Thursday, January 23, 2025

Bab 7 - Si Tua Cabul

 


Yuna menatap tubuhnya di cermin. Tante Melan memaksanya memakai gaun yang menyedihkan. Gaun putih transparan dan seksi itu terpaksa ia kenakan karena keinginan Melan. Melan telah mempersiapkan gaun khusus untuk Yuna.

 

“Yun, kamu yakin?” tanya Jheni sambil menggenggam pundak Yuna.

 

“Aku nggak punya pilihan lain,” jawab Yuna.

 

Jheni tersenyum. “Jaga diri baik-baik. Kalau ada apa-apa, kamu harus kabari aku secepatnya!”

 

Yuna mengangguk. Ia meraih tas tangan berwarna cokelat susu yang senada dengan warna sepatunya dan bergegas menuju Shangri-La Hotel.

 

 Langkah Yuna begitu berat saat melihat tulisan ‘Jamoo’ di hadapannya. Kakinya seperti dirantai dengan beban puluhan kilogram. Ia tak ingin melangkah masuk ke tempat itu. Tapi, wajah ayahnya yang terbaring di rumah sakit membuatnya harus menemui laki-laki tua yang tak ingin ia temui.

 

Yuna melangkah perlahan memasuki ruang restoran. Ia langsung menghampiri Melan yang sudah menunggunya bersama laki-laki setengah baya.

 

“Halo ... Sayang! Akhirnya kamu datang juga,” tutur Melan. Ia menyambut Yuna dengan hangat. Mencium kedua pipi Yuna dan tersenyum manis.

 

Yuna tersenyum kecut menanggapi sapaan Melan.

 

“Oh ya, ini Direktur Lukman yang Tante ceritain ke kamu.”

 

Lukman menatap Yuna tanpa berkedip. “Sangat manis dan menggoda,” bisiknya dalam hati.

 

Yuna tersenyum sambil mengangguk sopan ke arah Lukman. “Ini sih lebih cocok jadi ayahku,” batin Yuna. Ia tetap mencoba terus tersenyum untuk menutupi rasa kesalnya.

 

Lukman bangkit dan menghampiri Yuna. “Halo ... cantik!” sapa Lukman sambil menyolek dagu Yuna.

 

Yuna langsung menepis tangan Lukman dengan kasar.

 

Lukman tersenyum kecil. “Kamu tahu kenapa kamu ada di sini? Tetap jadi gadis yang manis dan penurut atau kamu akan ada dalam masalah?” bisik Lukman sambil menyentuh kedua pundak Yuna.

 

Yuna merasa tangan Lukman sangat menjijikkan ketika menyentuh pundaknya yang terbuka. Ia berusaha menahan diri, memilih tersenyum manis dan menyingkirkan tangan Lukman dari pundaknya dengan lembut.

 

Yuna langsung duduk di kursi dan memilih menu makanan mahal dalam jumlah banyak.

 

“Yun, kamu bisa jaga sikap kamu?” bisik Melan di telinga Yuna. “Kamu pesen makanan banyak banget. Apa kamu nggak bisa nggak bikin ulah?”

 

Yuna tidak menyahut ucapan tantenya.

 

“Ingat Ayah kamu! Kalau sampai rencana pernikahan ini gagal, kamu tahu akibatnya,” bisik Melan di telinga Yuna.

 

Yuna menarik napas dalam-dalam. Ia tahu, hari ini akan menjadi hari terburuk dalam hidupnya.

 

Lukman tersenyum menatap Yuna. Ia sangat senang dengan Yuna yang sangat cantik dan menggoda. Tubuhnya yang mulus, menciptakan khayalan nakal di pikiran Lukman. Keinginan untuk menguasai gadis itu semakin besar.

 

“Kalian mau jus jeruk?” tanya Lukman.

 

“Tentu kami nggak akan menolak pemberian dari Direktur Lukman,” jawab Melan sambil tersenyum.

 

Yuna ikut tersenyum kecil menatap Melan yang bersikap sangat manis. “Sumpah ya, ini nenek sihir bener-bener menjijikkan!” umpat Yuna dalam hati.

 

Lukman bangkit dan mengambil beberapa gelas jus jeruk. Ia menambahkan cairan yang mengandung zat aktif protodiocsin ke dalam jus jeruk milik Yuna.

 

Lukman tersenyum manis sambil menyuguhkan jus jeruk di hadapan Yuna.

 

Yuna membalas senyuman Lukman. Ia menatap jus jeruk di hadapannya dan melanjutkan makannya kembali.

 

Yuna memilih meneguk bir yang ada di hadapannya. “Minum sedikit aja nggak bakal bikin aku mabuk,” tuturnya dalam hati.

 

Lukman terus menatap Yuna yang sedang makan. Ia sangat berharap kalau Yuna segera meminum jus jeruk yang ia hidangkan.

 

“Oh ya, kapan pernikahan bisa segera dilangsungkan?” tanya Lukman sambil menatap Melan.

 

“Secepatnya, lebih cepat lebih baik,” jawab Melan.

 

“Gimana kalau besok?” tanya Lukman sambil menatap Yuna penuh birahi.

 

“Uhuk ... uhuk ...!” Yuna buru-buru meminum jus jeruk yang ada di hadapannya karena tersedak.

 

“Yuna, pelan-pelan dong!” pinta Melan lembut.

 

Lukman tersenyum penuh kemenangan melihat Yuna yang tanpa sadar menenggak jus jeruk yang telah ia beri obat perangsang. Ia menatap Melan sambil mengerdipkan matanya.

 

“Mmh ... Tante sudah kenyang dan harus segera pulang,” pamit Melan. “Kalian lanjutkan makan malamnya dengan baik!” pintanya. Ia meraih tas tangannya dan bangkit.

 

“Aku antar sampai depan!” pinta Lukman. Ia ikut berdiri dan mengiringi langkah Melan ke luar restoran.

 

Yuna menatap kesal ke arah Melan dan Lukman. “Kenapa nggak kalian berdua aja yang merit? Bukannya si Maleficent itu yang gila duit!” celetuknya kesal.

 

“Terima kasih untuk makan malamnya,” tutur Melan dengan sopan.

 

“Nggak perlu sungkan!”

 

“Maaf kalau sikap Yuna sedikit kurang sopan. Dia masih sangat muda dan emosinya tidak stabil.”

 

“Nggak masalah. Aku suka wanita muda dengan emosi yang tinggi. Bukankah itu lebih menggairahkan?”

 

“Ah, Anda bisa saja.”

 

Lukman tersenyum ke arah Melan. “Aku sudah kirim uang sembilan ratus juta ke rekening kamu. Kamu tahu kan apa gantinya?”

 

Melan menganggukkan kepala.

 

“Mulai malam ini, Yuna sepenuhnya milikku. Aku bakal ambil dia jadi istriku dan aku mau ngetes dia malam ini juga,” tutur Lukman serius.

 

Melan menganggukkan kepala sambil tersenyum. Melan segera melangkah pergi saat taksi yang ia pesan sudah tiba.

 

Lukman tersenyum penuh kemenangan. Ia bergegas menghampiri Yuna yang terkulai lemah di atas meja.

 

“Kamu kenapa?” tanya Lukman.

 

“Kepalaku tiba-tiba pusing,” jawab Yuna lemas.

 

“Kamu sakit? Aku antar kamu ke dokter,” tutur Lukman pura-pura panik.

 

Yuna mengangkat kepala. Ia meraih jas putih miliknya yang disandarkan di kursi.

 

Perlahan, Lukman memapah Yuna yang sudah lemah tak berdaya.

 

Yuna menatap ke sekeliling saat baru keluar dari pintu lift. Ia baru menyadari kalau Lukman bukan ingin membawanya ke rumah sakit atau klinik. Tapi ingin membawanya masuk ke dalam kamar hotel.

 

“Kamu mau bawa aku ke mana?” tanya Yuna. Ia berusaha melepaskan diri dari pelukan Lukman.

 

“Aku sudah bayar mahal untuk malam ini. Mari kita bersenang-senang!” sahut Lukman sambil tertawa.

 

“Bitch!” Yuna langsung meludah ke wajah Lukman. Ia membalikkan badan dan melangkah pergi.

 

Lukman naik pitam saat Yuna menolak dirinya. Ia langsung menarik lengan Yuna kembali dan menyeret gadis itu.

 

“Lepasin!” teriak Yuna.

 

“Aku nggak akan lepasin kamu!” sahut Lukman.

 

Yuna terus memberontak, berusaha melepas genggaman tangan Lukman yang begitu erat.

 

Lukman membuka salah satu pintu kamar hotel dan menyeret Yuna masuk ke dalam.

 

Sekuat tenaga, Yuna mempertahankan tubuhnya agar tidak masuk ke dalam kamar. Telapak kakinya bertahan di sisi pintu dan berusaha menarik diri agar tak sampai masuk ke dalam kamar.

 

PLAK ...!

 

Telapak tangan Lukman menampar Yuna yang terus memberontak.

 

Yuna merasa sekelilingnya tiba-tiba menjadi gelap saat tangan Lukman mendarat di pipinya.

 

Lukman langsung menangkap tubuh Yuna yang terkulai lemas dan membawanya ke dalam kamar. Ia menjatuhkan tubuh Yuna ke atas ranjang.

 

“Kamu mau apa?” tanya Yuna lirih. Ia berusaha mempertahankan kesadarannya.

 

“Hahaha. Kamu masih tanya aku mau apa? Jelas-jelas aku mau kamu. Aku sudah bayar satu milyar ke tante kamu. Dia sudah jual kamu ke aku. Aku bakal bikin kamu mengabdi sama aku ... selamanya!” tegas Lukman.

 

Yuna menarik napas dalam-dalam sambil memejamkan mata. Ia masih sedikit sadar. Ia terus memberontak saat Lukman menaiki tubuhnya dan menggenggam lengan Yuna sangat erat.

 

“Lepasin aku, Bajingan Tua!” teriak Yuna.

 

“Aku nggak akan lepasin kamu!” tegas Lukman.

 

“Aaargh ...!” Yuna terus berteriak dan memberontak sekuat tenaga.

 

Lukman meringis saat perutnya tiba-tiba mulas. “Bener-bener nggak bisa diajak kompromi!” celetuknya. Ia langsung bangkit dari tubuh Yuna.

 

“Kamu jangan macam-macam kalau masih mau hidup!” ancam Lukman. Ia bergegas masuk ke kamar mandi, ia tak bisa menahan buang air besar.

 

Yuna menghela napas lega. Perlahan ia bangkit sambil memijat kepalanya yang berdenyut. Yuna turun dari ranjang dan berjalan merayap di dinding.

 

“Kenapa kepalaku pusing banget?” gumam Yuna sambil terus melangkah.

 

Ia melihat pintu kamar yang sudah berjarak tiga meter dari tempatnya berdiri. Tapi ... semakin lama ia melihat pintu kamar itu semakin menjauh.

 

Yuna tak menyerah, meski pandangannya tidak baik. Ia akhirnya mampu meraih gagang pintu.

 

“Heh!? Mau ke mana?” Lukman yang baru keluar dari kamar mandi langsung menyeret tubuh Yuna kembali.

 

“Lepasin!” teriak Yuna.

 

“Aku nggak akan lepasin kamu, Nona Manis!” tegas Lukman sambil membanting tubuh Yuna ke atas kasur.

 

Yuna tersenyum sinis. Ia tahu, hidupnya akan berakhir malam ini. Tidak akan ada orang yang menolongnya saat ini. “God! Save me!” bisik Yuna dalam hati.

 

 

 

(( Bersambung ... ))

Terima kasih yang udah setia membaca sampai di sini. Jangan lupa share dan dukung terus author, yak! Hargai kerja keras author dalam berkarya dengan membeli bab berbayar atau membaca sampai selesai karya-karya gratisannya di blog ini.

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas