Wednesday, January 22, 2025

Bab 5 - Being a Stupid Girl

 


Lian tersenyum sinis ke arah Yuna. “Kayaknya, baru kemarin kamu keluar dari rumah aku sambil nangis-nangis.” Lian mendekatkan tubuhnya ke arah Yuna. “Secepat ini kamu dapet penggantiku?”

 

Yuna tersenyum kecil menatap Lian. “Cewek secantik aku, nggak akan sulit cari pengganti kamu.”

 

“Aku nggak percaya. Dia pasti cowok yang kamu bayar buat pura-pura jadi pacar kamu kan?” tanya Lian sambil menatap sinis ke arah Yeriko.

 

“Jangan sembarangan ngomong ya! Dia ini beneran pacar aku!” sahut Yuna ketus.

 

“Apa buktinya kalo dia pacar kamu?”

 

“Kamu mau bukti apa?” tanya Yuna balik.

 

Lian mengangkat kedua pundak dan alisnya. “Apa aja. Yang bikin aku yakin kalo dia emang pacar kamu ... beneran!”

 

Yuna menatap kesal ke arah Lian. Ia meremas jemarinya sendiri. “Gimana kalo cowok ini nggak bisa diajak kerjasama?” batinnya.

 

Lian tertawa kecil. “Kenapa? Kamu nggak bisa buktikan kalo dia pacar kamu beneran? Dugaanku bener. Kamu cuma nyuruh dia pura-pura jadi pacar kamu biar aku cemburu.”

 

Yuna membalikkan tubuhnya menatap Yeriko. Ia berjinjit mengimbangi cowok tampan bertubuh tinggi itu. Kedua lengan Yuna melingkar di leher Yeriko dan langsung mencium bibir cowok itu.

 

Yeriko tertegun saat ia mendapati ciuman tiba-tiba dari Yuna. “Gila nih cewek!” celetuknya dalam hati sambil menatap mata Yuna yang begitu dekat dengannya.

 

“Sorry ... aku harus ngelakuin ini supaya Lian percaya kalau  kita nggak lagi bersandiwara,” tutur Yuna dalam hati. Perlahan, ia melepaskan tubuhnya dari tubuh Yeriko.

 

Yeriko bergeming. Ia tidak bisa menolak saat Yuna mencium bibirnya. Di matanya, Yuna hanya cewek pemabuk yang sangat gila. Mencium laki-laki yang tidak ia kenal sama sekali.

 

Lian mengerutkan bibir sambil mengepal tangan kanannya begitu melihat Yuna mencium pria tampan yang ada di hadapannya.

 

Yuna tersenyum menatap Lian yang mematung di hadapannya. “Nggak papa lah, cuma ciuman bibir doang. Kamu udah ngelakuin yang lebih parah dari ini,” batin Yuna sambil mengangkat kedua alis dan pundaknya.

 

“Sayang, kita pulang yuk! Nanti kita ketularan gila kalo ngeladenin cowok kayak gini.” Yuna langsung menarik lengan Yeriko dan mengajaknya masuk ke dalam mobil Land Rover milik Yeriko.

 

“Cepet jalan!” perintah Yuna pada Riyan.

 

Riyan melirik Yeriko melalui spion depan mobilnya. Ia langsung menyalakan mesin mobil saat mendapati bosnya tidak melarang keinginan gadis itu.

 

Yeriko melepas lengannya dari genggaman Yuna dan menggeser tubuhnya menjauhi Yuna. “Sorry ...!” bisik Yuna sambil melirik Yeriko.

 

Yeriko tak menjawab, ia hanya melipat kedua tangan di dada. Pandangannya lurus ke depan. Tidak menoleh ke arah Yuna walau hanya sedetik saja.

 

“Gila nih cowok, dingin banget!” celetuk Yuna dalam hati. Ia merasa tubuhnya semakin membeku saat mendapati tatapan Yeriko yang dingin. Ia menoleh ke belakang untuk memastikan kalau Lian dan Bellina tidak ada di belakang mereka.

 

Yuna meremas jemarinya. Ia memberanikan diri menatap Yeriko yang duduk di sampingnya. “Makasih karena kamu udah nolongin aku. Maaf, kalau tadi keterlaluan. Aku janji, bakal balas budi sama kamu. Kapan pun butuh bantuan, aku siap buat bantu kamu.”

 

Yeriko tak menjawab. Ia hanya mengedipkan mata perlahan tanpa menghiraukan kehadiran Yuna.

 

“Ini cowok buta tuli apa ya? Diajak ngomong kayak patung,” celetuk Yuna dalam hati.

 

Yuna menggigit bibir bawahnya dan tidak tahu harus berkata apa lagi.

 

“Mas, turun di depan ya!” pinta Yuna pada Riyan.

 

Riyan mengangguk, ia segera menepikan mobilnya.

 

Yuna mengusap pundaknya yang membeku. Kepalanya terasa berdenyut. Yuna memijat kening untuk menstabilkan kondisi tubuhnya.

 

Yuna menoleh ke arah Yeriko yang masih bergeming di tempatnya. Tidak menghiraukan Yuna sama sekali. “Sekali lagi, makasih dan maaf untuk kejadian tadi.” Yuna memberanikan diri, tak peduli dengan Yeriko yang masih cuek dengannya.

 

Yuna membuka pintu mobil perlahan dan keluar. Tubuhnya gemetar saat ia berdiri di samping mobil. Ia tidak langsung pergi, tangannya berpegangan dengan badan mobil.

 

Riyan melihat kondisi Yuna yang terlihat kurang sehat. “Bos ...!” panggil Riyan sambil menatap Yuna dari balik jendela.

 

“Dia pintar akting,” sahut Yeriko tanpa menoleh.

 

Yuna melepas tangannya perlahan dari mobil Land Rover milik Yeriko. Ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk berdiri sendiri. Kakinya membeku, tidak bisa merasakan apa pun. Lututnya terasa lemas dan tak mampu menopang tubuhnya untuk berdiri.

 

Napas Yuna melemah, pandangannya semakin buram dan ia tidak bisa melihat apa-apa lagi.

 

“Pak Bos!” Riyan panik melihat Yuna yang terjatuh.

 

Yeriko langsung menoleh. Ia bergegas keluar dari mobil, menghampiri Yuna yang sudah terbaring di tepi jalan.

 

Yeriko mengangkat kepala Yuna, meletakkan di pangkuannya. Punggung tangan Yeriko menyentuh dahi Yuna yang panas. Ia langsung mengangkat lengan Yuna, melingkarkan di lehernya dan mengendong tubuh Yuna. Membawanya masuk kembali ke dalam mobil.

 

“Bawa ke mana, Bos?”  tanya Riyan.

 

“Kita ke Villa aja. Dia demam tinggi.” Yeriko menatap Yuna yang berada di pelukannya.

 

Yeriko menyentuh gaun Yuna yang basah. Ia melepas jas dan menyelimuti tubuh Yuna.

 

Riyan tersenyum kecil sambil melirik Yeriko. Ia segera melajukan mobilnya menuju villa.

 

Sesampainya di villa, Yeriko langsung menggendong Yuna naik ke kamarnya.

 

“Bibi ...!” teriak Yeriko.

 

“Ini sudah tengah malam. Seharusnya bibi sudah tidur,” sahut Riyan.

 

“Panggilkan Bibi di kamarnya!” perintah Yeriko.

 

“Siap, Bos!” Riyan bergegas turun dan mengetuk pintu kamar Bibi War.

 

“Bi ...!” panggil Riyan sambil mengetuk pintu kamar.

 

Pintu kamar perlahan terbuka. “Ada apa, Mas Riyan?” tanya Bibi War.

 

“Dipanggil Bos. Suruh ke kamarnya.”

 

Bibi War tak banyak bertanya. Ia langsung bergegas menghampiri tuan pemilik villa.

 

“Ada apa ...?” Bibi War tak melanjutkan pertanyaannya. Ia tertegun melihat seorang gadis yang sudah terbaring di ranjang Yeriko.

 

“Tolong gantikan bajunya dia! Buatkan sup dan kasih obat penurun panas. Demamnya lumayan tinggi,” pinta Yeriko.

 

Bibi War menganggukkan kepala. Ia langsung menghampiri Yuna yang terbaring tak sadarkan diri. Bibi War menyentuh dahi Yuna menggunakan punggung tangannya.

 

Bibi War terdiam sejenak sambil menoleh ke arah Yeriko. “Apa aku harus mengganti pakaian di depan Bos Yeri?” tanyanya dalam hati.

 

Yeriko mengerti maksud tatapan Bibi War. Ia bergegas keluar dari kamar.

 

Bibi War tersenyum menatap gadis cantik yang terbaring di ranjang bosnya.

 

“Pak Bos memang pandai memilih wanita cantik,” gumamnya. Ia segera mengganti pakaian Yuna dan merawat Yuna dengan baik.

 

 

 

Keesokan harinya ...

 

Yuna memicingkan mata saat matahari pagi menerpa wajahnya. Perlahan, Yuna membuka mata. Ia tertegun menatap langit-langit kamar yang tinggi dan asing di matanya. Yuna mengedarkan pandangannya dan bangkit dari tidur.

 

“Aku di mana?” tanyanya sambil menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya.

 

Yuna menatap tubuhnya sendiri yang sudah memakai piyama. Ia mengetuk kepalanya berkali-kali untuk mengingat apa yang sudah terjadi semalam

 

“Aduh ... aku di mana?” tanya Yuna lagi. “Semalam, bukannya aku keluar dari mobil cowok itu dan ...?” Yuna membelalakkan matanya.

 

“Jangan-jangan ... aku pingsan dan ditemuin sama orang di pinggir jalan. Tapi kenapa aku bisa ada di sini dan bajuku ke mana?” Yuna membuka piyama dan mengintip dadanya sendiri. Bra yang ia gunakan sudah tidak ada di tubuhnya.

 

“Aaargh ...!” teriak Yuna sekuat tenaga. “Aku di mana?” tanyanya sambil berlari keluar dari kamar.

 

BRUG ...!!!

 

Yuna membelalakkan mata saat ia menabrak tubuh kekar yang menjulang tinggi di hadapannya. Ia menengadahkan kepala menatap cowok itu.

 

“Kamu ...?” Yuna tertegun melihat Yeriko yang sudah berdiri di hadapannya.

 

Yeriko tersenyum kecil menatap Yuna. “Sudah bangun?” Ia melangkah melewati Yuna yang bengong dan langsung masuk ke kamar.

 

“Tunggu!” teriak Yuna.

 

Yeriko menghentikan langkah kakinya, ia berbalik dan menatap Yuna.

 

“Kamu siapa?” tanya Yuna.

 

“Aku pemilik rumah ini.”

 

Yuna menarik napas dalam-dalam. “Kenapa aku bisa di sini?”

 

“Kamu nggak ingat?”

 

Yuna terdiam. Ia mencoba mengingat apa yang telah terjadi semalam.

 

Yeriko tersenyum kecil dan langsung masuk ke kamar.

 

Yuna mengikuti langkah Yeriko.

 

“Kenapa ngikutin aku? Aku mau mandi.” Yeriko menatap Yuna yang berdiri tak jauh darinya. Ia mengusap keringat di wajahnya menggunakan handuk yang ia bawa.

 

“Kenapa aku bisa di sini? Bajuku ...?” Yuna mengintip tubuhnya sendiri.

 

Yeriko tersenyum kecil, ia langsung masuk ke dalam kamar mandi.

 

“Eh, aku belum selesai ngomong!” teriak Yuna sambil menendang pintu kamar mandi.

 

Yeriko membuka pintu kamar mandi. “Kenapa? Mau ikut mandi?”

 

Wajah Yuna memerah mendapati tatapan Yeriko. “Kamu ...!?” dengusnya kesal.

 

Yeriko tersenyum kecil dan langsung menutup kembali pintu kamar mandi.

 

“Dasar cowok cabul!” teriak Yuna.

 

Yuna menyandarkan tubuhnya di dinding. “Bodoh! Bodoh!” celetuknya sambil mengetuk kepalanya sendiri. “Harusnya, aku nggak sembarangan nyium cowok yang baru aku kenal di pinggir jalan. Sekarang, malah dia yang manfaatin aku.”

 

Tubuh Yuna merosot ke lantai. Ia merasa kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidupnya. “Kenapa jadi kayak gini?” Ia menenggelamkan wajah ke dalam lipatan lengannya.

 

Tok ... tok ... tok ...!

 

Yuna langsung menoleh ke arah pintu kamar Yeriko yang tertutup. Ia segera menghapus air mata dan bangkit dari duduknya.

 

(( Bersambung ... ))

Baca terus kisah seru mereka ya! Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas