Tuesday, February 4, 2025

Bab 51 : Cemburu Pada Masa Lalu

 


Sesampainya di rumah, Yeriko langsung menggendong Yuna ke kamar dan membaringkannya di tempat tidur.

 

“Lian brengsek!” celetuk Yuna. “Aku sayang sama kamu, tapi kamu malah tidur sama perempuan lain.”

 

“Kamu masih sayang sama dia?” tanya Yeriko.

 

Yuna membuka mata dan menatap Yeriko yang ada di sisinya. “Eh!? Ia menggelengkan kepalanya.

 

Yeriko langsung berbalik dan melangkah pergi.

 

“Beruang!” panggilnya sambil menatap punggung Yeriko. Ia bergegas turun dari tempat tidur dan mengejar suaminya itu.

 

“Dia masa laluku. Dulu, aku memang pernah sayang sama dia. Tapi, saat ini nggak ada pria lain yang aku cintai selain kamu,” tutur Yuna sambil memeluk Yeriko dari belakang.

 

“Aku cuma ngerasa, sakit hatiku belum hilang setiap kali ketemu sama dia. Kamu tahu, rasanya dikhianati sama pacar dan saudara sendiri?” ucap Yuna dengan nada yang semakin merendah.

 

Yeriko menarik napas dalam-dalam dan langsung berbalik menatap Yuna. Setiap kali menatap mata Yuna, ia selalu tak berdaya dan tidak bisa marah begitu saja.

 

Yuna menengadahkan kepalanya menatap Yeriko. “Aku cuma sayang sama kamu,” tuturnya lirih dengan mata berkaca-kaca.

 

Yeriko memegang pundak Yuna dan langsung mencium bibir Yuna penuh kehangatan.

 

“Udah nggak marah lagi?” tanya Yuna setelah ia dan Yeriko berciuman.

 

Yeriko menggelengkan kepala.

 

“Aku suka kamu kalau cemburu kayak gini,” tutur Yuna sambil menangkupkan telapak tangannya ke wajah Yeriko.

 

“Aku nggak cemburu.”

 

“Beneran?”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

“Aha ... telinga kamu goyang-goyang, artinya kamu lagi bohong!” seru Yuna.

 

“Eh!?”

 

Yuna tersenyum kecil dan langsung merangkul leher Yeriko. Ia mencium bibir Yeriko dan juga menggigit leher Yeriko.

 

“Kamu mau bangunin si Kecil?” bisik Yeriko.

 

“Si Kecil siapa?” tanya Yuna.

 

Yeriko tak menjawab. Ia langsung menggendong Yuna dan menidurkannya ke atas ranjang. Ia langsung mengulum bibir Yuna yang manis dan mengecup seluruh tubuh Yuna.

 

Yuna merasa dirinya melayang sangat tinggi saat Yeriko menciumi seluruh tubuhnya dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. Mereka kembali tenggelam dalam romansa cinta yang panas dan menggairahkan.

 

 

 

Keesokan harinya ...

 

“Pagi ...!” sapa Yuna saat membuka mata dan melihat suaminya masih tertidur.

 

“Pagi juga, istriku,” balas Yeriko sambil menarik tubuh Yuna ke dalam pelukannya.

 

“Hari ini kerja?” tanya Yuna.

 

“He-em.” Yeriko mengangguk tanpa membuka mata.

 

“Kalo gitu, bangun! Aku juga mau kerja.”

 

“Sebentar!” Yeriko makin mengeratkan pelukannya.

 

“Tapi ... ini sudah pagi.”

 

“Lima menit lagi!” pinta Yeriko sambil mengecup kening Yuna.

 

Yuna tersenyum, ia meletakkan kepalanya di dada Yeriko.

 

Beberapa menit kemudian, Yeriko terbangun dan membawa Yuna mandi bersamanya. Usai mandi dan berganti pakaian, mereka langsung turun untuk sarapan bersama.

 

“Pagi, Bi!” sapa Yuna pada Bibi War yang sedang menyiapkan sarapan di atas meja.

 

“Pagi,” balas Bibi War sambil tersenyum. Ia bisa merasakan rona bahagia yang terlihat dari wajah Yuna.

 

Yuna tersenyum, ia langsung duduk di meja makan dan menikmati sarapan bersama Yeriko.

 

“Yun ...!” panggil Yeriko lirih.

 

“Ya.”

 

“Apa kamu nggak mau pindah magang ke kantorku?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Aku sudah mulai menguasai kerjaan dengan baik, kok.”

 

“Sepupu kamu itu ... nggak nyusahin kamu?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Aku sudah biasa berantem sama dia.”

 

“Tapi ...”

 

“Kamu nggak usah khawatir. Semua bakal baik-baik aja!”

 

“Soal Lian, gimana?”

 

“Eh!? Maksudnya?”

 

“Gimana kamu menghadapi dia? Bukannya dia mantan pacar yang bakal jadi kakak ipar kamu?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Kalau sering ketemu, apa perasaan yang dulu ... bisa dijamin nggak balik lagi?”

 

Yuna langsung menatap wajah Yeriko sambil tersenyum.

 

“Kenapa?” Yeriko mengerutkan kening menghadapi tatapan Yuna.

 

“Kamu cemburu?” goda Yuna.

 

Yeriko menggelengkan kepala.

 

“Kenapa khawatir soal hubungan aku sama Lian?”

 

“Mmh ... nggak papa. Cuma nanya doang.”

 

“Bilang aja kalo cemburu!” celetuk Yuna.

 

Yeriko menarik napas dan menghembuskannya perlahan. “Aku ini suami kamu, wajar kan kalau aku cemburu?”

 

“Iya, sih. Tapi lihat-lihat juga kalo cemburu. Lian sama sekali nggak layak buat dicemburui. Dia nggak lebih unggul dari kamu.”

 

“Oh ya?” Yeriko tersenyum menatap Yuna.

 

Yuna menganggukkan kepala. “Oh ya, apa kamu bener-bener nggak pernah pacaran?”

 

“Pernah.”

 

“Serius?”

 

Yeriko mengangguk.

 

“Berapa mantan kamu?”

 

“Satu.”

 

“Oh ya? Laki-laki seganteng kamu, cuma punya mantan satu?”

 

“Kenapa?” tanya Yeriko balik.

 

Yuna tersenyum menatap Yeriko. “Nggak papa. Aku pikir, kamu playboy kayak Lutfi.”

 

“Apa aku kelihatan seburuk itu?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Suamiku bukan cuma tampan, tapi juga kaya raya. Pasti banyak perempuan yang mengejar cintanya.” Yuna menatap Yeriko sambil menopang pipi dengan telapak tangannya.

 

“Oh ya? Kalau gitu, kamu harus menghargai suami kamu ini dan menjaganya dengan baik supaya nggak diambil sama perempuan lain!” pinta Yeriko.

 

Yuna menganggukkan kepala. “Nggak ada yang boleh ambil suamiku!”

 

Yeriko tersenyum dan langsung mengecup bibir Yuna. “Kamu juga, nggak boleh tergoda sama cowok tampan!”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Asalkan dia nggak lebih tampan dari kamu,” ucapnya sambil menahan tawa.

 

“Kamu!?” dengus Yeriko sambil menatap tajam ke arah Yuna.

 

“Bercanda. Serius amat, sih?”

 

Yeriko tertawa kecil. Ia mengelus lembut rambut Yuna. “Cepet habiskan makannya!”

 

Yuna mengangguk. Usai sarapan, ia dan Yeriko pergi bekerja seperti biasa.

 

“Makasih sudah diantar,” ucap Yuna sambil tersenyum manis ke arah Yeriko sebelum ia keluar dari mobil.

 

“Tumben manis banget?” Yeriko mengerutkan keningnya.

 

Yuna langsung menatap tajam ke arah Yeriko. “Kenapa kamu masih nyebelin aja, sih!?”

 

Yeriko mengangkat kedua alisnya dan langsung mengecup bibir Yuna. “Cepat turun! Ntar terlambat masuk kerja!” perintahnya sambil tersenyum.

 

Yuna mengangguk dan bergegas turun dari mobil. Ia melenggang penuh ceria memasuki gedung kantornya. Ia kembali beraktifitas seperti biasa.

 

Yuna sudah bisa menguasai pekerjaannya dan bisa menyelesaikan laporannya lebih cepat. Karena bosan, ia memilih untuk berjalan-jalan sejenak. Ia bertemu dengan Lian di atap gedung.

 

“Yuna ...!?” sapa Lian saat melihat Yuna.

 

“Kamu? Ngapain di sini?” tanya Yuna canggung.

 

“Aku? Ini juga kantorku. Ada yang salah?”

 

Yuna menggelengkan kepala, ia berbalik dan melangkah pergi.

 

“Yun!” panggil Lian sambil menarik lengan Yuna.

 

“Apaan sih!?” Yuna langsung menepis tangan Lian dengan kasar.

 

“Apa kamu sudah bener-bener ngelupain kisah kita?”

 

“Nggak ada kisah apa pun di antara kita,” sahut Yuna ketus.

 

Lian langsung memutar tubuh Yuna menghadap ke arahnya. “Yun, kamu cantik banget. Bisakah berbagi sama aku? Aku bakal kasih apa pun yang kamu mau,” bisiknya sambil menyentuh pipi Yuna dengan punggung ibu jarinya.

 

Yuna langsung menepis tangan Lian.

 

“Kamu pikir, aku sama kayak tunangan kamu yang murahan itu!?” sentak Yuna.

 

Lian tersenyum kecil. Ia terus melangkah maju mendekati Yuna sementara Yuna memundurkan langkahnya satu persatu hingga punggungnya menyentuh dinding.

 

“Buatku, semua perempuan sama aja,” tutur Lian. “Sayang banget kan kalau ada cewek cantik tapi nggak dipake?”

 

Yuna menatap tajam ke arah Lian. Ia benar-benar tidak tahan dengan ucapan Lian yang begitu merendahkan dirinya.

 

“Aku tahu, kamu masih sayang sama aku dan berharap kita bisa kembali baik kayak dulu lagi. Asalkan kamu mau ngasih semuanya buat aku, aku bakalan nerima kamu lagi.”

 

Yuna tersenyum sinis. “Sayangnya, aku sama sekali nggak tertarik sama kamu lagi!” tegas Yuna.

 

Lian tersenyum kecil. “Kenapa? Aku juga nggak kalah menggairahkan dari Yeriko.”

 

“Maksud kamu?”

 

Lian tersenyum kecil. “Nggak usah pura-pura bodoh!” Lian menggenggam pundak Yuna dan memaksa ingin mencium Yuna.

 

Yuna terus memberontak walau Lian menahan tangan Yuna begitu erat. Ia langsung menendang alat vital Lian menggunakan dengkulnya.

 

“Aw ...!” Lian langsung terjatuh ke lantai sambil memegangi bagian tubuh yang ditendang oleh Yuna.

 

“Rasain!” sentak Yuna sambil berlalu pergi meninggalkan Lian.

 

“Awas kamu ya! Kalau sampe aku mandul, kamu harus tanggung jawab!” teriak Lian.

 

“Bodo amat!” sahut Yuna dan bergegas pergi meninggalkan Lian. “Dasar cowok kekijilan! Udah punya tunangan, masih aja gangguin istri orang. Bener-bener nggak tahu malu!” rutuknya kesal.

 

Yuna langsung turun dan bergegas kembali ke meja kerjanya dan beraktivitas seperti biasa.


((Bersambung ...))

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas