“Ternyata, kakek kamu baik juga ya?” tutur Yuna.
“Kebetulan aja mood-nya lagi bagus,” sahut Yeriko.
“Oh ya?” Yuna tersenyum manis ke arah Yeriko. “Tapi, aku
lihat dia ramah dan banyak cerita.”
Yeriko menghentikan langkahnya. “Kamu suka dia cerita
yang jelek soal aku?” dengusnya.
Yuna meringis sambil meraih jemari tangan Yeriko. Ia
tersenyum manja sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Yeriko. “Aku jadi
penasaran sama masa kecil kamu.”
Yeriko menatap Yuna sini. “Minta digigit, hah!?”
“Kalau tahu kamu sekaya ini, aku nggak mungkin mau nikah
sama kamu,” tutur Yuna.
“Kenapa?”
“Karena ... aku nggak suka pria kaya. Keluarga Lian
sering menindas dan ngejek aku karena aku miskin. Aku ngerasa nggak pantes buat
masuk ke keluarga orang kaya,” jawab Yuna tak bersemangat.
Yeriko mengernyitkan dahi. “Bukannya sebagian besar
perempuan pengen punya suami yang kaya?”
Yuna meringis ke arah Yeriko. “Kalo gitu, aku masuk yang
bagian kecilnya.”
Yeriko tergelak. “Kamu tuh emang lucu ya! Unik dan
langka. Kayaknya, aku harus bikinin lemari kaca khusus buat kamu. Ditaruh di
museum,” sahut Yeriko sambil menahan tawa.
“Iih ... kamu mulai nyebelin ya sekarang!?” Yuna menyubit
pinggang Yeriko.
Yeriko berusaha berkelit sambil terus tertawa.
“Ehem ... pengantin baru, bahagia banget!” sapa Rullyta
yang sudah duduk di sofa.
“Eh, Mama!?” Yeriko dan Yuna langsung menegakkan tubuh
dan bersikap baik. Yeriko menggenggem tangan Yuna yang ada di sampingnya.
“Kenapa diam aja di situ? Duduk!” perintah Rullyta sambil
menunjuk sofa di depannya menggunakan dagu.
Yuna tersenyum kecil menatap Rullyta, ia dan Yeriko duduk
di hadapan Rullyta dan terlihat sangat canggung.
“Sudah berapa lama kalian menikah?” tanya Rullyta.
“Satu bulan,” jawab Yuna dan Yeriko bersamaan.
“Sudah satu bulan menikah dan kalian baru ke sini?” tanya
Rullyta sambil menatap Yuna dan Yeriko.
Yuna langsung mengenggam tangan Yeriko.
“Yuna, kamu sudah tahu gimana sifat anak laki-laki yang
duduk di samping kamu ini? Sudah jelas dia bukan anak yang berbakti. Sudah
sebulan menikah dan baru sekarang memperkenalkan istrinya? Kenapa kamu mau
menikah sama laki-laki kayak gini, hah!?”
“Eh!?” Yuna melongo menatap Rullyta. Pandangannya beralih
pada Yeriko yang duduk di sampingnya.
Yeriko menghela napas dan menatap mamanya. “Ma, aku sibuk
ngurus perusahaan. Yuna juga baru masuk kerja saat kami baru nikah. Baru ada
waktu buat ke sini,” terang Yeriko.
Rullyta menghela napas mendengar keterangan puteranya
sendiri. “Kamu sudah bekerja keras untuk perusahaan selama sepuluh tahun lebih.
Apa nggak bisa meluangkan waktu untuk memikirkan keluargamu sendiri? Bahkan
mengunjungi Mama saja, kamu sudah nggak punya waktu.”
“Ck, Mama nggak usah mendramatisir keadaan. Bukannya mama
sudah ngerti sendiri keadaanku seperti apa?”
Rullyta menghela napasnya. “Yer, Mama sangat mengerti
keadaanmu. Tapi, sekarang kamu sudah beristri. Kamu harus lebih banyak
meluangkan waktu untuk istrimu. Kasihan Yuna kalau dia selalu kesepian di
rumah.”
Yuna tersenyum menatap Rullyta. “Yeriko sudah menemani
aku dengan baik kok, Ma. Dia selalu antar jemput ke tempat kerja. Dia selalu
ada di rumah setiap malam. Dia nggak perna bikin aku kesepian,” ucap Yuna
sambil tersenyum.
“Oh ya? Baguslah kalau begitu.”
Yuna dan Yeriko tersenyum kecil sambil menatap mamanya.
Rullyta mengambil sebuah kotak dari bawah meja. “Sini!”
pintanya sambil menepuk sofa yang ada di sampingnya. Meminta Yuna agar duduk di
sampingnya.
Yuna bangkit dan mengikuti perintah Rullyta untuk duduk
di sisinya.
“Ini buat kamu!” tutur Rullyta sambil memberikan kotak
tersebut ke pangkuan Yuna.
“Ini apa?” tanya Yuna sambil menatap kotak persegi
berwarna biru yang ada di pangkuannya.
“Buka!” pinta Rullyta sambil tersenyum menatap Yuna.
