Labels
Saturday, February 1, 2025
Bab 45 - Menantu Kesayangan
“Ternyata, kakek kamu baik juga ya?” tutur Yuna.
“Kebetulan aja mood-nya lagi bagus,” sahut Yeriko.
“Oh ya?” Yuna tersenyum manis ke arah Yeriko. “Tapi, aku
lihat dia ramah dan banyak cerita.”
Yeriko menghentikan langkahnya. “Kamu suka dia cerita
yang jelek soal aku?” dengusnya.
Yuna meringis sambil meraih jemari tangan Yeriko. Ia
tersenyum manja sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Yeriko. “Aku jadi
penasaran sama masa kecil kamu.”
Yeriko menatap Yuna sini. “Minta digigit, hah!?”
“Kalau tahu kamu sekaya ini, aku nggak mungkin mau nikah
sama kamu,” tutur Yuna.
“Kenapa?”
“Karena ... aku nggak suka pria kaya. Keluarga Lian
sering menindas dan ngejek aku karena aku miskin. Aku ngerasa nggak pantes buat
masuk ke keluarga orang kaya,” jawab Yuna tak bersemangat.
Yeriko mengernyitkan dahi. “Bukannya sebagian besar
perempuan pengen punya suami yang kaya?”
Yuna meringis ke arah Yeriko. “Kalo gitu, aku masuk yang
bagian kecilnya.”
Yeriko tergelak. “Kamu tuh emang lucu ya! Unik dan
langka. Kayaknya, aku harus bikinin lemari kaca khusus buat kamu. Ditaruh di
museum,” sahut Yeriko sambil menahan tawa.
“Iih ... kamu mulai nyebelin ya sekarang!?” Yuna menyubit
pinggang Yeriko.
Yeriko berusaha berkelit sambil terus tertawa.
“Ehem ... pengantin baru, bahagia banget!” sapa Rullyta
yang sudah duduk di sofa.
“Eh, Mama!?” Yeriko dan Yuna langsung menegakkan tubuh
dan bersikap baik. Yeriko menggenggem tangan Yuna yang ada di sampingnya.
“Kenapa diam aja di situ? Duduk!” perintah Rullyta sambil
menunjuk sofa di depannya menggunakan dagu.
Yuna tersenyum kecil menatap Rullyta, ia dan Yeriko duduk
di hadapan Rullyta dan terlihat sangat canggung.
“Sudah berapa lama kalian menikah?” tanya Rullyta.
“Satu bulan,” jawab Yuna dan Yeriko bersamaan.
“Sudah satu bulan menikah dan kalian baru ke sini?” tanya
Rullyta sambil menatap Yuna dan Yeriko.
Yuna langsung mengenggam tangan Yeriko.
“Yuna, kamu sudah tahu gimana sifat anak laki-laki yang
duduk di samping kamu ini? Sudah jelas dia bukan anak yang berbakti. Sudah
sebulan menikah dan baru sekarang memperkenalkan istrinya? Kenapa kamu mau
menikah sama laki-laki kayak gini, hah!?”
“Eh!?” Yuna melongo menatap Rullyta. Pandangannya beralih
pada Yeriko yang duduk di sampingnya.
Yeriko menghela napas dan menatap mamanya. “Ma, aku sibuk
ngurus perusahaan. Yuna juga baru masuk kerja saat kami baru nikah. Baru ada
waktu buat ke sini,” terang Yeriko.
Rullyta menghela napas mendengar keterangan puteranya
sendiri. “Kamu sudah bekerja keras untuk perusahaan selama sepuluh tahun lebih.
Apa nggak bisa meluangkan waktu untuk memikirkan keluargamu sendiri? Bahkan
mengunjungi Mama saja, kamu sudah nggak punya waktu.”
“Ck, Mama nggak usah mendramatisir keadaan. Bukannya mama
sudah ngerti sendiri keadaanku seperti apa?”
Rullyta menghela napasnya. “Yer, Mama sangat mengerti
keadaanmu. Tapi, sekarang kamu sudah beristri. Kamu harus lebih banyak
meluangkan waktu untuk istrimu. Kasihan Yuna kalau dia selalu kesepian di
rumah.”
Yuna tersenyum menatap Rullyta. “Yeriko sudah menemani
aku dengan baik kok, Ma. Dia selalu antar jemput ke tempat kerja. Dia selalu
ada di rumah setiap malam. Dia nggak perna bikin aku kesepian,” ucap Yuna
sambil tersenyum.
“Oh ya? Baguslah kalau begitu.”
Yuna dan Yeriko tersenyum kecil sambil menatap mamanya.
Rullyta mengambil sebuah kotak dari bawah meja. “Sini!”
pintanya sambil menepuk sofa yang ada di sampingnya. Meminta Yuna agar duduk di
sampingnya.
Yuna bangkit dan mengikuti perintah Rullyta untuk duduk
di sisinya.
“Ini buat kamu!” tutur Rullyta sambil memberikan kotak
tersebut ke pangkuan Yuna.
“Ini apa?” tanya Yuna sambil menatap kotak persegi
berwarna biru yang ada di pangkuannya.
“Buka!” pinta Rullyta sambil tersenyum menatap Yuna.
Yuna membuka kotak tersebut perlahan. Ia membelalakkan
matanya begitu melihat isi kotak tersebut. Yuna langsung menutup kembali kotak
tersebut dan memberikannya kembali pada Rullyta.
“Kenapa?” Rullyta mengernyitkan dahi menatap Yuna.
“Maaf, Ma. Aku nggak bisa terima ini. Ini terlalu mewah
buat aku,” ucap Yuna lirih.
Rullyta menarik napas sambil tersenyum menatap Yuna.
“Kamu sudah menjadi bagian dari keluarga ini dan harus menerimanya.”
Yuna menggelengkan kepala. “Aku nggak pantes dapetin
perhiasan sebagus ini. Lagipula, aku nggak terlalu membutuhkan perhiasan kok,
Ma.”
“Nggak bisa. Ini adalah perhiasan turun temurun di
keluarga ini. Kamu sudah menjadi menantu Mama. Maka, kamu harus menerima
perhiasan ini!” tegas Rullyta.
“Tapi ...”
Rullyta langsung meraih kedua tangan Yuna dan
memperhatikan jemarinya satu persatu. “Lihat! Kamu sudah menikah selama sebulan
dan belum ada cincin di jari manis kamu. Suami kamu ini bener-bener
keterlaluan!” celetuk Rullyta sambil melirik Yeriko.
Yeriko menghela napas. Ia memilih untuk bangkit dan turun
ke bawah menemui kakeknya.
“Eh, mau ke mana?” tanya Rullyta.
“Turun lihat kakek,” jawab Yeriko santai sambil berlalu
pergi.
Rullyta tersenyum menatap puteranya, kemudian ia kembali
menatap Yuna yang juga mememerhatikan kepergian Yeriko.
“Sudah, jangan hiraukan anak itu!” pinta Rullyta. “Kamu
cobain perhiasan ini, pasti cantik banget kalau kamu yang pakai!”
“Tapi, Ma ...”
“Nggak ada tapi-tapian!” tegas Rullyta. “Kalau kamu masih
menganggap aku sebagai mama mertua, kamu harus nerima ini!”
Yuna tersenyum, ia tidak bisa lagi menolak pemberian dari
Rullyta.
“Cobain ya!” pinta Rullyta. Dengan senang hati, ia
memakaikann kalung dan gelang ke tubuh Yuna. Ia merasa sangat bahagia karena
mendapat menantu yang cantik dan berhati baik.
Yuna tersenyum sambil menyentuh kalung yang melingkar di
lehernya. “Makasih ya, Ma!”
Rullyta menganggukkan kepala. “Oh ya, ini ada kartu
khusus buat kamu!” tuturnya sambil menunjukkan sebuah kartu yang ada di dalam
kotak tersebut.
“Ini untuk apa, Ma?” tanya Yuna sambil mengamati kartu
tersebut. Ia sama sekali tidak mengerti kartu dengan nama dan kode yang begitu
asing di matanya.
“Simpanlah! Suatu saat, pasti akan berguna!”
Yuna mengangguk sambil tersenyum.
Rullyta menghela napas. “Padahal, dia punya asisten
pribadi. Kenapa dia masih sesibuk itu?”
“Eh!? Riyan!?” Yuna langsung teringat pada Riyan yang
masih berada di dalam mobil saat ia dan Yeriko masuk ke rumah.
“Kenapa?” tanya Rullyta sambil mengernyitkan dahinya.
“Riyan, tadi masih di dalam mobil waktu aku sama Yeriko
masuk ke rumah ini. Apa dia ...?”
Rullyta tertawa kecil menanggapi ucapan Yuna. “Dia selalu
takut masuk ke rumah ini.”
“Hah!? Kenapa?”
“Karena kakek bakalan ngajak dia main catur selama
berjam-jam. Kamu tahu, sejak dia jadi asisten Yeriko, kakek selalu ngajak dia
main catur. Sampai sekarang, dia belum pernah menang dari kakek,” terang
Rullyta sambil terkekeh geli.
Yuna ikut tertawa mendengar ucapan Rullyta. Pantas saja
Riyan terlihat kurang senang saat memasuki rumah keluarga Yeriko.
“Oh ya, kamu mau nggak lihat foto-foto Yeriko waktu masih
kecil?” tanya Rullyta.
“Ada, Ma?” tanya Yuna dengan mata berbinar.
Rullyta mengangguk. Ia mengambil buku album dari bawah
meja dan menunjukkannya pada Yuna.
Yuna merasa sangat senang karena bisa melihat foto-foto
masa kecil Yeriko bersama kakek dan mamanya. Ia terus melihat album foto sambil
bercerita banyak dengan ibu mertuanya.
“Nyonya, makanan sudah siap!” tutur salah seorang pelayan
yang ada di rumah Yeriko.
“Oke,” sahut Rullyta. “Ayo, kita makan dulu!” pinta
Rullyta pada Yuna.
Yuna menganggukkan kepala. Ia menutup foto album Yeriko
dan bergegas mengikuti mama mertuanya turun ke ruang makan untuk menikmati
makan malam bersama keluarganya.
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Selamat menjalankan ibadah puasa.
Much Love
@vellanine.tjahjadi
BAB 120 : PETUNJUK INDIGO
BAB 120 : PETUNJUK INDIGO
Chessy membuka matanya perlahan, tapi ia tidak bisa
melihat apa pun.
“Gue di mana?” batin Chessy sembari berusaha untuk
bangkit.
BUG!
Tak sampai ia bangkit, kepalanya sudah membentur sesuatu
di hadapannya. Mata Chessy semakin terbelalak lebar, tapi ia tidak bisa melihat
apa pun di sana karena sangat gelap. Ia berusaha untuk meraba dinding-dinding
di sekitarnya dan ia menyadari jika ia dibaringkan di dalam sebuah tempat yang
sangat sempit.
“Apa
gue ada di dalam peti mati?” gumam Chessy.
BRAAK
…!
“TOLONG
…!”
Chessy berusaha berteriak sekuat tenaga. Tapi ia tahu
jika usahanya tak akan berhasil meski suara dan tenaganya sudah habis terbuang.
“Cakra
… can you help me?” lirih Chessy sembari menitikan air matanya.
Semua bayangan masa lalunya tiba-tiba berkelebat di
pelupuk mata. Semua orang-orang yang ada di hidupnya, tiba-tiba muncul
bergantian seolah memberikan pesan bahwa hari ini adalah hari terakhir bagi
Chessy untuk hidup di dunia ini.
“Semua orang bakal mati, tapi gue nggak mau mati dalam
keadaan dikubur hidup-hidup kayak gini.
Gue punya salah apa? Kenapa ada orang yang sekejam ini sama gue?” ucap Chessy
yang kini diselimuti oleh rasa takut.
Braaak …!
Chessy langsung menyentuh dinding kayu yang menutupi
tubuhnya ketika ia bisa mendengar suara dari luar. “Gue belum dikubur, masih
ada aktivitas di luar sana,” lirihnya. Ia langsung berusaha kembali
memukul-mukul dinding yang menutup tubuhnya.
“TOLONG …! TOLONG …! TOLONG …!”
Meski sudah berusaha memberontak sekuat tenaga, Chessy
tetap tidak mendapatkan hasil apa pun.
“Cakra … kalau aku mati, kamu jangan nikah lagi! Aku
pengen jadi istri kamu satu-satunya sampai di surga nanti,” batin Chessy di
sisa-sisa tenaga yang ia miliki.
***
Di waktu yang sama.
“Bagaimana? Apakah kamu sudah bisa
mengendalikan indera keenammu dengan baik, anak muda?” tanya seorang pria tua
yang sedang berada di sebuah pondok kecil di tengah hutan.
Lion mengangguk. ”Sudah lebih baik, Kek.
Setidaknya, saya tidak perlu dirawat di rumah sakit lagi karena melihat masa
depan orang lain.”
Kakek tua itu tersenyum. ”Seperti yang
sudah aku katakan. Kamu bisa melihat masa depan, tapi kamu tidak bisa
mengendalikannya. Jika kamu berusaha mengendalikannya, jangan kecewa pada
takdir yang sudah digariskan Tuhan!”
Lion mengangguk. ”Lion mengerti,” ucapnya
setengah menunduk sambil tersenyum.
Lion terkesiap ketika tiba-tiba lantai di
bawahnya memunculkan wajah Chessy yang sedang tersenyum riang di tengah-tengah
pesta. Kemudian, disusul dengan adegan Chessy yang berada di atas gedung
bersama Arabella. Dilanjutkan lagi dengan Chessy yang tiba-tiba diculik oleh
empat orang pemuda dalam keadaan tak sadarkan diri.
Chessy dibawa masuk ke dalam sebuah mobil
box bersama barang-barang yang di-supply ke dalam gedung hotel tersebut.
Kemudian, Chessy dimasukkan ke dalam peti mati dan dibawa menuju sebuah
bandara. Peti mati itu berada bersama barang-barang logistik di pesawat. Kemudian,
dibawa oleh beberapa orang pria ke dalam sebuah mobil pengangkut barang dan dibawa
ke suatu tempat di tengah hutan.
”CHESSY ...!” seru Lion dan seketika ia
tersadar.
”Siapa Chessy?” tanya kakek tua yang
sedang berada bersama Lion.
”Adik saya,” jawab Lion lirih.
”Apakah kamu melihat hal buruk sedang
terjadi padanya?” tanya kakek tua itu kembali saat melihat raut wajah Lion yang
berubah panik.
Lion menganggukkan kepalanya.
”Ingin membantunya?” tanya kakek itu
lagi.
”Apakah saya bisa?”
”Takdir seseorang bisa berubah dan kita
boleh berusaha mengubahnya. Tapi jangan kecewa, bahkan menyalahkan Tuhan jika
takdir itu tidak mampu untuk kamu ubah.”
Lion mengangguk tanda mengerti. Ia
kembali memejamkan mata dan berusaha untuk kembali pada rekaman kehidupan
Chessy yang baru saja ia lihat. ”Aku harus bisa. Aku harus bisa. Aku pasti
bisa!” batinnya.
Lion berusaha untuk menelusuri jejak
lewat memorinya. Ia
sedikit terperanjat ketika ia menemukan sebuah pohon besar yang sering ia
lewati di daerah pegunungan tersebut.
Sudah beberapa bulan lalu, Lion dikirim
oleh orang misterius untuk belajar mengendalikan indera keenamnya pada kakek
tua yang tinggal di dalam hutan, di wilayah pegunungan Rinjani, Pulau Lombok.
Hingga kini, ia tidak mengetahui siapa
orang yang mengirimnya karena tiba-tiba ia sudah berada di Pulau Lombok saat
sadarkan diri. Ia sudah berusaha menelusuri lewat memori indera keenamnya, tapi
tetap nihil.
”Dia ada di wilayah ini,” ucapnya lirih,
kemudian Lion kembali pada kesadarannya.
”Kamu yakin? Kamu bisa mencoba mengasah kemampuan
indera keenammu dengan cara menemukannya,” ucap kakek tua itu.
Lion mengangguk. Ia segera berpamitan
dengan kakek tua tersebut untuk menemukan keberadaan Chessy. Jauh dalam hatinya
ia berharap jika hal buruk yang sedang ia lihat, tidak terjadi sungguhan pada
Chessy.
”Anak muda, jika sudah kembali ke tempatmu,
ingatlah untuk berterima kasih pada orang yang membawamu ke tempat ini! Dia
tidak bisa melihatmu, tapi bisa mendengarmu dari jauh.” ucap kakek tua itu
sebelum Lion benar-benar menghilang dari pandangannya.
Lion mengangguk. ”Baik, Kek.” Ia segera melangkah keluar
dari rumah kayu tersebut dan menyusuri jalan setapak di dalam hutan.
Tak berapa lama, Lion menemukan sebuah
pohon besar yang muncul di dalam bayangannya. Ia segera melangkah menyusuri wilayah
tersebut perlahan dan menemukan sebuah rumah kayu yang cukup besar. Dilihat
dari bentuknya, bangunan itu seperti sebuah villa di tengah hutan yang kurang terawat.
Tak jauh dari bangunan tersebut, terdapat danau kecil yang asri dan
menenangkan. Tempat seperti ini sangat disukai oleh wisatawan mancanegara.
”Kamu siapa!?” sentak seorang pria sambil
menghampiri Lion begitu melihat Lion mendekat ke arah villa tersebut.
Lion langsung tersenyum. Ia mengusap tangan dan mengulurkan
telapak tangannya kepada pria tersebut. ”Selamat siang, Kakak! Perkenalkan,
nama saya Lion. Saya sedang cari kayu bakar untuk masak sore ini. Rumah saya
tidak jauh dari sini,” jawabnya.
”Jangan bohong! Memangnya ada rumah di
tengah hutan begini?” sentak pria asing itu.
”Ada. Di sini juga ada,” jawab Lion
santai sambil menunjuk rumah villa yang ada di sana. ”Rumah saya ada di balik gunung
ini. Kalau kakak tidak percaya, kakak bisa main ke sana.”
”Kamu pikir, aku pengangguran, hah!?” sentak pria itu makin kesal.
“Jangan marah-marah, Kakak! Saya jawab apa adanya. Apakah ada pekerjaan untuk
saya, Kakak? Rumah ini terlihat kurang terawat. Bagaimana kalau saya bantu
merawatnya? Saya pandai bersih-bersih rumah, pandai memasak juga,” sahut Lion.
Pria asing itu memerhatikan tubuh Lion
dari ujung rambut sampai ke ujung kaki selama beberapa saat. ”Boleh juga kalau
ada yang ngerawat tempat ini dan ada yang masak buat kita semua,” batinnya.
”Kakak tidak perlu khawatir soal gaji.
Saya tidak digaji juga tidak apa-apa. Yang penting, setiap hari saya bisa
membawa pulang makanan untuk kakek saya. Saya yatim piatu, hanya tinggal
bersama kakek dan beliau sedang sakit,” ucap Lion agar pria itu
mempertimbangkan dirinya bisa masuk ke dalam villa tersebut.
”Hmm .... boleh juga. Kami juga butuh
orang untuk masak. Tapi kamu harus bisa menjaga semua rahasia yang ada di dalam
villa ini. Ikut aku!” ucap pria asing itu.
Lion mengangguk sambil tersenyum. ”Saya
janji, akan bekerja dengan baik.”
Pria asing itu langsung melangkah menuju
halaman belakang villa. Ia membuka pintu dan menunjukkan ruang dapur yang ada
di tempat tersebut. Tidak terlalu besar, tapi fasilitasnya cukup lengkap.
”Listrik di villa ini menggunakan genset
dan tenaga surya. Kamu harus bisa berhemat menggunakan listriknya karena bahan
bakar terbatas. Kami ada lima orang. Setiap harinya kamu harus memasak untuk
kami semua!”
”He-em.” Lion mengangguk tanda
mengerti.
“Kami punya tawanan seorang wanita di
sini. Kamu tidak boleh membebaskannya. Kalau sampai kamu bebaskan tawanan kami,
kamu dan kakekmu akan kami panggang hidup-hidup!”
Lion tersentak, tapi ia berusaha untuk
menganggukkan kepalanya. ”Chessy beneran ada di tempat ini,” batinnya.
”Cepat kamu masakkan bubur untuk tawanan
kami! Dia belum makan selama 24 jam karena kami suntik bius. Dia wanita yang
sangat berharga dan nggak boleh sampai mati karena dia akan jadi sumber uang
kita dan bikin kita kaya-raya.”
Lion menganggukkan kepala. Ia segera
bergerak di dapur tersebut untuk membuat masakan seperti yang diperintahkan. Ia
harus bisa membuktikan kalau ia benar-benar bisa memasak. Juga harus segera
membuat hidangan untuk Chessy agar wanita itu bisa bertahan hidup dengan baik.
”Chess, kamu jangan khawatir! Selama
ada aku, nggak akan ada satu orang pun yang bisa melukai kamu, termasuk suamimu
sendiri,” batin Lion.