Friday, January 24, 2025

Bab 40 - Peliharaan Sugar Daddy

 


Lili makin geram dengan sikap Yuna. Ia langsung mengejar Yuna keluar dari ruangannya.

 

“Kamu sekarang mulai berani ya sama aku? Minta maaf nggak!?” seru Yuna.

 

Yuna mengernyitkan dahi. “Minta maaf kenapa?” tanyanya sambil menahan tawa.

 

“Kamu nggak sadar kalau udah bersikap kasar sama aku?” tanya Lili.

 

Yuna tersenyum sinis. “Aku kasar? Omonganmu lebih kasar dan tidak berdasar!” dengus Yuna.

 

“Heh!? Semua orang juga tahu kamu itu siapa. Nggak usah sok suci di depan aku ya!” sentak Lili.

 

Yuna tersenyum sinis sambil melangkah mendekati Lili.

 

Lili terkejut, ia melangkah mundur seirama dengan langkah Yuna yang terus mendekatinya. “Kamu mau apa?” tanya Lili saat punggungnya tersandar di dinding dan tidak bisa ke mana-mana lagi.

 

Yuna langsung memukul dinding yang ada di samping kepala Lili. Ia tersenyum lebar, bersiap menelan Lili mentah-mentah. “Selama ini kamu selalu ngatain aku dipelihara sama Oom-Oom kan? Semalam, aku bisa lihat jelas kalau kamu yang pergi jalan sama Oom-Oom kaya,” bisik Yuna. “Aku bisa aja bocorin rahasia kamu ini ke semua orang.”

 

“Eh!? Nggak usah ngada-ngada ya kalo ngomong! Semalam, aku nggak pergi ke mana-mana,” sahut Lili.

 

Yuna tersenyum sinis. “Oh ya? Gimana kalau aku panggil langsung pria tua itu ke sini? Kebetulan, suami aku kenal sama pria itu. Aku tinggal telepon dan dia bakal ke sini buat ngebuktiin kalau cewek yang semalam aku temui itu memang kamu,” ancam Yuna berbohong.

 

Lili tersenyum kecut. Ia tak bisa lagi menyangkal ucapan Yuna. Ia tidak mungkin membiarkan pria tua itu masuk ke kantornya dan merusak reputasi dirinya. Tidak ada satu orang pun yang boleh mengetahui siapa dia yang sebenarnya.

 

Yuna tersenyum sinis. “Jangan macam-macam kalau mau rahasia kamu tetap terjaga dengan baik!”

 

Ia berbalik dan langsung melangkah pergi meninggalkan Lili yang masih tertegun dengan ucapan Yuna. Lili menghela napas. Ia merasa lega karena Yuna tidak membocorkan rahasia kehidupan pribadinya.

 

Di saat yang sama, Lian dan Bellina muncul dan berpapasan dengan Yuna. Lian terus menoleh ke arah Yuna yang tidak menganggap keberadaannya sama sekali. Seperti tidak saling mengenal. Jangankan menyapa, menoleh sedikitpun tidak.

 

 Yuna ...!” panggil Lian dalam hati. Melihat sikap cuek Yuna, hatinya bergetar. Ia merasakan ada sesuatu yang aneh dalam dirinya. Ia sendiri tidak mengerti dan menyadari perasaan aneh yang menyelimuti pikirannya.

 

Bellina yang menyadari tatapan Lian tertuju pada Yuna, langsung menarik lengan Lian dan menatap tubuh Yuna penuh kekesalan. “Sayang, lihatin apa sih?”

 

“Eh!? Nggak papa,” jawab Lian.

 

“Nggak usah lihatin dia, deh! Nggak penting banget,” tutur Bellina sengit.

 

“Kamu ngerasa ada yang aneh nggak sama dia?” tanya Lian.

 

Bellina menggelengkan kepala. “Biasa aja.”

 

Lili melangkahkan kakinya perlahan masuk ke dalam ruangan untuk menghindari Bellina dan Lian.

 

“Mau ke mana?” tanya Bellina sambil melangkah mendekati Lili.

 

Lili meringis menatap Bellina. “Mau kerja lagi.”

 

“Kamu habis ngapain sama Yuna?”

 

“Eh!? Nggak ngapa-ngapain. Cuma ngobrolin laporan doang.”

 

Bellina menatap tajam ke arah Lili, membuat Lili gemetar. “Mencurigakan!”

 

“Mencurigakan kenapa?”

 

“Jelas-jelas Yuna perginya happy banget. Kamu nggak lagi mengkhianati aku kan?” dengus Bellina.

 

Lili menggelengkan kepala. “Mungkin, suasana hatinya dia lagi bagus karena aku kalah berdebat sama dia.”

 

“Serius?”

 

Lili menganggukkan kepala. “Mmh ... aku kerja dulu ya! Banyak laporan yang harus aku kelarin,” pamitnya langsung bergegas masuk ke dalam ruangan.

 

Bellina menoleh ke arah Lian yang berdiri di sampingnya. Mereka kembali melangkah menuju ruang General Affair.

 

“Sayang, pesta pertunangan kita gimana?” tanya Bellina sambil bergelayut manja di lengan Lian.

 

“Semua udah diurus sama Mamaku.”

 

Bellina tersenyum. Ia merasa sangat senang karena akhirnya Lian setuju untuk mengadakan perayaan pertunangan terlebih dahulu sebelum pesta pernikahan mereka.

 

“Soal Wedding Organizer untuk pernikahan kita gimana?” tanya Lian.

