BAB 120 : PETUNJUK INDIGO
Chessy membuka matanya perlahan, tapi ia tidak bisa
melihat apa pun.
“Gue di mana?” batin Chessy sembari berusaha untuk
bangkit.
BUG!
Tak sampai ia bangkit, kepalanya sudah membentur sesuatu
di hadapannya. Mata Chessy semakin terbelalak lebar, tapi ia tidak bisa melihat
apa pun di sana karena sangat gelap. Ia berusaha untuk meraba dinding-dinding
di sekitarnya dan ia menyadari jika ia dibaringkan di dalam sebuah tempat yang
sangat sempit.
“Apa
gue ada di dalam peti mati?” gumam Chessy.
BRAAK
…!
“TOLONG
…!”
Chessy berusaha berteriak sekuat tenaga. Tapi ia tahu
jika usahanya tak akan berhasil meski suara dan tenaganya sudah habis terbuang.
“Cakra
… can you help me?” lirih Chessy sembari menitikan air matanya.
Semua bayangan masa lalunya tiba-tiba berkelebat di
pelupuk mata. Semua orang-orang yang ada di hidupnya, tiba-tiba muncul
bergantian seolah memberikan pesan bahwa hari ini adalah hari terakhir bagi
Chessy untuk hidup di dunia ini.
“Semua orang bakal mati, tapi gue nggak mau mati dalam
keadaan dikubur hidup-hidup kayak gini.
Gue punya salah apa? Kenapa ada orang yang sekejam ini sama gue?” ucap Chessy
yang kini diselimuti oleh rasa takut.
Braaak …!
Chessy langsung menyentuh dinding kayu yang menutupi
tubuhnya ketika ia bisa mendengar suara dari luar. “Gue belum dikubur, masih
ada aktivitas di luar sana,” lirihnya. Ia langsung berusaha kembali
memukul-mukul dinding yang menutup tubuhnya.
“TOLONG …! TOLONG …! TOLONG …!”
Meski sudah berusaha memberontak sekuat tenaga, Chessy
tetap tidak mendapatkan hasil apa pun.
“Cakra … kalau aku mati, kamu jangan nikah lagi! Aku
pengen jadi istri kamu satu-satunya sampai di surga nanti,” batin Chessy di
sisa-sisa tenaga yang ia miliki.
***
Di waktu yang sama.
“Bagaimana? Apakah kamu sudah bisa
mengendalikan indera keenammu dengan baik, anak muda?” tanya seorang pria tua
yang sedang berada di sebuah pondok kecil di tengah hutan.
Lion mengangguk. ”Sudah lebih baik, Kek.
Setidaknya, saya tidak perlu dirawat di rumah sakit lagi karena melihat masa
depan orang lain.”
Kakek tua itu tersenyum. ”Seperti yang
sudah aku katakan. Kamu bisa melihat masa depan, tapi kamu tidak bisa
mengendalikannya. Jika kamu berusaha mengendalikannya, jangan kecewa pada
takdir yang sudah digariskan Tuhan!”
Lion mengangguk. ”Lion mengerti,” ucapnya
setengah menunduk sambil tersenyum.
Lion terkesiap ketika tiba-tiba lantai di
bawahnya memunculkan wajah Chessy yang sedang tersenyum riang di tengah-tengah
pesta. Kemudian, disusul dengan adegan Chessy yang berada di atas gedung
bersama Arabella. Dilanjutkan lagi dengan Chessy yang tiba-tiba diculik oleh
empat orang pemuda dalam keadaan tak sadarkan diri.
Chessy dibawa masuk ke dalam sebuah mobil
box bersama barang-barang yang di-supply ke dalam gedung hotel tersebut.
Kemudian, Chessy dimasukkan ke dalam peti mati dan dibawa menuju sebuah
bandara. Peti mati itu berada bersama barang-barang logistik di pesawat. Kemudian,
dibawa oleh beberapa orang pria ke dalam sebuah mobil pengangkut barang dan dibawa
ke suatu tempat di tengah hutan.
”CHESSY ...!” seru Lion dan seketika ia
tersadar.
”Siapa Chessy?” tanya kakek tua yang
sedang berada bersama Lion.
”Adik saya,” jawab Lion lirih.
”Apakah kamu melihat hal buruk sedang
terjadi padanya?” tanya kakek tua itu kembali saat melihat raut wajah Lion yang
berubah panik.
Lion menganggukkan kepalanya.
”Ingin membantunya?” tanya kakek itu
lagi.
”Apakah saya bisa?”
”Takdir seseorang bisa berubah dan kita
boleh berusaha mengubahnya. Tapi jangan kecewa, bahkan menyalahkan Tuhan jika
takdir itu tidak mampu untuk kamu ubah.”
Lion mengangguk tanda mengerti. Ia
kembali memejamkan mata dan berusaha untuk kembali pada rekaman kehidupan
Chessy yang baru saja ia lihat. ”Aku harus bisa. Aku harus bisa. Aku pasti
bisa!” batinnya.
Lion berusaha untuk menelusuri jejak
lewat memorinya. Ia
sedikit terperanjat ketika ia menemukan sebuah pohon besar yang sering ia
lewati di daerah pegunungan tersebut.
Sudah beberapa bulan lalu, Lion dikirim
oleh orang misterius untuk belajar mengendalikan indera keenamnya pada kakek
tua yang tinggal di dalam hutan, di wilayah pegunungan Rinjani, Pulau Lombok.
Hingga kini, ia tidak mengetahui siapa
orang yang mengirimnya karena tiba-tiba ia sudah berada di Pulau Lombok saat
sadarkan diri. Ia sudah berusaha menelusuri lewat memori indera keenamnya, tapi
tetap nihil.
”Dia ada di wilayah ini,” ucapnya lirih,
kemudian Lion kembali pada kesadarannya.
”Kamu yakin? Kamu bisa mencoba mengasah kemampuan
indera keenammu dengan cara menemukannya,” ucap kakek tua itu.
Lion mengangguk. Ia segera berpamitan
dengan kakek tua tersebut untuk menemukan keberadaan Chessy. Jauh dalam hatinya
ia berharap jika hal buruk yang sedang ia lihat, tidak terjadi sungguhan pada
Chessy.
”Anak muda, jika sudah kembali ke tempatmu,
ingatlah untuk berterima kasih pada orang yang membawamu ke tempat ini! Dia
tidak bisa melihatmu, tapi bisa mendengarmu dari jauh.” ucap kakek tua itu
sebelum Lion benar-benar menghilang dari pandangannya.
Lion mengangguk. ”Baik, Kek.” Ia segera melangkah keluar
dari rumah kayu tersebut dan menyusuri jalan setapak di dalam hutan.
Tak berapa lama, Lion menemukan sebuah
pohon besar yang muncul di dalam bayangannya. Ia segera melangkah menyusuri wilayah
tersebut perlahan dan menemukan sebuah rumah kayu yang cukup besar. Dilihat
dari bentuknya, bangunan itu seperti sebuah villa di tengah hutan yang kurang terawat.
Tak jauh dari bangunan tersebut, terdapat danau kecil yang asri dan
menenangkan. Tempat seperti ini sangat disukai oleh wisatawan mancanegara.
”Kamu siapa!?” sentak seorang pria sambil
menghampiri Lion begitu melihat Lion mendekat ke arah villa tersebut.
Lion langsung tersenyum. Ia mengusap tangan dan mengulurkan
telapak tangannya kepada pria tersebut. ”Selamat siang, Kakak! Perkenalkan,
nama saya Lion. Saya sedang cari kayu bakar untuk masak sore ini. Rumah saya
tidak jauh dari sini,” jawabnya.
”Jangan bohong! Memangnya ada rumah di
tengah hutan begini?” sentak pria asing itu.
”Ada. Di sini juga ada,” jawab Lion
santai sambil menunjuk rumah villa yang ada di sana. ”Rumah saya ada di balik gunung
ini. Kalau kakak tidak percaya, kakak bisa main ke sana.”
”Kamu pikir, aku pengangguran, hah!?” sentak pria itu makin kesal.
“Jangan marah-marah, Kakak! Saya jawab apa adanya. Apakah ada pekerjaan untuk
saya, Kakak? Rumah ini terlihat kurang terawat. Bagaimana kalau saya bantu
merawatnya? Saya pandai bersih-bersih rumah, pandai memasak juga,” sahut Lion.
Pria asing itu memerhatikan tubuh Lion
dari ujung rambut sampai ke ujung kaki selama beberapa saat. ”Boleh juga kalau
ada yang ngerawat tempat ini dan ada yang masak buat kita semua,” batinnya.
”Kakak tidak perlu khawatir soal gaji.
Saya tidak digaji juga tidak apa-apa. Yang penting, setiap hari saya bisa
membawa pulang makanan untuk kakek saya. Saya yatim piatu, hanya tinggal
bersama kakek dan beliau sedang sakit,” ucap Lion agar pria itu
mempertimbangkan dirinya bisa masuk ke dalam villa tersebut.
”Hmm .... boleh juga. Kami juga butuh
orang untuk masak. Tapi kamu harus bisa menjaga semua rahasia yang ada di dalam
villa ini. Ikut aku!” ucap pria asing itu.
Lion mengangguk sambil tersenyum. ”Saya
janji, akan bekerja dengan baik.”
Pria asing itu langsung melangkah menuju
halaman belakang villa. Ia membuka pintu dan menunjukkan ruang dapur yang ada
di tempat tersebut. Tidak terlalu besar, tapi fasilitasnya cukup lengkap.
”Listrik di villa ini menggunakan genset
dan tenaga surya. Kamu harus bisa berhemat menggunakan listriknya karena bahan
bakar terbatas. Kami ada lima orang. Setiap harinya kamu harus memasak untuk
kami semua!”
”He-em.” Lion mengangguk tanda
mengerti.
“Kami punya tawanan seorang wanita di
sini. Kamu tidak boleh membebaskannya. Kalau sampai kamu bebaskan tawanan kami,
kamu dan kakekmu akan kami panggang hidup-hidup!”
Lion tersentak, tapi ia berusaha untuk
menganggukkan kepalanya. ”Chessy beneran ada di tempat ini,” batinnya.
”Cepat kamu masakkan bubur untuk tawanan
kami! Dia belum makan selama 24 jam karena kami suntik bius. Dia wanita yang
sangat berharga dan nggak boleh sampai mati karena dia akan jadi sumber uang
kita dan bikin kita kaya-raya.”
Lion menganggukkan kepala. Ia segera
bergerak di dapur tersebut untuk membuat masakan seperti yang diperintahkan. Ia
harus bisa membuktikan kalau ia benar-benar bisa memasak. Juga harus segera
membuat hidangan untuk Chessy agar wanita itu bisa bertahan hidup dengan baik.
”Chess, kamu jangan khawatir! Selama
ada aku, nggak akan ada satu orang pun yang bisa melukai kamu, termasuk suamimu
sendiri,” batin Lion.
0 komentar:
Post a Comment