Yuna menatap tubuhnya
di cermin. Tante Melan memaksanya memakai gaun yang menyedihkan. Gaun putih
transparan dan seksi itu terpaksa ia kenakan karena keinginan Melan. Melan
telah mempersiapkan gaun khusus untuk Yuna.
“Yun, kamu yakin?”
tanya Jheni sambil menggenggam pundak Yuna.
“Aku nggak punya
pilihan lain,” jawab Yuna.
Jheni tersenyum. “Jaga
diri baik-baik. Kalau ada apa-apa, kamu harus kabari aku secepatnya!”
Yuna mengangguk. Ia
meraih tas tangan berwarna cokelat susu yang senada dengan warna sepatunya dan
bergegas menuju Shangri-La Hotel.
Langkah Yuna begitu berat saat melihat tulisan
‘Jamoo’ di hadapannya. Kakinya seperti dirantai dengan beban puluhan kilogram. Ia
tak ingin melangkah masuk ke tempat itu. Tapi, wajah ayahnya yang terbaring di
rumah sakit membuatnya harus menemui laki-laki tua yang tak ingin ia temui.
Yuna melangkah perlahan
memasuki ruang restoran. Ia langsung menghampiri Melan yang sudah menunggunya
bersama laki-laki setengah baya.
“Halo ... Sayang!
Akhirnya kamu
datang juga,” tutur Melan. Ia menyambut Yuna dengan hangat. Mencium kedua pipi
Yuna dan tersenyum manis.
Yuna tersenyum kecut
menanggapi sapaan Melan.
“Oh ya, ini Direktur
Lukman yang Tante
ceritain ke kamu.”
Lukman menatap Yuna
tanpa berkedip. “Sangat manis dan menggoda,” bisiknya dalam hati.
Yuna tersenyum sambil
mengangguk sopan ke arah Lukman. “Ini sih lebih cocok jadi ayahku,” batin Yuna.
Ia tetap mencoba terus tersenyum untuk menutupi rasa kesalnya.
Lukman bangkit dan
menghampiri Yuna. “Halo ... cantik!” sapa Lukman sambil menyolek dagu Yuna.
Yuna langsung menepis
tangan Lukman dengan kasar.
Lukman tersenyum kecil.
“Kamu tahu kenapa kamu ada di sini? Tetap jadi gadis yang manis dan penurut
atau kamu akan ada dalam masalah?” bisik Lukman sambil menyentuh kedua pundak
Yuna.
Yuna merasa tangan
Lukman sangat menjijikkan ketika menyentuh pundaknya yang terbuka. Ia berusaha
menahan diri, memilih tersenyum manis dan menyingkirkan tangan Lukman dari
pundaknya dengan lembut.
Yuna langsung duduk di
kursi dan memilih menu makanan mahal dalam jumlah banyak.
“Yun, kamu bisa jaga
sikap kamu?” bisik Melan di telinga Yuna. “Kamu pesen makanan banyak banget.
Apa kamu nggak bisa nggak bikin ulah?”
Yuna tidak menyahut
ucapan tantenya.
“Ingat Ayah kamu! Kalau sampai rencana pernikahan
ini gagal, kamu tahu akibatnya,” bisik Melan di telinga Yuna.
Yuna menarik napas
dalam-dalam. Ia tahu, hari ini akan menjadi hari terburuk dalam hidupnya.
Lukman tersenyum
menatap Yuna. Ia sangat senang dengan Yuna yang sangat cantik dan menggoda.
Tubuhnya yang mulus, menciptakan khayalan nakal di pikiran Lukman. Keinginan
untuk menguasai gadis itu semakin besar.
“Kalian mau jus jeruk?”
tanya Lukman.
“Tentu kami nggak akan
menolak pemberian dari Direktur Lukman,” jawab Melan sambil tersenyum.
Yuna ikut tersenyum
kecil menatap Melan yang bersikap sangat manis. “Sumpah ya, ini nenek sihir
bener-bener menjijikkan!” umpat Yuna dalam hati.
Lukman bangkit dan
mengambil beberapa gelas jus jeruk. Ia menambahkan cairan yang mengandung zat
aktif protodiocsin ke dalam jus jeruk milik Yuna.
Lukman tersenyum manis sambil
menyuguhkan jus jeruk di hadapan Yuna.
Yuna membalas senyuman
Lukman. Ia menatap jus jeruk di hadapannya dan melanjutkan makannya kembali.
Yuna memilih meneguk bir
yang ada di hadapannya. “Minum sedikit aja nggak bakal bikin aku mabuk,”
tuturnya dalam hati.
Lukman terus menatap
Yuna yang sedang makan. Ia sangat berharap kalau Yuna segera meminum jus jeruk
yang ia hidangkan.
“Oh ya, kapan
pernikahan bisa segera dilangsungkan?” tanya Lukman sambil menatap Melan.
“Secepatnya, lebih
cepat lebih baik,” jawab Melan.
“Gimana kalau besok?”
tanya Lukman sambil menatap Yuna penuh birahi.
“Uhuk ... uhuk ...!”
Yuna buru-buru meminum jus jeruk yang ada di hadapannya karena tersedak.
“Yuna, pelan-pelan
dong!” pinta Melan lembut.
Lukman tersenyum penuh
kemenangan melihat Yuna yang tanpa sadar menenggak jus jeruk yang telah ia beri
obat perangsang. Ia menatap Melan sambil mengerdipkan matanya.
“Mmh ... Tante sudah
kenyang dan harus segera pulang,” pamit Melan. “Kalian lanjutkan makan malamnya
dengan baik!” pintanya. Ia meraih tas tangannya dan bangkit.
“Aku antar sampai
depan!” pinta Lukman. Ia ikut berdiri dan mengiringi langkah Melan ke luar
restoran.
Yuna menatap kesal ke
arah Melan dan Lukman. “Kenapa nggak kalian berdua aja yang merit? Bukannya si
Maleficent itu yang gila duit!” celetuknya kesal.
“Terima kasih untuk
makan malamnya,” tutur Melan dengan sopan.
“Nggak perlu sungkan!”
“Maaf kalau sikap Yuna
sedikit kurang sopan. Dia masih sangat muda dan emosinya tidak stabil.”
“Nggak masalah. Aku
suka wanita muda dengan emosi yang tinggi. Bukankah itu lebih menggairahkan?”
“Ah, Anda bisa saja.”
Lukman tersenyum ke
arah Melan. “Aku sudah kirim uang sembilan ratus juta ke rekening kamu. Kamu
tahu kan apa gantinya?”
Melan menganggukkan
kepala.
“Mulai malam ini, Yuna
sepenuhnya milikku. Aku bakal ambil dia jadi istriku dan aku mau ngetes dia
malam ini juga,” tutur Lukman serius.
Melan menganggukkan
kepala sambil tersenyum. Melan segera melangkah pergi saat taksi yang ia pesan
sudah tiba.
Lukman tersenyum penuh
kemenangan. Ia bergegas menghampiri Yuna yang terkulai lemah di atas meja.
“Kamu kenapa?” tanya
Lukman.
“Kepalaku tiba-tiba
pusing,” jawab Yuna lemas.
“Kamu sakit? Aku antar
kamu ke dokter,” tutur Lukman pura-pura panik.
Yuna mengangkat kepala.
Ia meraih jas putih miliknya yang disandarkan di kursi.
Perlahan, Lukman
memapah Yuna yang sudah lemah tak berdaya.
Yuna menatap ke
sekeliling saat baru keluar dari pintu lift. Ia baru menyadari kalau Lukman
bukan ingin membawanya ke rumah sakit atau klinik. Tapi ingin membawanya masuk
ke dalam kamar hotel.
“Kamu mau bawa aku ke
mana?” tanya Yuna. Ia berusaha melepaskan diri dari pelukan Lukman.
“Aku sudah bayar mahal
untuk malam ini. Mari kita bersenang-senang!” sahut Lukman sambil tertawa.
“Bitch!” Yuna langsung
meludah ke wajah Lukman. Ia membalikkan badan dan melangkah pergi.
Lukman naik pitam saat
Yuna menolak dirinya. Ia langsung menarik lengan Yuna kembali dan menyeret
gadis itu.
“Lepasin!” teriak Yuna.
“Aku nggak akan lepasin
kamu!” sahut Lukman.
Yuna terus memberontak,
berusaha melepas genggaman tangan Lukman yang begitu erat.
Lukman membuka salah
satu pintu kamar hotel dan menyeret Yuna masuk ke dalam.
Sekuat tenaga, Yuna
mempertahankan tubuhnya agar tidak masuk ke dalam kamar. Telapak kakinya
bertahan di sisi pintu dan berusaha menarik diri agar tak sampai masuk ke dalam
kamar.
PLAK ...!
Telapak tangan Lukman
menampar Yuna yang terus memberontak.
Yuna merasa
sekelilingnya tiba-tiba menjadi gelap saat tangan Lukman mendarat di pipinya.
Lukman langsung
menangkap tubuh Yuna yang terkulai lemas dan membawanya ke dalam kamar. Ia
menjatuhkan tubuh Yuna ke atas ranjang.
“Kamu mau apa?” tanya
Yuna lirih. Ia berusaha mempertahankan kesadarannya.
“Hahaha. Kamu masih
tanya aku mau apa? Jelas-jelas aku mau kamu. Aku sudah bayar satu milyar ke
tante kamu. Dia sudah jual kamu ke aku. Aku bakal bikin kamu mengabdi sama aku
... selamanya!” tegas Lukman.
Yuna menarik napas
dalam-dalam sambil memejamkan mata. Ia masih sedikit sadar. Ia terus
memberontak saat Lukman menaiki tubuhnya dan menggenggam lengan Yuna sangat
erat.
“Lepasin aku, Bajingan
Tua!” teriak Yuna.
“Aku nggak akan lepasin
kamu!” tegas Lukman.
“Aaargh ...!” Yuna
terus berteriak dan memberontak sekuat tenaga.
Lukman meringis saat
perutnya tiba-tiba mulas. “Bener-bener nggak bisa diajak kompromi!” celetuknya.
Ia langsung bangkit dari tubuh Yuna.
“Kamu jangan
macam-macam kalau masih mau hidup!” ancam Lukman. Ia bergegas masuk ke kamar
mandi, ia tak bisa menahan buang air besar.
Yuna menghela napas
lega. Perlahan ia bangkit sambil memijat kepalanya yang berdenyut. Yuna turun
dari ranjang dan berjalan merayap di dinding.
“Kenapa kepalaku pusing
banget?” gumam Yuna sambil terus melangkah.
Ia melihat pintu kamar
yang sudah berjarak tiga meter dari tempatnya berdiri. Tapi ... semakin lama ia
melihat pintu kamar itu semakin menjauh.
Yuna tak menyerah,
meski pandangannya tidak baik. Ia akhirnya mampu meraih gagang pintu.
“Heh!? Mau ke mana?”
Lukman yang baru keluar dari kamar mandi langsung menyeret tubuh Yuna kembali.
“Lepasin!” teriak Yuna.
“Aku nggak akan lepasin
kamu, Nona Manis!” tegas Lukman sambil membanting tubuh Yuna ke atas kasur.
Yuna tersenyum sinis. Ia
tahu, hidupnya akan berakhir malam ini. Tidak akan ada orang yang menolongnya
saat ini. “God! Save me!” bisik Yuna dalam hati.
Terima
kasih yang udah setia membaca sampai di sini. Jangan lupa share dan dukung
terus author, yak! Hargai kerja keras author dalam berkarya dengan membeli bab
berbayar atau membaca sampai selesai karya-karya gratisannya di blog ini.
Much
Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment