“Kalau kalian udah nggak punya kerjaan, mending pulang!”
tutur Yeriko. Ia langsung merangkul pinggang Yuna dan membawanya masuk ke dalam
mobil.
Lili langsung mengerutkan wajahnya menghadapi sikap Yeriko
yang sangat angkuh. “Mereka bener-bener pasangan yang nyebelin!” serunya.
Yeriko tersenyum sinis ke arah Lili dan Sofi. Perlahan, ia
menutup kaca mobil dan menyalakan mesin mobilnya. Yeriko menjalankan mobil dan
berbalik arah dengan kecepatan tinggi. Ia sengaja menginjakkan ban mobilnya
pada lumpur yang tergenang di jalanan karena kota baru saja diguyur hujan.
“Aargh ...!” Lili dan Sofi langsung berteriak saat tubuhnya
terkena percikan lumpur. Mereka memandangi kemeja putih mereka yang sudah
berubah kecokelatan.
“Kurang ajar! Awas kalian ya! Aku bakal bikin perhitungan!”
teriak Lili penuh amarah.
Sementara itu, Yuna merasa tertawa melihat dua orang
penjilat di kantornya itu begitu menderita.
Yeriko tersenyum kecil. “Kamu seneng banget lihat mereka
susah?” tanyanya.
“Hahaha. Untuk hari ini aku senang. Tapi, aku belum puas
kalau belum bisa membungkam mulut mereka.”
Yeriko tersenyum sambil melirik Yuna yang tertawa begitu
lepas. “Asalkan kamu bahagia, aku rela ngelakuin apa pun,” tuturnya dalam hati.
Yuna terus tertawa. Ia membayangkan wajah Lili dan Sofi
yang semakin marah karena sikapnya.
“Apa mereka memang seperti itu?” tanya Yeriko.
“Eh!? Maksud kamu?”
“Mereka suka nyusahin dan menghina kamu seperti itu?”
Yuna menganggukkan kepala.
“Kenapa kamu nggak bilang kalau ada orang yang menindas
kamu di kantor? Aku bisa bikin kamu pindah magang ke kantor aku. Nggak akan ada
orang yang selalu meremehkan kamu seperti itu.”
Yuna tersenyum sambil menatap Yeriko. “Tenang aja! Aku
masih bisa mengatasi semuanya. Lagian, cuma mereka berdua aja yang suka cari
masalah sama aku. Yang lain, semuanya baik dan peduli sama aku, kok.”
Yeriko menghela napas. Ia merasa Yuna memang memiliki hati
yang baik walau sikapnya keras dan kasar. Ia menatap Yuna sejenak sambil
mengacak rambut di ujung kepalanya.
“Bellina itu memang nggak ada berhentinya cari masalah sama
aku. Kayaknya, dia itu kangen banget kalo sehari aja nggak berantem sama aku.
Jelas-jelas, dia udah tahu kalau kamu suamiku, tapi masih aja bikin gosip kalau
aku ini simpanannya Oom-Oom. Apa coba maksudnya? Nyebelin banget kan?” cerocos
Yuna.
Yeriko hanya tertawa kecil melihat sikap Yuna. “Ada yang
bisa aku bantu?”
“Bantu apa?”
“Bantu ngelawan mereka.”
Yuna tergelak. “Nggak perlu lah. Ini urusan cewek sama
cewek.”
“Tapi, biar bagaimanapun kamu itu istri aku. Aku nggak bisa
diam aja kalau istriku dijahatin sama orang lain.”
“Mereka itu nggak jahat. Cuma kurang kerjaan aja. Makanya,
selalu aja nyari-nyari kesalahanku. Biar ada kerjaan kali.”
Yeriko tergelak mendengar ucapan Yuna.
“Eh, ini beneran mobil baru kamu?” tanya Yuna sambil
mengamati design interior mobil Yeriko.
Yeriko menganggukkan kepala. “Kenapa?”
“Bagus. Nyaman banget! Kapan aku bisa punya mobil kayak
gini ya?” gumam Yuna.
Yeriko tertawa kecil. “Ini juga mobil kamu.”
“Hah!?”
“Apa yang aku punya, semuanya jadi milik kamu. Kamu lupa
kalau kamu istriku?”
Mata Yuna berbinar dan tersenyum senang. “Beneran? Kalo aku
nggak punya uang, boleh aku jual ini mobil?”
Yeriko merapatkan bibir dan menatap tajam ke arah Yuna.
“Kenapa sampai jual mobil? Apa aku kelihatan kayak suami yang nggak punya
uang?” dengus Yeriko.
“Hehehe. Bercanda,” jawab Yuna meringis.
“Kamu mau mobil sendiri?” tanya Yeriko.
Yuna menggelengkan kepala.
“Serius? Nggak mau dikasih mobil sendiri?”
Yuna menggeleng. “Kalau aku ada mobil sendiri, ntar kamunya
udah nggak mau antar jemput aku ke tempat kerja.”
Yeriko tertawa kecil. “Kamu tuh aneh!” celetuknya.
“Aneh kenapa?”
“Eh!? Nggak papa. Mau ice cream?” tanya Yeriko.
“Boleh.” Yuna menganggukkan kepala.
Yeriko langsung menghentikan mobilnya di depan kafe ice
cream. Mereka langsung keluar dari mobil.
Beberapa pasang mata terpana melihat dua pasang pria-wanita
yang baru saja turun dari Lamborghini biru. Mereka terlihat sangat serasi
dan berhasil membuat beberapa orang berdecak kagum dengan kecantikan dan
ketampanan mereka.
Semua telah diciptakan saling berpasangan, tapi pasangan
yang sempurna adalah mereka yang selalu bahagia menerima kelebihan dan
kekurangan pasangannya.
“Kamu duduk aja! Biar aku yang ngantri,” tutur Yeriko.
Yuna mengangguk. Ia melihat Yeriko ikut masuk ke dalam
antrian. Ia terus mengamati suaminya yang terlihat begitu memesona.
“Hmm .... nggak nyangka kalau aku punya suami sekeren ini,”
gumam Yuna sambil menopang wajah dengan telapak tangannya. Matanya tak berkedip
menatap Yeriko yang berdiri di deretan antrian.
Beberapa menit kemudian, Yeriko menghampiri Yuna sembari
membawakan dua cup ice cream.
Yuna tersenyum dan langsung mencicipi ice cream yang
dipesan oleh Yeriko.
“Ntar malem ada kesibukan nggak?” tanya Yeriko.
“Kayaknya nggak ada. Kenapa?”
“Aku mau makan bareng Lutfi sama Chandra.”
“Oh... iya. Pergi aja!”
“Sama kamu.”
“Aku?”
Yeriko menganggukkan kepala.
“Mereka bawa pasangan?”
Yeriko menggelengkan kepala. “Nggak ada pasangannya.”
“Aku malu. Nggak ngerti mau ngobrolin apa sama mereka. Aku
nggak mau ganggu kebersamaan kalian. Aku tunggu di rumah aja ya!”
Yeriko menghela napas kecewa. Ia tidak bersemangat memakan
ice cream yang ada di hadapannya.
Yuna menatap wajah Yeriko yang tiba-tiba murung. “Jangan
sedih! Aku ikut kamu.” Ia tidak tega menolak keinginan Yeriko.
“Bener?”
Yuna menganggukkan kepala sambil tersenyum. “Mmh ... ini
ice cream-nya enak banget. Kamu pesenin aku rasa apa?”
“Rasa cinta,” jawab Yeriko sambil menahan tawa.
“Iih ... kamu ini loh. Aku serius nanyanya!” seru Yuna
sambil memukul pundak Yeriko.
“Aku juga serius,” sahut Yeriko sambil tertawa.
“Mana ada ice cream rasa cinta,” celetuk Yuna.
“Ada. Lihat di menunya kalo nggak percaya!”
“Iya, deh. Aku percaya. Tapi, masih ada lagi yang rasanya
lebih enak dari rasa cinta,” tutur Yuna.