Yuna membuka kotak tersebut perlahan. Ia membelalakkan
matanya begitu melihat isi kotak tersebut. Yuna langsung menutup kembali kotak
tersebut dan memberikannya kembali pada Rullyta.
“Kenapa?” Rullyta mengernyitkan dahi menatap Yuna.
“Maaf, Ma. Aku nggak bisa terima ini. Ini terlalu mewah
buat aku,” ucap Yuna lirih.
Rullyta menarik napas sambil tersenyum menatap Yuna.
“Kamu sudah menjadi bagian dari keluarga ini dan harus menerimanya.”
Yuna menggelengkan kepala. “Aku nggak pantes dapetin
perhiasan sebagus ini. Lagipula, aku nggak terlalu membutuhkan perhiasan kok,
Ma.”
“Nggak bisa. Ini adalah perhiasan turun temurun di
keluarga ini. Kamu sudah menjadi menantu Mama. Maka, kamu harus menerima
perhiasan ini!” tegas Rullyta.
“Tapi ...”
Rullyta langsung meraih kedua tangan Yuna dan
memperhatikan jemarinya satu persatu. “Lihat! Kamu sudah menikah selama sebulan
dan belum ada cincin di jari manis kamu. Suami kamu ini bener-bener
keterlaluan!” celetuk Rullyta sambil melirik Yeriko.
Yeriko menghela napas. Ia memilih untuk bangkit dan turun
ke bawah menemui kakeknya.
“Eh, mau ke mana?” tanya Rullyta.
“Turun lihat kakek,” jawab Yeriko santai sambil berlalu
pergi.
Rullyta tersenyum menatap puteranya, kemudian ia kembali
menatap Yuna yang juga mememerhatikan kepergian Yeriko.
“Sudah, jangan hiraukan anak itu!” pinta Rullyta. “Kamu
cobain perhiasan ini, pasti cantik banget kalau kamu yang pakai!”
“Tapi, Ma ...”
“Nggak ada tapi-tapian!” tegas Rullyta. “Kalau kamu masih
menganggap aku sebagai mama mertua, kamu harus nerima ini!”
Yuna tersenyum, ia tidak bisa lagi menolak pemberian dari
Rullyta.
“Cobain ya!” pinta Rullyta. Dengan senang hati, ia
memakaikann kalung dan gelang ke tubuh Yuna. Ia merasa sangat bahagia karena
mendapat menantu yang cantik dan berhati baik.
Yuna tersenyum sambil menyentuh kalung yang melingkar di
lehernya. “Makasih ya, Ma!”
Rullyta menganggukkan kepala. “Oh ya, ini ada kartu
khusus buat kamu!” tuturnya sambil menunjukkan sebuah kartu yang ada di dalam
kotak tersebut.
“Ini untuk apa, Ma?” tanya Yuna sambil mengamati kartu
tersebut. Ia sama sekali tidak mengerti kartu dengan nama dan kode yang begitu
asing di matanya.
“Simpanlah! Suatu saat, pasti akan berguna!”
Yuna mengangguk sambil tersenyum.
Rullyta menghela napas. “Padahal, dia punya asisten
pribadi. Kenapa dia masih sesibuk itu?”
“Eh!? Riyan!?” Yuna langsung teringat pada Riyan yang
masih berada di dalam mobil saat ia dan Yeriko masuk ke rumah.
“Kenapa?” tanya Rullyta sambil mengernyitkan dahinya.
“Riyan, tadi masih di dalam mobil waktu aku sama Yeriko
masuk ke rumah ini. Apa dia ...?”
Rullyta tertawa kecil menanggapi ucapan Yuna. “Dia selalu
takut masuk ke rumah ini.”
“Hah!? Kenapa?”
“Karena kakek bakalan ngajak dia main catur selama
berjam-jam. Kamu tahu, sejak dia jadi asisten Yeriko, kakek selalu ngajak dia
main catur. Sampai sekarang, dia belum pernah menang dari kakek,” terang
Rullyta sambil terkekeh geli.
Yuna ikut tertawa mendengar ucapan Rullyta. Pantas saja
Riyan terlihat kurang senang saat memasuki rumah keluarga Yeriko.
“Oh ya, kamu mau nggak lihat foto-foto Yeriko waktu masih
kecil?” tanya Rullyta.
“Ada, Ma?” tanya Yuna dengan mata berbinar.
Rullyta mengangguk. Ia mengambil buku album dari bawah
meja dan menunjukkannya pada Yuna.
Yuna merasa sangat senang karena bisa melihat foto-foto
masa kecil Yeriko bersama kakek dan mamanya. Ia terus melihat album foto sambil
bercerita banyak dengan ibu mertuanya.
“Nyonya, makanan sudah siap!” tutur salah seorang pelayan
yang ada di rumah Yeriko.
“Oke,” sahut Rullyta. “Ayo, kita makan dulu!” pinta
Rullyta pada Yuna.
Yuna menganggukkan kepala. Ia menutup foto album Yeriko
dan bergegas mengikuti mama mertuanya turun ke ruang makan untuk menikmati
makan malam bersama keluarganya.
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Selamat menjalankan ibadah puasa.
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment