Yeriko tetap tenang dan elegan menghadapi Lian dan
Bellina yang berdiri di sebelah meja makannya. Ia sudah beberapa kali bertemu
dengan Lian dan tidak tertarik sama sekali untuk berdebat dengan pria tersebut.
“Yun, aku nggak nyangka banget kalau kamu jadi kayak gini
setelah putus dari aku. Kamu sampe jual diri kamu cuma demi uang,” tutur Lian
sambil menatap tajam ke arah Yuna.
Yuna mengepal kedua tangan dan bangkit dari tempat
duduknya. Ia bersiap melawan Lian namun Yeriko mencegahnya.
“Yuna itu istriku. Aku lebih mengerti dia dari siapa
pun!” tegas Yeriko.
Lian gelagapan mendengar ucapan Yeriko. “Aku udah pacaran
selama tujuh tahun sama dia. Kamu nikah sama dia belum sampe sebulan. Gimana
kamu bisa lebih tahu dia dari aku?”
Yeriko tersenyum sinis. “Kalian ini pengangguran? Lebih
baik cari kerjaan daripada ganggu waktu makan siang kami!” tegas Yeriko dingin.
Lian merapatkan gigi-giginya. Ia meraih kerah kemeja
Yeriko. Membuat Yuna langsung bereaksi menyingkirkan lengan Lian dengan kasar.
“Nggak usah macem-macem!” ancam Yuna.
Yeriko tersenyum kecil sambil merapikan kemejanya.
Lian makin geram dengan sikap Yeriko yang dingin dan
tetap tenang. Ia berusaha menerobos tubuh Bellina yang menghalanginya meraih
tubuh Yeriko.
Manager restoran langsung datang menghampiri mereka
begitu mendengar suara keributan. “Ada apa ini?” tanyanya.
“Pengangguran ini cari masalah,” jawab Yeriko. “Takutnya
dia makan di sini nggak bisa bayar,” lanjut Yeriko sambil duduk kembali ke
kursinya.
“Maaf, Pak Ye!” Manager restoran itu menunduk sopan ke
arah Yeriko. “Mas, kalau tidak ingin makan di sini, silakan keluar dari
restoran kami!” tuturnya sambil menatap Lian.
“Apa!? Kamu nggak tahu aku ini siapa?” Lian makin geram
mendengar ucapan Manager Restoran tersebut.
“Maaf, kami tidak mengenal Anda. Pak Yeri adalah pemilik
hotel dan restoran ini. Mohon untuk bersikap baik dan tidak mengganggu makan
siang beliau!” tutur Manager tersebut sambil menunduk dengan sopan.
Lian menarik napas, ia makin kesal saat mengetahui
kenyataan kalau suami Yuna adalah orang yang sangat kaya.
“Ayo, kita pergi!” ajak Lian sambil menarik lengan
Bellina keluar dari restoran.
Bellina ikut kesal mengetahui kenyataan kalau Yuna
memiliki suami yang masih muda, tampan dan kaya raya. Ia merasa iri dengan Yuna
karena selalu lebih unggul darinya.
“Maaf, Pak! Sudah membuat makan siang Pak Yeri
terganggu,” tutur Manager restoran setelah Lian dan Bellina pergi.
“Nggak papa.”
Manager tersebut melihat meja makan Yeriko yang masih
kosong. “Pelayan!” panggilnya sambil melambaikan tangan.
Pelayan yang dimaksud langsung datang menghampiri Manager
Restoran. “Ya, Pak.”
“Makanan untuk Pak Yeri belum siap?”
“Sebentar lagi siap, Pak.”
“Cepetin!”
Pelayan tersebut menganggukkan kepala dan bergegas masuk
ke dapur untuk mengambil makanan yang sudah selesai dimasak.
Manager restoran memastikan semua makanan pesanan bosnya
sudah terhidang di atas meja. “Silakan menikmati makan siang, Pak!” ucapnya
ramah saat semua makanan sudah terhidang.
Yeriko menganggukkan kepala. “Makasih.”
“Mmh ... Bos Ye, biasanya ke sini sama Riyan. Wanita
cantik ini siapa? Sekretaris baru?” bisik Manager Restoran.
Yeriko tersenyum mendengar pertanyaan Manajer tersebut
sambil menatap Yuna. “Dia istriku.”
“Hah!? Serius!? Kapan nikahnya? Nggak kabar-kabar.” Wajah
Manager Restoran tersebut terlihat antusias menatap Yuna. “Selamat, Pak!
Selamat!” Ia langsung menyalami Yeriko.
Yeriko tersenyum kecil sambil menganggukkan kepala.
“Nyonya Ye, perkenalkan. Saya Andrian, Manager di
restoran ini,” ucap Manager tersebut sambil mengulurkan tangan ke arah Yuna.
Yuna tersenyum dan menyambut uluran tangan dari Andrian.
“Fristi Ayuna, panggil saja Yuna!”
“Ah, mana berani kami manggil Nyonya Ye selancang itu,”
sahut Andrian.
Yuna tertawa kecil. “Biasa aja, Pak. Saya malah kurang
nyaman dengan panggilan Nyonya Ye. Terlalu berat buat saya.”
“Ah, bisa aja. Jadi, harus manggil seperti apa?”
“Panggil Yuna saja!”
Andrian menoleh ke arah Yeriko yang berwajah es. Ia tidak
memiliki keberanian untuk memanggil Yuna seperti yang Yuna inginkan.
“Mmh ... saya permisi dulu. Masih banyak pekerjaan yang
harus dilakukan. Selamat atas pernikahan kalian.”
Yuna menganggukkan kepala. Ia dan Yeriko mulai menikmati
makan siang bersama.
“Abis ini balik ke kantor lagi?” tanya Yeriko sambil
menikmati makan siangnya.
“He-em,” jawab Yuna dengan mulut penuh makanan.
“Hati-hati makannya!” pinta Yeriko yang melihat Yuna
makan begitu lahap.
Yuna meringis ke arah Yeriko. “Eh, aku baru tahu kalau
kamu yang punya hotel dan restoran ini. Berarti, makan di sini nggak bayar?”
Yeriko menganggukkan kepala.
“Aku bisa pesen makan sepuasnya dong?”
“Ini masih kurang?” tanya Yeriko sambil melihat meja
makannya yang penuh dengan makanan.
“Hehehe. Makanannya enak-enak semua. Aku pengen cobain
semua.”
“Perut kamu cukup?”
Yuna menganggukkan kepala.
“Pesen, dah!”
“Boleh?”
Yeriko menganggukkan kepala.
Yuna tersenyum riang. Ia langsung memanggil pelayan dan
memesan beberapa makanan yang ingin ia makan.
Yeriko sangat senang melihat Yuna yang makan dengan
lahap. “Kalau kamu suka, tiap hari aku bawa kamu ke sini.”
“Eh!? Nggak perlu!” sahut Yuna. “Kalau tiap hari aku
makan gratis di sini, restoran kamu bisa bangkrut.”
Yeriko
tertawa kecil menanggapi ucapan Yuna. “Restoran ini nggak akan bangkrut kalau cuma ngasih makan
kamu doang.”
“Oh ya? Eh, kamu punya perusahaan besar. Hotel, restoran dan lain-lain. Tapi ... kenapa masih makan
mie instan kalau di rumah?”
Yeriko tersenyum kecil. “Emangnya aku nggak boleh makan
mie instan?”
Yuna terkekeh geli. “Bukan gitu. Kamu kan orang kaya.
Setiap hari bisa makan makanan mahal. Aku nggak nyangka kalau kamu bisa juga
makan makanan sesederhana itu.”
“Hmm ... kayaknya udah ketularan sama kamu.”
“Hah!?” Yuna melongo menatap Yeriko.
Yeriko tersenyum kecil sambil memasukkan udang goreng ke
mulut Yuna.
“Mmh ... Mmh ...!” Yuna menahan tawa sambil menatap
Yeriko. Ia langsung mengunyah udang yang masuk ke dalam mulutnya.
Yeriko menggelengkan kepala sambil tersenyum. Ia merasa
kehidupannya banyak berubah setelah Yuna hadir dalam hari-harinya. Tanpa sadar,
ia sering tersenyum menatap gadis manis yang ada di hadapannya itu.
“Beruang, kenapa aku nggak pernah lihat kamu makan
banyak?” tanya Yuna.
“Kalau aku makan banyak, bukannya itu terlalu kejam buat
kamu?” sahut Yeriko sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Yuna.
“Maksudnya ...?” dengus Yuna.
“Kamu harus rela membagi semua makanan ini buat aku!”
Yuna tertawa kecil menatap Yeriko. “Aku nggak keberatan.”
“Aku yang nggak tega,” sahut Yeriko sambil menahan tawa.
“Apa aku kelihatan rakus banget?” dengus Yuna.
Yeriko menggelengkan kepala. “Tapi ... kadang-kadang iya
juga.”
“Iih ...!” Yuna langsung meninju pundak Yeriko.
Yeriko tertawa kecil. “Cepet habisin makannya! Lima belas
menit lagi masuk kantor.”
“Eh!? Cepet banget?” Yuna mempercepat makannya.
Usai makan siang, Yeriko mengantar Yuna kembali ke
kantornya.
“Yun ...!” panggil Yeriko saat Yuna ingin keluar dari
mobilnya.
“Eh!? Kenapa?” tanya Yuna sambil menoleh ke arah Yeriko.
“Ntar malam lembur nggak?”
“Kayaknya nggak. Kenapa?”
“Nggak ada kegiatan lain?”
Yuna menggelengkan kepala. “Kenapa? Tumben nanyain?”
“Mau ngajak kamu jalan-jalan.”
“Hah!?” Yuna melongo menatap Yeriko. “Aku nggak mimpi
kan?”
“Nggak,” sahut Yeriko sambil mencubit hidung Yuna.
“Mmh ... bukannya kamu orang yang super sibuk. Punya
waktu buat ngajak aku jalan-jalan?”
Yeriko tersenyum sambil menatap Yuna. “Bukannya selama
menikah, aku belum pernah ngajak kamu jalan-jalan?”
Yuna berseru gembira dan langsung memeluk Yeriko.
“Makasih, suamiku! Mmuach .... mmuach!” Ia menciumi pipi Yeriko berkali-kali.
Yeriko langsung menarik tengkuk Yuna dan mencium gadis
itu penuh kehangatan. “I Love you ...” bisiknya.
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Selamat menjalankan ibadah puasa.
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment