Thursday, January 23, 2025

Bab 9 - Kepergok Tidur Bareng

 


“Bos, mau dibantu?” tanya Riyan saat ia sudah selesai memarkirkan mobilnya di halaman villa milik Yeriko.

 

“Kamu langsung pulang aja!” perintah Yeriko sambil merangkulkan lengan Yuna ke pundaknya.

 

Riyan tertawa kecil. “Siap, Bos!”

 

Yeriko menggendong Yuna naik ke kamarnya. Ia langsung meletakkan tubuh Yuna perlahan ke atas kasur.

 

Ia baru melangkah, namun Yuna mencengkeram lengannya.

 

“Belum sembuh juga?” Yeriko mengernyitkan dahi menatap Yuna.

 

Yuna merangkul leher Yeriko, menarik cowok itu ke dalam pelukannya. Perlahan, Yuna menempelkan bibirnya ke bibir Yeriko.

 

Yeriko tak bisa menolak ciuman Yuna yang penuh gairah. Mereka terus berguling di atas kasur seirama dengan sentuhan lembut di bibir mereka.

 

Yuna semakin liar menguasai Yeriko. Ia melepas jas Yeriko yang masih tersemat di tubuhnya.

 

Yeriko bisa melihat dengan leluasa dada Yuna yang mulus.

 

Yuna melepas gaun dan bra miliknya. Ia duduk di atas tubuh Yeriko. Tangannya mulai bertingkah dan melepas kancing kemeja Yeriko satu per satu.

 

Yeriko menahan lengan Yuna. “Yun, stop!” serunya. “Aku ini laki-laki normal. Sekalipun aku bernafsu, aku nggak akan melakukannya tanpa cinta.”

 

Yeriko makin kesal. Ia menggendong tubuh Yuna dan memasukkannya ke dalam bath tube lalu mengisinya dengan air hangat.

 

Yeriko duduk di sisi bath tube saat melihat Yuna mulai tenang.

 

“Bagus. Lebih baik kamu tidur di sini semalaman dan jangan ganggu tidurku!” Yeriko bangkit dan bergegas keluar dari kamar mandi.

 

Yeriko melepas kemejanya. Berganti pakaian dan pergi tidur.

 

Beberapa menit di atas kasur. Ia tetap tak bisa memejamkan mata. Ia menoleh ke arah pintu kamar mandi yang terbuka.

 

Tapi, dia bisa mati kedinginan kalau berendam sampai pagi.”

 

“Huft ... perempuan ini bener-bener merepotkan!” Yeriko turun dari ranjang. Ia masuk ke kamar mandi, menatap Yuna yang sudah tertidur di dalam bath tube.

 

Yeriko tak tahan lagi. Ia membuka pembuangan air dan mengangkat tubuh Yuna dari dalam bath tube. Yeriko menggendong Yuna keluar dari kamar mandi. Meletakkan Yuna ke atas kasur dan menutupinya dengan selimut.

 

Keesokan harinya ...

 

Matahari sudah meninggi. Namun Yuna dan Yeriko masih terlelap di dalam kamar.

 

Yuna memijat kepalanya saat mendengar suara nyanyian burung dan kokok ayam. Ia juga mendengar suara manusia yang berkegiatan dengan benda-benda di sekitarnya.

 

Perlahan, Yuna membuka mata.

 

“Aargh ...! Kenapa aku bisa di sini? Baju aku mana?” teriak Yuna saat mendapati Yeriko sudah tidur di sebelahnya. Ia langsung bangkit dari tempat tidur sambil menutupi tubuhnya dengan selimut.

 

Yeriko langsung membuka mata dan duduk sambil menatap Yuna.

 

“Eh, kamu nggak ingat apa yang sudah kamu lakuin semalaman?”

 

Yuna mengerutkan hidungnya menatap Yeriko.  “Bilang sama aku, kita ngapain aja semalam?” seru Yuna.

 

“Tidur,” jawab Yeriko santai tanpa membuka mata.

 

“Beneran cuma tidur? Kenapa kamu lepasin semua bajuku? Kamu sengaja mau manfaatin aku dan ngambil keuntungan dari aku, hah!?”

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Tubuh kamu sama sekali nggak menarik.”

 

“Berarti ... aku masih perawan?”

 

Yeriko mengangguk.

 

Yuna turun dari ranjang lalu mengambil bra dan gaunnya yang tergeletak di lantai.

 

“Huft ... ini udah nggak bisa dipake,” gumamnya sambil mengangkat gaun yang sudah robek parah. Ia memakai bra miliknya, melirik lemari pakaian Yeriko yang ukurannya empat kali dari lemari pakaian miliknya.

 

Yuna langsung berlari dan membuka lemari Yeriko. Ia mengambil kaos putih lengan pendek dan celana pendek milik Yeriko.

 

Yeriko tertawa kecil melihat Yuna yang memakai pakaiannya. Tubuhnya yang mungil, tenggelam dalam baju milik Yeriko.

 

“Kenapa ketawa? Ada yang lucu?”

 

Yeriko menggelengkan kepala dan turun dari ranjang. Ia bergegas ke kamar mandi untuk mencuci wajah dan menggosok giginya.

 

“Ini sudah jam sepuluh pagi, kenapa kamu masih di rumah? Kamu bener-bener pengangguran ya?”

 

Yeriko membersihkan mulutnya dan keluar dari kamar mandi kemudian mengikuti langkah Yeriko keluar dari kamar.

 

“Beneran kan kita semalam nggak ngapa-ngapain?” tanya Yuna sambil menaiki anak tangga.

 

“Kamu pikir aja sendiri, semalam kamu ngapain aja?”

 

Yuna mengetuk kepalanya. “Aku bener-bener minta maaf. Aku tahu semalam udah kelewatan. Aku nggak tahu kalau nenek sihir itu udah ngejebak aku dan mau jual aku sama bajingan tua itu.”

 

Yeriko menghentikan langkahnya.

 

“Kenapa?” tanya Yuna. Ia berdiri satu tangga di bawah Yeriko sambil menatap cowok bertubuh tinggi di hadapannya itu.

 

Yeriko bergeming. Tatapan tertuju pada sosok wanita yang duduk di sofa ruang tamu. Wanita itu tersenyum menatap Yeriko dan Yuna.

 

“Kenapa?” tanya Yuna sambil memutar tubuhnya dan mendapati wanita cantik yang duduk di sofa.

 

“Dia siapa?” bisik Yuna.

 

“Mamaku,” jawab Yeriko sambil menggenggam kedua pundak Yuna dan mengajak gadis itu turun menemui mamanya.

 

“Aku harus bilang apa?” bisik Yuna. Wajahnya merona dan tangannya gemetaran. Ia takut mendapat makian dari mama Yeriko. Seorang gadis, tidak seharusnya menginap di rumah laki-laki yang baru dikenalnya.

 

Rullyta menahan tawa melihat tubuh Yuna yang mungil mengenakan baju pria yang kebesaran. Tubuhnya hampir tenggelam ditelan oleh baju anaknya yang bertubuh tinggi.

 

Yuna tersenyum sambil menghampiri Rullyta, mama Yeriko. “Pagi, Tante ...!” sapa Yuna canggung.

 

“Pagi ...!” balas Rullyta sambil tersenyum ke arah Yuna. Kemudian ia menatap puteranya yang berdiri di sebelah Yuna.

 

“Selama ini kamu nggak mau dijodohkan karena udah punya pilihan sendiri? Kenapa nggak bilang ke Mama kalau sudah punya pacar? Kalo tahu, Mama nggak perlu repot-repot mikirin jodoh buat anak Mama lagi.”

 

“Eh!? Kami nggak pacaran, Tante,” sergah Yuna.

 

Rullyta tersenyum sambil menyentuh lembut pundak Yuna. “Nggak usah sungkan sama Tante! Kalau bukan pacar, Yeri nggak mungkin bawa kamu nginap di rumah ini kan? Oh ya, nama kamu siapa?”

 

Yuna tersenyum kecut menatap Rullyta. “Fristi Ayuna Linandar. Panggil Yuna aja, Tante.”

 

“Oh ... nama yang cantik, kayak orangnya,” puji Rullyta sambil menyolek dagu Yuna.

 

Yuna tersenyum manis sambil mengangguk hormat.

 

“Aku mamanya Yeri. Panggil aja Mama Rully!”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Baik, Tante.”

 

Rullyta mengerutkan keningnya. “Tante!?”

 

“Eh, oh, eh ... Baik, Mama Rully.” Yuna meralat ucapannya dan tersenyum manis.

 

“Ma, jangan bikin dia malu kayak gini!” pinta Yeriko. “Kami nggak ada hubungan apa pun.”

 

“Kamu pikir Mama akan percaya gitu aja!?” sahut Rullyta.

 

“Kami memang nggak punya hubungan apa-apa. Cuma temen!” sahut Yeriko.

 

“Temen? Seumur hidup, kamu nggak pernah bawa temen perempuan ke dalam rumah.”

 

“Nggak ada gunanya kami terus mengelak. Biar gimana pun, Mama udah tahu kalau kami keluar dari kamar yang sama,” batin Yeriko.

 

Yeriko tersenyum menatap Rullyta. Ia merangkul pundak Yuna. “Gimana? Mama suka?”

 

Rullyta menganggukkan kepala sambil tersenyum. “Suka. Cantik dan manis,” jawabnya sambil menatap Yuna.

 

Yeriko tersenyum. “Kalo gitu, kami naik dulu!” pamitnya.

 

“Eh!?” Yuna menengadahkan kepala menatap Yeriko.

 

“Kamu mau tinggalin Mama sendirian? Mama masih mau ngobrol sama Yuna,” tutur Rullyta. Ia meraih lengan Yuna. “Kamu tahu, Yeriko nggak pernah mau pacaran selama ini. Katanya, wanita itu merepotkan. Dia belum tahu rasanya jatuh cinta dan dicintai sama wanita. Kamu pasti bisa bikin dia sayang banget sama kamu.”

 

“Ma ...!” sergah Yeriko. Ia tidak suka jika mamanya banyak membicarakan tentang dirinya.

 

Rullyta tersenyum ke arah Yeriko.

 

Yeriko membalas senyuman mamanya dan merangkul Yuna menaiki anak tangga.

 

Yuna terus menoleh ke arah Rullyta. Ia merasa bersalah karena meninggalkan orang tua Yeriko begitu saja.

 

“Heh!? Mama belum selesai ngomong!” seru Rullyta.

 

“Kami belum mandi. Kami mandi dulu. Lanjutin nanti di meja makan!” balas Yeriko tanpa menoleh.

 

Rullyta menghela napas. Ia tersenyum lega karena akhirnya putera kesayangannya itu sudah memiliki pacar. I harap, Yeriko bisa menikahi Yuna secepatnya.

 

“Nggak enak sama mama kamu kalo ditinggal gitu aja,” bisik Yuna.

 

“Udah. Nggak usah banyak cerita! Mending kamu mandi dulu sana!” perintah Yeriko saat mereka sudah ada di depan pintu kamar.

 

“Tapi ...”

 

Yeriko menaikkan kedua alis menatap Yuna. “Kenapa?”

 

“Aku nggak punya baju ganti.”

 

“Aku udah suruh orang buat nyiapin baju buat kamu.”

 

“Siapa?”

 

“Nggak usah banyak nanya! Buruan mandi!” Yeriko mendorong Yuna masuk ke dalam kamar. Ia berbalik dan melangkah pergi.

 

Sementara Yuna bergegas mandi. Usai mandi, Yuna menemukan satu set pakaian, lengkap dengan pakaian dalam yang sudah tergeletak di atas ranjang.

 

“Wah ... bagus banget! Kainnya juga bagus. Kayaknya ini mahal, deh.” Yuna langsung mengenakan pakaiannya dengan gembira.

 

“Kelihatannya sih dingin banget. Tapi, seleranya cukup bagus,” tutur Yuna sambil menatap tubuhnya di depan cermin.

 

Yuna bergegas turun dan menemui Rullyta yang menunggunya di meja makan.

 

“Udah selesai mandinya?” tanya Rullyta.

 

Yuna tersenyum sambil menganggukkan kepala. Ia mulai canggung karena tak ada Yeriko di meja makan.

 

“Ayo, makan!” ajak Rullyta.

 

“Mmh ... Yeri ke mana?”

 

“Udah, nggak usah hirauin si Yeriko. Tadi Riyan datang, kayaknya dia sibuk di ruang kerjanya.”

 

“Kalo nggak ada dia, kita bisa leluasa cerita,” tutur Rullyta pelan.

 

Yuna tertawa kecil menanggapi ucapan Rullyta. Ia mulai nyaman karena Rullyta sangat ramah terhadapnya.

 

“Ceritain ke Mama, dong! Gimana si Yeri yang dingin itu bisa jatuh cinta sama kamu?”

 

(( Bersambung ... ))



 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas