“Bos, mau dibantu?”
tanya Riyan saat ia sudah selesai memarkirkan mobilnya di halaman villa milik
Yeriko.
“Kamu langsung pulang
aja!” perintah Yeriko sambil merangkulkan lengan Yuna ke pundaknya.
Riyan tertawa kecil.
“Siap, Bos!”
Yeriko menggendong Yuna
naik ke kamarnya. Ia langsung meletakkan tubuh Yuna perlahan ke atas kasur.
Ia
baru melangkah, namun Yuna mencengkeram lengannya.
“Belum sembuh juga?”
Yeriko mengernyitkan dahi menatap Yuna.
Yuna merangkul leher
Yeriko, menarik cowok itu ke dalam pelukannya. Perlahan, Yuna menempelkan
bibirnya ke bibir Yeriko.
Yeriko tak bisa menolak
ciuman Yuna yang penuh gairah. Mereka terus berguling di atas kasur seirama
dengan sentuhan lembut di bibir mereka.
Yuna semakin liar
menguasai Yeriko. Ia melepas jas Yeriko yang masih tersemat di tubuhnya.
Yeriko bisa melihat
dengan leluasa dada Yuna yang mulus.
Yuna melepas gaun dan
bra miliknya. Ia duduk di atas tubuh Yeriko. Tangannya mulai bertingkah dan
melepas kancing kemeja Yeriko satu per satu.
Yeriko menahan lengan
Yuna. “Yun, stop!” serunya. “Aku ini laki-laki normal. Sekalipun aku bernafsu,
aku nggak akan melakukannya tanpa cinta.”
Yeriko makin kesal. Ia
menggendong tubuh Yuna dan memasukkannya ke dalam bath tube lalu mengisinya dengan air hangat.
Yeriko duduk di sisi
bath tube saat melihat Yuna mulai tenang.
“Bagus. Lebih baik kamu
tidur di sini semalaman dan jangan ganggu tidurku!” Yeriko bangkit dan bergegas
keluar dari kamar mandi.
Yeriko melepas
kemejanya. Berganti pakaian dan pergi tidur.
Beberapa menit di atas
kasur. Ia tetap tak bisa memejamkan mata. Ia menoleh ke arah pintu kamar mandi
yang terbuka.
“Tapi, dia bisa mati kedinginan kalau
berendam sampai pagi.”
“Huft ... perempuan ini
bener-bener merepotkan!” Yeriko turun dari ranjang. Ia masuk ke kamar mandi,
menatap Yuna yang sudah tertidur di dalam bath tube.
Yeriko tak tahan lagi.
Ia membuka pembuangan air dan mengangkat tubuh Yuna dari dalam bath tube.
Yeriko menggendong Yuna keluar dari kamar mandi. Meletakkan Yuna ke atas kasur
dan menutupinya dengan selimut.
Keesokan harinya ...
Matahari sudah
meninggi. Namun Yuna dan Yeriko masih terlelap di dalam kamar.
Yuna memijat kepalanya
saat mendengar suara nyanyian burung dan kokok ayam. Ia juga mendengar suara
manusia yang berkegiatan dengan benda-benda di sekitarnya.
Perlahan, Yuna membuka
mata.
“Aargh ...! Kenapa aku bisa di sini? Baju
aku mana?” teriak
Yuna saat mendapati Yeriko sudah tidur di sebelahnya. Ia langsung bangkit dari
tempat tidur sambil menutupi tubuhnya dengan selimut.
Yeriko langsung membuka
mata dan duduk sambil menatap Yuna.
“Eh, kamu nggak ingat
apa yang sudah kamu lakuin semalaman?”
Yuna mengerutkan
hidungnya menatap Yeriko. “Bilang sama
aku, kita ngapain aja semalam?” seru Yuna.
“Tidur,” jawab Yeriko
santai tanpa membuka mata.
“Beneran cuma tidur?
Kenapa kamu lepasin semua bajuku? Kamu sengaja mau manfaatin aku dan ngambil
keuntungan dari aku, hah!?”
Yeriko menganggukkan
kepala. “Tubuh kamu sama sekali nggak menarik.”
“Berarti ... aku masih
perawan?”
Yeriko mengangguk.
Yuna
turun dari ranjang lalu mengambil bra dan gaunnya yang
tergeletak di lantai.
“Huft ... ini udah
nggak bisa dipake,” gumamnya sambil mengangkat gaun yang sudah robek parah. Ia
memakai bra miliknya, melirik lemari pakaian Yeriko yang ukurannya empat kali
dari lemari pakaian miliknya.
Yuna langsung berlari
dan membuka lemari Yeriko. Ia mengambil kaos putih lengan pendek dan celana
pendek milik Yeriko.
Yeriko tertawa kecil
melihat Yuna yang memakai pakaiannya. Tubuhnya yang mungil, tenggelam dalam
baju milik Yeriko.
“Kenapa ketawa? Ada
yang lucu?”
Yeriko menggelengkan
kepala dan turun dari ranjang. Ia bergegas ke kamar mandi untuk mencuci wajah
dan menggosok giginya.
“Ini sudah jam sepuluh
pagi, kenapa kamu masih di rumah? Kamu bener-bener pengangguran ya?”
Yeriko membersihkan
mulutnya dan keluar dari kamar mandi
kemudian mengikuti langkah Yeriko keluar dari kamar.
“Beneran kan kita
semalam nggak ngapa-ngapain?” tanya Yuna sambil menaiki anak tangga.
“Kamu pikir aja
sendiri, semalam kamu ngapain aja?”
Yuna mengetuk
kepalanya. “Aku bener-bener minta maaf. Aku tahu semalam udah kelewatan. Aku
nggak tahu kalau nenek sihir itu udah ngejebak aku dan mau jual aku sama
bajingan tua itu.”
Yeriko menghentikan
langkahnya.
“Kenapa?” tanya Yuna.
Ia berdiri satu tangga di bawah Yeriko sambil menatap cowok bertubuh tinggi di
hadapannya itu.
Yeriko bergeming.
Tatapan tertuju pada sosok wanita yang duduk di sofa ruang tamu. Wanita itu
tersenyum menatap Yeriko dan Yuna.
“Kenapa?” tanya Yuna
sambil memutar tubuhnya dan mendapati wanita cantik yang duduk di sofa.
“Dia siapa?” bisik
Yuna.
“Mamaku,” jawab Yeriko
sambil menggenggam kedua pundak Yuna dan mengajak gadis itu turun menemui
mamanya.
“Aku harus bilang apa?”
bisik Yuna. Wajahnya merona dan tangannya gemetaran. Ia takut mendapat makian
dari mama Yeriko. Seorang gadis, tidak seharusnya menginap di rumah laki-laki
yang baru dikenalnya.
Rullyta menahan tawa
melihat tubuh Yuna yang mungil mengenakan baju pria yang kebesaran. Tubuhnya
hampir tenggelam ditelan oleh baju anaknya yang bertubuh tinggi.
Yuna tersenyum sambil
menghampiri Rullyta, mama Yeriko. “Pagi, Tante ...!” sapa Yuna canggung.
“Pagi ...!” balas
Rullyta sambil tersenyum ke arah Yuna. Kemudian ia menatap puteranya yang
berdiri di sebelah Yuna.
“Selama ini kamu nggak
mau dijodohkan karena udah punya pilihan sendiri? Kenapa nggak bilang ke Mama
kalau sudah punya pacar? Kalo tahu, Mama nggak perlu repot-repot mikirin jodoh
buat anak Mama lagi.”
“Eh!? Kami nggak
pacaran, Tante,” sergah Yuna.
Rullyta tersenyum
sambil menyentuh lembut pundak Yuna. “Nggak usah sungkan sama Tante! Kalau
bukan pacar, Yeri nggak mungkin bawa kamu nginap di rumah ini kan? Oh ya, nama
kamu siapa?”
Yuna tersenyum kecut
menatap Rullyta. “Fristi Ayuna Linandar. Panggil Yuna aja, Tante.”
“Oh ... nama yang
cantik, kayak orangnya,” puji Rullyta sambil menyolek dagu Yuna.
Yuna tersenyum manis
sambil mengangguk hormat.
“Aku mamanya Yeri.
Panggil aja Mama Rully!”
Yuna menganggukkan
kepala. “Baik, Tante.”
Rullyta mengerutkan
keningnya. “Tante!?”
“Eh, oh, eh ... Baik,
Mama Rully.” Yuna meralat ucapannya dan tersenyum manis.
“Ma, jangan bikin dia
malu kayak gini!” pinta Yeriko. “Kami nggak ada hubungan apa pun.”
“Kamu pikir Mama akan
percaya gitu aja!?” sahut Rullyta.
“Kami memang nggak
punya hubungan apa-apa. Cuma temen!” sahut Yeriko.
“Temen? Seumur hidup,
kamu nggak pernah bawa temen perempuan ke dalam rumah.”
“Nggak ada gunanya kami
terus mengelak. Biar gimana pun, Mama udah tahu kalau kami keluar dari kamar
yang sama,” batin Yeriko.
Yeriko tersenyum
menatap Rullyta. Ia merangkul pundak Yuna. “Gimana? Mama suka?”
Rullyta menganggukkan
kepala sambil tersenyum. “Suka. Cantik dan manis,” jawabnya sambil menatap
Yuna.
Yeriko tersenyum. “Kalo
gitu, kami naik dulu!” pamitnya.
“Eh!?” Yuna
menengadahkan kepala menatap Yeriko.
“Kamu mau tinggalin
Mama sendirian? Mama masih mau ngobrol sama Yuna,” tutur Rullyta. Ia meraih
lengan Yuna. “Kamu tahu, Yeriko nggak pernah mau pacaran selama ini. Katanya,
wanita itu merepotkan. Dia belum tahu rasanya jatuh cinta dan dicintai sama
wanita. Kamu pasti bisa bikin dia sayang banget sama kamu.”
“Ma ...!” sergah
Yeriko. Ia tidak suka jika mamanya banyak membicarakan tentang dirinya.
Rullyta tersenyum ke
arah Yeriko.
Yeriko membalas
senyuman mamanya dan merangkul Yuna menaiki anak tangga.
Yuna terus menoleh ke
arah Rullyta. Ia merasa bersalah karena meninggalkan orang tua Yeriko begitu
saja.
“Heh!? Mama belum
selesai ngomong!” seru Rullyta.
“Kami belum mandi. Kami
mandi dulu. Lanjutin nanti di meja makan!” balas Yeriko tanpa menoleh.
Rullyta menghela napas.
Ia tersenyum lega karena akhirnya putera kesayangannya itu sudah memiliki
pacar. I harap, Yeriko bisa menikahi Yuna secepatnya.
“Nggak enak sama mama
kamu kalo ditinggal gitu aja,” bisik Yuna.
“Udah. Nggak usah
banyak cerita! Mending kamu mandi dulu sana!” perintah Yeriko saat mereka sudah
ada di depan pintu kamar.
“Tapi ...”
Yeriko menaikkan kedua
alis menatap Yuna. “Kenapa?”
“Aku nggak punya baju
ganti.”
“Aku udah suruh orang
buat nyiapin baju buat kamu.”
“Siapa?”
“Nggak usah banyak
nanya! Buruan mandi!” Yeriko mendorong Yuna masuk ke dalam kamar. Ia berbalik
dan melangkah pergi.
Sementara Yuna bergegas
mandi. Usai mandi, Yuna menemukan satu set pakaian, lengkap dengan pakaian
dalam yang sudah tergeletak di atas ranjang.
“Wah ... bagus banget!
Kainnya juga bagus. Kayaknya ini mahal, deh.” Yuna langsung mengenakan
pakaiannya dengan gembira.
“Kelihatannya sih
dingin banget. Tapi, seleranya cukup bagus,” tutur Yuna sambil menatap tubuhnya
di depan cermin.
Yuna bergegas turun dan
menemui Rullyta yang menunggunya di meja makan.
“Udah selesai
mandinya?” tanya Rullyta.
Yuna tersenyum sambil
menganggukkan kepala. Ia mulai canggung karena tak ada Yeriko di meja makan.
“Ayo, makan!” ajak
Rullyta.
“Mmh ... Yeri ke mana?”
“Udah, nggak usah
hirauin si Yeriko. Tadi Riyan datang, kayaknya dia sibuk di ruang kerjanya.”
“Kalo nggak ada dia,
kita bisa leluasa cerita,” tutur Rullyta pelan.
Yuna tertawa kecil
menanggapi ucapan Rullyta. Ia mulai nyaman karena Rullyta sangat ramah
terhadapnya.
“Ceritain ke Mama,
dong! Gimana si Yeri yang dingin itu bisa jatuh cinta sama kamu?”
0 komentar:
Post a Comment