tidak baik.
Yeriko mengelus lembut punggung tangan Yuna. “Kita pulang
sekarang!” bisiknya.
“Yer ...!” Refina langsung menahan lengan Yeriko. “Aku
tahu, kamu sudah nggak punya perasaan apa pun ke aku. Aku cuma pengen berteman
sama kamu. Apa bisa nemenin aku selama aku sakit?” tanyanya sambil menatap pilu
ke arah Yeriko.
Yuna menelan ludah saat menatap wajah Refina. Ia sangat
kasihan melihat kondisi Refina, tapi hatinya juga tak rela jika harus
meninggalkan suaminya bersama mantan pacar yang ingin mengambil kembali hati
Yeriko.
“Sorry ...! Aku nggak bisa menuhin permintaan kamu,”
sahut Yeriko dingin. “Chandra yang akan nemenin kamu. Kalau masih kurang, aku
akan kirim orang buat ngerawat kamu.”
“Yer, aku cuma butuh kamu. Bukan orang lain. Please! Cuma
selama aku sakit. Kalau udah sembuh, aku nggak akan ganggu kamu lagi!” pinta
Refina.
Yeriko menarik napas dalam-dalam. Ia merasa sangat risih
dengan kehadiran Refina yang mencoba mendekatinya secara terang-terangan. Hal
yang membuatnya sangat sulit adalah menghadapi istrinya sendiri.
Refina menatap Yuna. “Yun, please! Sekali ini aja!”
Yuna tertegun mendengar pertanyaan Refina. Ia tidak ingin
menyerahkan suaminya begitu saja. Namun, ia juga tidak tega melihat keadaan
Refina yang menyedihkan.
“Sorry! Aku tetep nggak bisa!” tegas Yeriko sambil
membawa Yuna pergi meninggalkan Refina dan Chandra.
Refina memejamkan mata dan menangis histeris melihat
Yeriko meninggalkannya tanpa perasaan.
Chandra menatap Refina. Ia bangkit dan mendorong kursi
Refina kembali ke ruang rawatnya. Ia membiarkan Refina yang masih terus
menangis.
“Chan, apa Yeriko bener-bener udah nggak mau lihat aku
lagi?” tanya Refina saat Chandra bersiap meninggalkan Refina.
Chandra menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya
perlahan. “Kamu tahu Yeriko seperti apa. Dia nggak akan menarik ucapannya. Apa
yang sudah dia putuskan, nggak akan bisa diubah lagi,” jawab Chandra tanpa
menatap Refina.
“Tapi ... Chan, kita pernah saling mencintai. Apa dia
bener-bener udah berubah dan nggak mau lihat aku lagi. Aku tahu aku salah.
Tapi, aku rela ngelakuin apa pun buat menebus kesalahanku di masa lalu. Aku
rela jadi lumpuh seumur hidupku asal dia kembali sama aku lagi.”
Chandra tersenyum kecil. “Kamu sendiri yang mengubah
dia,” sahutnya sambil meraih gagang pintu. “Kalau sekarang dia benci sama kamu,
penyebabnya adalah diri kamu sendiri, bukan orang lain.” Chandra menarik gagang
pintu dan langsung keluar dari ruang rawat Refina.
Refina sangat kesal dengan sikap Yeriko dan orang-orang
terdekatnya. Tak satu pun di antara mereka yang menerima kehadiran Refina dan
membuatnya semakin membenci Yuna dan Yeriko.
“Aku nggak akan ngebiarin kalian hidup bahagia! Aku harus
bisa ngerebut Yeriko dari Yuna!” tegas Refina. Ia berusaha bangkit dari kursi
roda dan duduk di ranjang tidurnya dengan susah payah. Ia merebahkan tubuhnya
sembari memikirkan cara untuk menghancurkan hubungan Yuna dan Yeriko.
Di parkiran rumah sakit, Yeriko membawa Yuna masuk ke
dalam mobil dan bersikap sangat manis.
“Mmh ... kita cari makan yuk! Kamu mau makan di mana?”
tanya Yeriko setelah mereka berada di dalam mobil.
“Terserah,” jawab Yuna tak bersemangat.
“Kenapa lesu gitu sih? Mau makan apa?” tanya Yeriko
sambil mengusap lembut rambut Yuna.
“Lagi nggak nafsu makan,” sahut Yuna sambil menyandarkan
kepalanya ke kursi.
Yeriko menahan tawa. “Kamu bisa juga nggak nafsu makan?”
Yuna mengerutkan bibirnya sambil menatap sinis ke arah
Yeriko.
“Jelek banget mukanya!” sahut Yeriko sambil mencubit pipi
Yuna. “Kamu ... cemburu sama Refi?” goda Yeriko.
Yuna memonyongkan bibir sambil menyingkirkan tangan
Yeriko. “Bukan cuma cemburu, aku kesel banget sama dia!”
“Emangnya dia ngomong apa aja sama kamu?”
“Dia bilang, mau ambil kamu lagi,” sahut Yuna kesal.
“Beneran ngomong gitu?” tanya Yeriko sambil mengernyitkan
dahinya.
Yuna menganggukkan kepala. “Ngeselin banget, kan? Udah
tahu kalau kita ini udah nikah. Kenapa masih ada aja cewek yang ngejar-ngejar
kamu? Jangan-jangan ... di luar sana masih ada puluhan Refina yang harus aku
hadapi?
Yeriko tersenyum sambil menangkup wajah Yuna dengan kedua
telapak tangannya. “Nggak akan ada satu orang pun yang bisa ambil aku dari
kamu, begitu juga sebaliknya!” tegas Yeriko sambil tersenyum ke arah Yuna.
“Tapi ... dia itu cinta pertama kamu. Pasti nggak mudah buat lupain dia. Apalagi dia
cantik dan ...” Ucapan Yuna terhenti saat Yeriko tiba-tiba mencium bibirnya.
“Nggak akan ada yang bisa misahin kita. Apa pun yang akan
terjadi, kita hadapi sama-sama. Oke?” tutur Yeriko sambil tersenyum.
Yuna tersenyum sambil menganggukkan kepala. Ia merasa
sangat lega dan langsung memeluk erat tubuh Yeriko. “Aku cuma takut kehilangan
kamu,” bisiknya di telinga Yeriko.
“Aku nggak akan ninggalin kamu,” sahut Yeriko.
Yuna melepas pelukannya dan menatap lekat ke arah Yeriko.
“Kamu ... nggak akan ngambil istri lagi kan?” tanyanya dengan mata
berkaca-kaca.
“Kamu ngomong apaan sih!?” sahut Yeriko sambil mengetuk
dahi Yuna. “Cuma kamu satu-satunya istriku. Sekarang dan selamanya,” tuturnya
sambil tersenyum.
“Janji?”
Yeriko mengangguk sambil tersenyum. “Janji!”
Yuna tersenyum sambil menatap Yeriko. Ia merasa hatinya
jauh lebih baik setelah mendengar ucapan Yeriko. “Oke. Kalau gitu, kita
bisa pergi makan sekarang!” seru Yuna dengan wajah sumringah.
Yeriko tersenyum kecil. “Mood-nya gampang banget
berubahnya?” celetuk Yeriko lirih.
“Eh!? Apa?”
“Nggak papa. Kamu mau makan apa?” tanya Yeriko sambil
memasang safety belt ke pinggangnya.
“Mmh ... apa ya enaknya?”
“Hotpot Sichuan mau? Kamu suka makanan pedas ‘kan?”
“Hmm ... boleh, boleh,” jawab Yuna sambil memasang safety
belt ke pinggangnya.
Yeriko tersenyum. Ia bergegas menyalakan mesin mobil dan
membawa Yuna ke salah satu restoran China yang menyajikan aneka Hot pot yang
enak.
“Kamu suka makanan China?” tanya Yuna.
“Nggak begitu suka. Tapi, biasa makan kalau ada jamuan
dari klien.”
“Oh ... di sini enak nggak Hot potnya?” tanya Yuna sambil
mengedarkan pandangannya saat memasuki restoran bergaya China yang ada di pusat
kota.
“Mmh ... harusnya sih enak.”
“Kok, gitu? Kayak nggak yakin?”
“Aku nggak suka makanan pedas. Aku belum pernah makan
Hotpot Sichuan.”
“Hotpot yang lain, gimana?”
“Enak. Kamu suka makan Hotpot juga?”
Yuna menganggukkan kepala. “Waktu kuliah, ada mahasiswa
dari China. Dia suka masak dan selalu ngajak aku makan beberapa makanan China.”
“Enak?”
Yuna menganggukkan kepala.
“Suka?” tanya Yeriko.
“Suka,” bisik Yuna. “Di sini, makanannya pasti jauh lebih
enak ya?”
Yeriko tersenyum sambil menatap Yuna. “Aku nggak mungkin
bawa kamu ke sini kalau makanannya nggak enak.”
Yuna meringis mendengar ucapan Yeriko.
“Sekarang, semua restoran internasional juga banyak
menyajikan pilihan makanan yang halal. Menyesuaikan kehidupan orang Indonesia
yang mayoritas muslim.”
“Oh.” Yuna mengangguk-anggukkan kepala. “Bagus kalo
gitu.”
Yeriko tersenyum dan memesan salah satu private room agar
bisa lebih leluasa menghabiskan waktunya bersama Yuna. Ia memesan Hotpot
Sichuan untuk Yuna. Karena ia tidak menyukai makanan pedas, ia memilih menu
lain untuk dirinya sendiri.
((Bersambung…))
0 komentar:
Post a Comment