“Rasa apa itu?” tanya Yeriko.
“Rasah mbayar,” jawab Yuna sambil tersenyum.
“Dasar, pecinta gratisan!” celetuk Yeriko.
“Iya dong. Siapa coba yang nggak suka sama barang
gratisan!?”
“Ini juga kan gratis,” tutur Yeriko.
“Hahaha. Untung punya suami banyak duit.”
“Udah mulai senang sekarang?”
“Eh!? Senang apa?”
“Senang kalo punya suami banyak duit.”
“Hahaha. Jelas, dong!”
Yeriko tersenyum sambil mengacak bagian depan rambut Yuna.
“Jangan diacak-acak rambutku!” pinta Yuna sambil merapikan
rambutnya. “Eh, ngomong-ngomong ... si Chandra nggak dateng sama tunangannya?”
Yeriko menggelengkan kepala.
“Cuma kamu doang yang bawa istri?”
Yeriko mengangguk.
“Nggak malu?”
“Malu kenapa?”
“Ya kan, mereka nggak bawa pasangan. Nanti mereka ngiri
kalo kita mesra.”
“Kalo mereka ngiri, ya kita nganan aja,” sahut Yeriko.
Yuna tergelak mendengar ucapan Yeriko.
“Chandra sama Amara hubungannya nggak begitu baik,” tutur
Yeriko.
“Masa sih? Emang kenapa sama hubungan mereka?”
Yeriko mengangkat kedua pundaknya. “Amara terlalu posesif
dan dia suka selingkuh.”
“What!?” Yuna langsung membelalakkan matanya. “Selingkuh?”
Yeriko menganggukkan kepala.
“Si Chandra kurang apa sampe dia selingkuh? Bukannya
Chandra itu baik ya? Kalem dan nggak pernah neko-neko. Aku rasa, dia tipe cowok
yang setia.”
“Yah, begitulah.”
Yeriko dan Yuna terus bercerita sambil menikmati ice cream
bersama.
Usai menghabiskan ice cream, mereka kembali ke rumah.
“Bi, malam ini nggak usah masak ya!” pinta Yeriko begitu
masuk ke dalam rumah. “Kami mau makan di luar.”
“Siap, Mas!”
Yeriko langsung melangkah menaiki anak tangga.
“Eh, Mbak Yuna!” panggil Bibi War.
Yuna langsung berbalik menatap Bibi War. “Ada apa, Bi?”
“Ada paketan datang untuk Mbak Yuna.” Bibi War bergegas
mengambil paketan dan menyerahkannya pada Yuna.
“Makasih, Bi!”
Bibi War menganggukkan kepala.
Yuna da Yeriko bergegas naik ke kamar mereka.
“Kamu belanja online?” tanya Yeriko saat mereka sudah
berada di dalam kamar.
“Iya.”
“Beli apa?” tanya Yeriko penasaran.
“Ada, deh.”
Yeriko mengernyitkan dahi. Ia justru penasaran dengan isi
paket yang dikirim untuk Yuna. Ia langsung menyambar kotak paket tersebut.
“Iih ... jangan!” Yuna langsung menyambar paket miliknya.
Namun, Yeriko mengangkatnya tinggi dan Yuna tak bisa mencapai tangannya.
“Bilang dulu isinya apa?”
“Iih ... mau tahu aja rahasia perempuan,” celetuk Yuna. Ia
berusaha memanjat tubuh Yeriko untuk mengambil paket yang ada di tangan Yeriko.
Yeriko tidak menyerah. Ia tetap mempertahankan paketan di
tangannya.
“Iih ... ngeselin!” seru Yuna. “Buka aja kalo mau tahu! Aku
mau mandi.” Ia berbalik sambil menghentakkan kaki dan bergegas masuk ke kamar
mandi.
Yeriko tersenyum kecil dan meletakkan paket tersebut di
atas meja. Walau penasaran, ia tetap tidak ingin membuat istrinya marah. Ia
tidak akan membuka paketan itu tanpa sepengetahuan Yuna.
0 komentar:
Post a Comment