Lian tersenyum sinis ke
arah Yuna. “Kayaknya, baru kemarin kamu keluar dari rumah aku sambil
nangis-nangis.” Lian mendekatkan tubuhnya ke arah Yuna. “Secepat ini kamu dapet
penggantiku?”
Yuna tersenyum kecil
menatap Lian. “Cewek secantik aku, nggak akan sulit cari pengganti kamu.”
“Aku nggak percaya. Dia
pasti cowok yang kamu bayar buat pura-pura jadi pacar kamu kan?” tanya Lian
sambil menatap sinis ke arah Yeriko.
“Jangan sembarangan
ngomong ya! Dia ini beneran pacar aku!” sahut Yuna ketus.
“Apa buktinya kalo dia
pacar kamu?”
“Kamu mau bukti apa?”
tanya Yuna balik.
Lian mengangkat kedua
pundak dan alisnya. “Apa aja. Yang bikin aku yakin kalo dia emang pacar kamu
... beneran!”
Yuna menatap kesal ke
arah Lian. Ia meremas jemarinya sendiri. “Gimana kalo cowok ini nggak bisa
diajak kerjasama?” batinnya.
Lian tertawa kecil.
“Kenapa? Kamu nggak bisa buktikan kalo dia pacar kamu beneran? Dugaanku bener.
Kamu cuma nyuruh dia pura-pura jadi pacar kamu biar aku cemburu.”
Yuna membalikkan
tubuhnya menatap Yeriko. Ia berjinjit mengimbangi cowok tampan bertubuh tinggi
itu. Kedua lengan Yuna melingkar di leher Yeriko dan langsung mencium bibir
cowok itu.
Yeriko tertegun saat ia
mendapati ciuman tiba-tiba dari Yuna. “Gila nih cewek!” celetuknya dalam hati
sambil menatap mata Yuna yang begitu dekat dengannya.
“Sorry ... aku harus
ngelakuin ini supaya Lian percaya kalau kita nggak lagi bersandiwara,” tutur Yuna
dalam hati. Perlahan, ia melepaskan tubuhnya dari tubuh Yeriko.
Yeriko bergeming. Ia
tidak bisa menolak saat Yuna mencium bibirnya. Di matanya, Yuna hanya cewek
pemabuk yang sangat gila. Mencium laki-laki yang tidak ia kenal sama sekali.
Lian mengerutkan bibir
sambil mengepal tangan kanannya begitu melihat Yuna mencium pria tampan yang
ada di hadapannya.
Yuna tersenyum menatap
Lian yang mematung di hadapannya. “Nggak papa lah, cuma ciuman bibir doang.
Kamu udah ngelakuin yang lebih parah dari ini,” batin Yuna sambil mengangkat
kedua alis dan pundaknya.
“Sayang, kita pulang
yuk! Nanti kita ketularan gila kalo ngeladenin cowok kayak gini.” Yuna langsung
menarik lengan Yeriko dan mengajaknya masuk ke dalam mobil Land Rover milik
Yeriko.
“Cepet jalan!” perintah
Yuna pada Riyan.
Riyan melirik Yeriko
melalui spion depan mobilnya. Ia langsung menyalakan mesin mobil saat mendapati
bosnya tidak melarang keinginan gadis itu.
Yeriko melepas
lengannya dari genggaman Yuna dan menggeser tubuhnya menjauhi Yuna. “Sorry
...!” bisik Yuna sambil melirik Yeriko.
Yeriko tak menjawab, ia
hanya melipat kedua tangan di dada. Pandangannya lurus ke depan. Tidak menoleh
ke arah Yuna walau hanya sedetik saja.
“Gila nih cowok, dingin
banget!” celetuk Yuna dalam hati. Ia merasa tubuhnya semakin membeku saat
mendapati tatapan Yeriko yang dingin. Ia menoleh ke belakang untuk memastikan
kalau Lian dan Bellina tidak ada di belakang mereka.
Yuna meremas jemarinya.
Ia memberanikan diri menatap Yeriko yang duduk di sampingnya. “Makasih karena
kamu udah nolongin aku. Maaf, kalau tadi keterlaluan. Aku janji, bakal balas
budi sama kamu. Kapan pun butuh bantuan, aku siap buat bantu kamu.”
Yeriko tak menjawab. Ia
hanya mengedipkan mata perlahan tanpa menghiraukan kehadiran Yuna.
“Ini cowok buta tuli
apa ya? Diajak ngomong kayak patung,” celetuk Yuna dalam hati.
Yuna menggigit bibir
bawahnya dan tidak tahu harus berkata apa lagi.
“Mas, turun di depan
ya!” pinta Yuna pada Riyan.
Riyan mengangguk, ia
segera menepikan mobilnya.
Yuna mengusap pundaknya
yang membeku. Kepalanya terasa berdenyut. Yuna memijat kening untuk
menstabilkan kondisi tubuhnya.
Yuna menoleh ke arah
Yeriko yang masih bergeming di tempatnya. Tidak menghiraukan Yuna sama sekali.
“Sekali lagi, makasih dan maaf untuk kejadian tadi.” Yuna memberanikan diri,
tak peduli dengan Yeriko yang masih cuek dengannya.
Yuna membuka pintu
mobil perlahan dan keluar. Tubuhnya gemetar saat ia berdiri di samping mobil.
Ia tidak langsung pergi, tangannya berpegangan dengan badan mobil.
Riyan melihat kondisi
Yuna yang terlihat kurang sehat. “Bos ...!” panggil Riyan sambil menatap Yuna
dari balik jendela.
“Dia pintar akting,”
sahut Yeriko tanpa menoleh.
Yuna melepas tangannya
perlahan dari mobil Land Rover milik Yeriko. Ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk
berdiri sendiri. Kakinya membeku, tidak bisa merasakan apa pun. Lututnya terasa
lemas dan tak mampu menopang tubuhnya untuk berdiri.
Napas Yuna melemah,
pandangannya semakin buram dan ia tidak bisa melihat apa-apa lagi.
“Pak Bos!” Riyan panik
melihat Yuna yang terjatuh.
Yeriko langsung
menoleh. Ia bergegas keluar dari mobil, menghampiri Yuna yang sudah terbaring
di tepi jalan.
Yeriko mengangkat kepala
Yuna, meletakkan di pangkuannya. Punggung tangan Yeriko menyentuh dahi Yuna
yang panas. Ia langsung mengangkat lengan Yuna, melingkarkan di lehernya dan
mengendong tubuh Yuna. Membawanya masuk kembali ke dalam mobil.
“Bawa ke mana, Bos?” tanya Riyan.
“Kita ke Villa aja. Dia
demam tinggi.” Yeriko menatap Yuna yang berada di pelukannya.
Yeriko menyentuh gaun
Yuna yang basah. Ia melepas jas dan menyelimuti tubuh Yuna.
Riyan tersenyum kecil
sambil melirik Yeriko. Ia segera melajukan mobilnya menuju villa.
Sesampainya di villa,
Yeriko langsung menggendong Yuna naik ke kamarnya.
“Bibi ...!” teriak
Yeriko.
“Ini sudah tengah
malam. Seharusnya bibi sudah tidur,” sahut Riyan.
“Panggilkan Bibi di
kamarnya!” perintah Yeriko.
“Siap, Bos!” Riyan bergegas
turun dan mengetuk pintu kamar Bibi War.
“Bi ...!” panggil Riyan
sambil mengetuk pintu kamar.
Pintu kamar perlahan
terbuka. “Ada apa, Mas Riyan?” tanya Bibi War.
“Dipanggil Bos. Suruh
ke kamarnya.”
Bibi War tak banyak
bertanya. Ia langsung bergegas menghampiri tuan pemilik villa.
“Ada apa ...?” Bibi War
tak melanjutkan pertanyaannya. Ia tertegun melihat seorang gadis yang sudah
terbaring di ranjang Yeriko.
“Tolong gantikan
bajunya dia! Buatkan sup dan kasih obat penurun panas. Demamnya lumayan
tinggi,” pinta Yeriko.
Bibi War menganggukkan
kepala. Ia langsung menghampiri Yuna yang terbaring tak sadarkan diri. Bibi War
menyentuh dahi Yuna menggunakan punggung tangannya.
Bibi War terdiam
sejenak sambil menoleh ke arah Yeriko. “Apa aku harus mengganti pakaian di
depan Bos Yeri?” tanyanya dalam hati.
Yeriko mengerti maksud
tatapan Bibi War. Ia bergegas keluar dari kamar.
Bibi War tersenyum
menatap gadis cantik yang terbaring di ranjang bosnya.
“Pak Bos memang pandai
memilih wanita cantik,” gumamnya. Ia segera mengganti pakaian Yuna dan merawat
Yuna dengan baik.
Keesokan harinya ...
Yuna memicingkan mata
saat matahari pagi menerpa wajahnya. Perlahan, Yuna membuka mata. Ia tertegun
menatap langit-langit kamar yang tinggi dan asing di matanya. Yuna mengedarkan
pandangannya dan bangkit dari tidur.
“Aku di mana?” tanyanya
sambil menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya.
Yuna menatap tubuhnya
sendiri yang sudah memakai piyama. Ia mengetuk kepalanya berkali-kali untuk
mengingat apa yang sudah terjadi semalam
“Aduh ... aku di mana?”
tanya Yuna lagi. “Semalam, bukannya aku keluar dari mobil cowok itu dan ...?”
Yuna membelalakkan matanya.
“Jangan-jangan ... aku
pingsan dan ditemuin sama orang di pinggir jalan. Tapi kenapa aku bisa ada di
sini dan bajuku ke mana?” Yuna membuka piyama dan mengintip dadanya sendiri.
Bra yang ia gunakan sudah tidak ada di tubuhnya.
“Aaargh ...!” teriak
Yuna sekuat tenaga. “Aku di mana?” tanyanya sambil berlari keluar dari kamar.
BRUG ...!!!
Yuna membelalakkan mata
saat ia menabrak tubuh kekar yang menjulang tinggi di hadapannya. Ia
menengadahkan kepala menatap cowok itu.
“Kamu ...?” Yuna tertegun
melihat Yeriko yang sudah berdiri di hadapannya.
Yeriko tersenyum kecil
menatap Yuna. “Sudah bangun?” Ia melangkah melewati Yuna yang bengong dan
langsung masuk ke kamar.
“Tunggu!” teriak Yuna.
Yeriko menghentikan
langkah kakinya, ia berbalik dan menatap Yuna.
“Kamu siapa?” tanya
Yuna.
“Aku pemilik rumah
ini.”
Yuna menarik napas
dalam-dalam. “Kenapa aku bisa di sini?”
“Kamu nggak ingat?”
Yuna terdiam. Ia
mencoba mengingat apa yang telah terjadi semalam.
Yeriko tersenyum kecil
dan langsung masuk ke kamar.
Yuna mengikuti langkah Yeriko.
“Kenapa ngikutin aku?
Aku mau mandi.” Yeriko menatap Yuna yang berdiri tak jauh darinya. Ia mengusap
keringat di wajahnya menggunakan handuk yang ia bawa.
“Kenapa aku bisa di
sini? Bajuku ...?” Yuna mengintip tubuhnya sendiri.
Yeriko tersenyum kecil,
ia langsung masuk ke dalam kamar mandi.
“Eh, aku belum selesai
ngomong!” teriak Yuna sambil menendang pintu kamar mandi.
Yeriko membuka pintu
kamar mandi. “Kenapa? Mau ikut mandi?”
Wajah Yuna memerah
mendapati tatapan Yeriko. “Kamu ...!?” dengusnya kesal.
Yeriko tersenyum kecil
dan langsung menutup kembali pintu kamar mandi.
“Dasar cowok cabul!”
teriak Yuna.
Yuna menyandarkan
tubuhnya di dinding. “Bodoh! Bodoh!” celetuknya sambil mengetuk kepalanya
sendiri. “Harusnya, aku nggak sembarangan nyium cowok yang baru aku kenal di
pinggir jalan. Sekarang, malah dia yang manfaatin aku.”
Tubuh Yuna merosot ke
lantai. Ia merasa kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidupnya. “Kenapa jadi
kayak gini?” Ia menenggelamkan wajah ke dalam lipatan lengannya.
Tok ... tok ... tok
...!
Yuna langsung menoleh
ke arah pintu kamar Yeriko yang tertutup. Ia segera menghapus air mata dan
bangkit dari duduknya.
Baca
terus kisah seru mereka ya! Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal
bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya!
Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much
Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment