Beberapa menit kemudian, Yeriko kembali ke ruang rawat
Chandra.
“Yuna mana?” tanya Chandra saat Yeriko masuk seorang
diri.
“Masih di belakang. Lagi teleponan sama mama.”
“Mama kamu?”
Yeriko menganggukkan kepala. “Siapa lagi?” ucapnya sambil
melirik Refina. “Sejak ada Yuna, dia udah nggak pernah menghiraukan aku lagi.
Kayaknya, dia lebih anggap Yuna sebagai anak kandungnya dia.”
Refina menahan kekesalan mendengar pernyataan Yeriko.
Bagaimana bisa orang lain dengan begitu mudahnya masuk ke dalam keluarga
Hadikusuma dan mendapatkan seluruh kasih sayang dari keluarga itu?
Chandra tertawa kecil menanggapi ucapan Yeriko. “Yuna
memang gadis yang ceria dan menyenangkan.”
Yeriko ikut tersenyum. “Dia juga sederhana dan
penyayang,” sahutnya menambahkan sambil mencuri pandangannya ke arah Refina.
Refina berusaha untuk tersenyum agar terlihat baik-baik
saja walau dalam hatinya menyimpan kekesalan.
“Kaki kamu gimana? Ada perkembangan?” tanya Yeriko.
Refina menggelengkan kepala sambil tertunduk pilu.
Yeriko menarik napas dalam-dalam. Walau ia sudah tidak
memiliki rasa cinta dalam hatinya untuk Refina, namun ia tetap memiliki empati
dan rasa peduli sebagai seorang teman.
“Aku bakal carikan dokter terbaik buat ngobatin kaki
kamu.”
Refina tersenyum sambil menganggukkan kepala. “Aku nggak
nyangka kalau kamu masih punya rasa peduli sama aku.”
“Kamu jangan salah paham,” sahut Yeriko. “Aku ngelakuin
ini karena merasa bertanggung jawab sebagai seorang teman. Bukan karena hal
lain.”
Refina tersenyum kecut menanggapi ucapan Yeriko.
Yeriko tersenyum sinis, ia menoleh ke arah pintu ruangan
yang terbuka dan langsung menghampiri Yuna.
“Udah teleponnya?”
Yuna mengangguk sambil tersenyum. Matanya tertuju pada
Refina yang duduk di sebelah ranjang Chandra.
Refina langsung menoleh ke arah Yuna dan tersenyum manis.
Yuna tertegun mendapati senyuman manis dari wanita cantik
yang ada di hadapannya. Senyuman itu terasa menusuk hati dan membuatnya tidak
nyaman.
“Hai ...!” sapa Refina sambil tersenyum ke arah Yuna.
Sementara, Yuna masih bergeming di tempatnya.
Refina berinisiatif untuk menghampiri Yuna. Ia
mengulurkan tangannya sambil tersenyum manis. “Kenalin, aku Refina ...”
Yuna tersenyum kecut sembari membalas uluran tangan
Refina. “Ayuna, istrinya Yeriko.”
Refina tersenyum menatap Ayuna. “Senang bisa kenalan sama
kamu. Aku ...”
“Mantan pacarnya Yeriko, kan?” sahut Yuna.
Refina menganggukkan kepala.
Yeriko tersenyum sambil merangkul pinggang Yuna dan
mengajaknya mendekati Chandra yang masih duduk di atas ranjangnya.
“Gimana keadaan kamu?” tanya Yuna sambil menghampiri
Chandra.
“Udah enakan. Aku cuma luka luar. Nggak terlalu parah. Oh
ya, Jheni mana?”
“Ciyeee
... nanyain Jheni. Ciyee ... mau aku teleponkan?”
Chandra tersenyum kecil. “Nggak usah. Aku bisa telepon
sendiri.”
Yuna tersenyum sambil menatap Yeriko. “Lihat! Ternyata
mereka udah deket tanpa sepengetahuan kita.”
Yeriko tersenyum kecil menanggapi ucapan Yuna.
“Chan, nggak usah mikirin Amara lagi. Jheni, cocok kok
sama kamu.”
“Kami cuma temenan,” sahut Chandra.
“Iya. Awalnya juga temenan. Siapa tahu aja jodoh, ya
kan?” goda Yuna sambil tersenyum ceria.
“Ah, kamu bisa aja.”
“Ehem ...!” Refina berdeham karena ia merasa semua orang
tidak menganggap kehadirannya.
“Eh, Ref ... sorry! Kita kalo udah ketemu emang suka
asyik ngobrol sendiri,” tutur Chandra.
Refina tersenyum. “Nggak papa, kok. Kalian lanjutin aja
ngobrolnya. Aku mau balik ke ruanganku,” pamitnya sambil memutar kursi rodanya.
“Mau aku antar?” tanya Yuna.
Refina bergeming sambil menolehkan sedikit kepalanya,
kemudian tersenyum sinis sambil menganggukkan kepala.
Yuna tersenyum sambil melangkah menghampiri Refina.
“Yun ...!” bisik Yeriko sambil menahan lengan Yuna.
Yuna tersenyum manis ke arah Yeriko. Ia memberi isyarat
kalau semua akan baik-baik aja.
Yeriko melepas lengan Yuna perlahan dan membiarkan
istrinya mengantarkan Refina ke ruang rawatnya.
“Yer, kamu yakin kalau mereka akan baik-baik aja?” tanya
Chandra dengan perasaan khawatir.
“Agak
was-was, sih. Tapi ... Yuna nggak akan melukai Refina, kok.”
“Iya, sih. Yuna nggak akan melukai Refina. Tapi, kalau
sebaliknya gimana? Kamu tahu sendiri kalau emosi Refina nggak stabil. Bisa aja
dia ...”
Chandra dan Yeriko saling pandang.
“Semoga aja, Refina nggak nyakitin Yuna,” tutur Chandra.
Sementara itu, Yuna mendorong kursi roda Refina sambil
menyusuri koridor rumah sakit.
“Udah berapa lama nikah sama Yeriko?” tanya Refina.
“Empat bulan yang lalu,” jawab Yuna.
“Oh. Gimana bisa perempuan biasa kayak kamu masuk ke
dalam keluarga Hadikusuma?”
Yuna tersenyum sinis. “Karena kamu.”
“Aku?” Refina mengernyitkan dahi sambil menunjuk dirinya
sendiri.
“He-em. Karena kamu udah mencampakkan Yeriko tiga tahun
lalu. Kalau enggak, aku nggak mungkin dapetin Yeriko,” jelas Yuna.
Refina menarik napas dalam-dalam dan langsung
menghentikan roda kursinya.
Yuna memutar bola mata saat Refina memutar kursi roda
menghadapnya.
“Kamu ... udah tahu semuanya?” tanya Refina kesal.
Yuna mengangguk santai. “Yeriko udah cerita semuanya ke
aku.”
“Kamu nggak takut?”
“Takut kenapa?”
“Aku nggak akan ngelepasin Yeriko gitu aja. Aku balik ke
sini karena mau ambil dia.”
Yuna tersenyum sinis sambil menatap Refina. “Ambil aja
kalo bisa!” sahut Yuna sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Refina. “Aku juga
nggak akan ngebiarin siapa pun ngerebut suamiku gitu aja!” tegasnya.
“Kamu!?” Refina menatap Yuna penuh amarah. “Kamu yang
udah ngerebut Yeriko dari aku!” serunya.
Yuna menanggapi ucapan Refina dengan senyuman sinis.
“Bukannya kamu yang udah ngebuang Yeriko gitu aja? Aku adalah orang yang paling
beruntung karena bisa dapetin Yeriko. Selain ganteng, dia juga kaya raya,”
bisik Yuna.
“Dasar cewek murahan!” sentak Refina makin emosi. “Kamu
masuk ke keluarga Yeriko cuma ngincar hartanya doang, kan?”
“Kamu lebih murahan lagi. Yeriko sudah punya istri dan
kamu masih aja mau ngerebut dia dari aku!” sentak Yuna.
“Kamu yang udah ngerebut Yeri dari aku! Aku nggak akan
ngambil semua yang udah kamu ambil!” tegas Refina makin kesal.
Yuna tersenyum kecil menatap Refina. “Oh ... kamu
jauh-jauh balik dari Paris ke sini cuma mau jadi pelakor?”
Refina langsung naik pitam begitu mendengar ucapan Yuna.
Ia tak pandai berdebat dan tidak tahu kelemahan Ayuna, wanita yang baru
dikenalnya itu. “Bitch!” makinya kesal.
“Hati-hati kalo ngomong!” sentak Yuna. “Pelakor kayak
kamu itu ... jauh lebih rendah dari pelacur Dolly!” tutur Yuna sengit.
Refina geram, ia mengangkat tangannya dan bersiap
menampar Yuna.
Yuna tersenyum sambil menahan lengan Refina. “Kamu pikir,
aku bakal mudah kamu kalahin gitu aja? Aku bukan cewek lemah seperti yang kamu
pikirkan!” bisik Yuna sambil mengeratkan genggamannya.
Refina makin kesal. Ia berusaha melepaskan lengannya dari
cengkeraman tangan Yuna. Ia semakin membenci Yuna karena gadis itu tidak mudah
untuk ia singkirkan dari kehidupan Yeriko sekalipun Yuna sudah mengetahui kalau
Refina adalah cinta pertama Yeriko.
Yuna tersenyum sambil menatap Refina. “Yeriko pernah
cinta sama kamu. Tapi itu dulu. Sekarang, aku jamin kalau dia nggak akan
berpaling dari aku sedikitpun.”
Refina mengerutkan bibirnya. “Kita lihat nanti! Aku pasti
bisa ngerebut dia dari kamu!” sentak Refina sambil mendelik ke arah Yuna.
“Yun, kamu nggak papa?” tanya Yeriko yang tiba-tiba
muncul bersama Chandra.
Yuna langsung melepaskan tangan Refina dan menoleh ke
arah Yeriko. “Aku nggak papa,” jawab Yuna sambil tersenyum.
“Aw ...!” Refina mengelus bekas cengkeraman Yuna sambil
mengaduh. “Istri kamu bener-bener kejam sama aku. Padahal, aku nggak salah
apa-apa,” tutur Refina pura-pura lemah.
“Heh!? Kamu jangan akting di depan Yeriko, ya!” sahut
Yuna sambil menunjuk wajah Refina. “Jelas-jelas kamu yang mau nampar aku!”
“Udahlah, nggak usah ngeladeni dia. Kamu nggak papa,
kan?” tanya Yeriko sambil tersenyum manis ke arah Yuna. Ia memeriksa semua
tubuh Yuna untuk memastikan kalau istrinya baik-baik saja.
Refina makin kesal melihat Yeriko yang begitu
memperhatikan Yuna dan tidak menghiraukan kehadirannya.
“Ref, kamu jangan cari gara-gara sama Yuna!” pinta
Chandra.
“Aku nggak ngelakuin apa-apa. Aku cuma ngajak dia ngobrol
aja. Aku nggak tahu kalau kata-kata aku bikin dia marah. Mungkin, karena aku
dan Yeriko pernah punya hubungan di masa lalu. Jadi, dia nggak terima dengan
kehadiranku,” jelas Refina dengan mata berkaca-kaca.
Yuna sangat kesal dengan Refina yang tiba-tiba
bersandiwara. Seolah-olah membuat dirinya sangat tertindas. Ia menatap mata
Yeriko dan berharap kalau suaminya mempercayai dirinya.
Yeriko tersenyum manis sambil mengelus lembut pundak
Yuna.
Yuna ikut tersenyum, ia merasa hatinya sangat tenang
karena suaminya tidak terpengaruh dengan ucapan Refina.
((Bersambung...))
0 komentar:
Post a Comment