 

“Mamaku yang urus,” jawab Bellina. “Katanya sih mau nemuin salah satu WO yang udah rekomendasikan. Mau lihat dulu cocok atau nggaknya.”

 

“Mama kamu urus sendirian?” tanya Lian.

 

“Dibantu Yuna.”

 

Lian mengernyitkan dahi sambil menatap Bellina.

 

“Kenapa?”

 

“Kamu yakin Yuna nggak akan mengacau pernikahan kita?” tanya Lian.

 

Bellina menggelengkan kepala. “Aku rasa, dia nggak akan berani macem-macem sama Mama.”

 

Lian tersenyum menatap Bellina. “Aku harap dia nggak bikin kekacauan di acara pertunangan dan pernikahan kita.”

 

Bellina mengangguk. Mereka segera masuk ke ruangan Kak Rivan, GA yang ada di kantor ini.

 

“Eh, Bellina? Pak Lian? Tumben ke sini? Ada perlu?” tanya Rivan saat Lian dan Bellina masuk ke dalam ruangannya.

 

Bellina tersenyum ke arah Rivan. “Aku mau izin pulang cepet,” ucapnya sambil melirik Lian yang berdiri di sampingnya.

 

“Oh ... Iya. Nggak papa. Saya kira ada perlu apa. Pak Lian sampai masuk ke sini. Izin lewat telepon saja kan bisa,” tutur Rivan.

 

Bellina tersenyum. “Izin langsung lebih baik, kan?”

 

Rivan menganggukkan kepala.

 

“Makasih, Kak!” Bellina menunduk hormat dan langsung keluar dari ruangan Rivan bersama Lian.

 

Di saat yang sama, Yeriko sudah menunggu Yuna di depan kantor Yuna untuk mengajaknya makan siang.

 

Yuna melenggang penuh semangat menghampiri Yeriko yang sedang menunggu di dalam mobil. Ia langsung masuk ke dalam mobil Yeriko. “Udah lama nunggu?” tanya Yuna.

 

“Belum. Baru aja, kok.”

 

“Kita mau makan di mana?” tanya Yuna.

 

“Kamu maunya di mana?”

 

“Mmh ... enaknya makan apa ya?” tanya Yuna berpikir sambil mengetuk-ngetuk dagunya.

 

“Bakso, Mie Ayam, kepiting, gudeg, rendang, ayam bakar?” tanya Yeriko.

 

“Semuanya bisa?” tanya Yuna dengan mata berbinar.

 

Yeriko mengangguk. Ia langsung menyalakan mesin dan melajukan mobilnya ke salah satu restoran yang ada di hotel bintang lima.

 

“Kamu yakin di sini ada makanan lokal?” tanya Yuna sambil melepas safety belt-nya.

 

Yeriko tertawa kecil. “Ada. Nasional dan internasional, di sini lengkap. Kamu bisa makan sepuasnya.”

 

Yuna tersenyum senang. Ia bergegas turun dari mobil. Yeriko langsung menggandeng tangan Yuna masuk ke dalam restoran.

 

“Selamat siang Pak Yeri!” sapa seorang pelayan yang berdiri di pintu masuk.

 

Yuna langsung menoleh ke arah Yeriko. “Mereka kenal sama kamu?”

 

Yeriko hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Yuna. Ia mengajak Yuna duduk di salah satu meja restoran.

 

“Pak Yeri mau makan apa?” tanya seorang pelayan sambil menyodorkan buku menu ke pelayan restoran.

 

“Ikut dia aja!” jawab Yeriko sambil menunjuk Yuna dengan dagunya.

 

Pelayan tersebut tersenyum ke arah Yuna. “Pak Yeri tumben datang sama perempuan. Biasanya selalu sama Mas Riyan.”

 

Yeriko tersenyum. “Dia istri saya.”

 

“Hah!?” Pelayan tersebut melongo dan menatap Yuna dari ujung rambut sampai ke ujung kaki.

 

Yuna tersenyum manis menanggapi tatapan pelayan tersebut.

 

“Kapan nikahnya, Pak? Kok, nggak undang-undang?”

 

“Belum bikin perayaan. Nanti saya undang kalau bikin pesta pernikahan.”

 

“Wah ...! Saya tunggu undangannya, Pak!”

 

Yeriko tersenyum sambil menganggukkan kepala.

 

“Nyonya mau pesan apa?” tanya pelayan tersebut menoleh ke arah Yuna.

 

“Mmh ... aku pesen ini, ini ... ini ... sama ini ya!” Yuna menunjuk gambar yang ada di buku menu.

 

Pelayan itu mengangguk dan langsung pergi untuk memproses pesanan Yuna.

 

Di pintu masuk, terlihat Bellina dan Lian melangkah perlahan. Mereka melihat Yuna yang duduk di salah satu meja dan sengaja melintas di sisinya.

 

“Karyawan biasa bisa makan di restoran semewah ini. Kira-kira bayar pakai apa kalau nggak jual diri?” celetuk Bellina saat berdiri tepat di samping Yuna.

 

Yuna menarik napas dalam-dalam. Ingin sekali ia memaki Bellina yang asal bicara. Tapi, ia memilih menjaga reputasi Yeriko dan bersikap acuh dengan ucapan Bellina.

 

Lian tersenyum sinis menatap Yuna. “Jelas aja. Dia ke sini nggak sendiri. Sama laki-laki.”

 

“Oh iya ya?” Bellina langsung menoleh ke arah Yeriko yang duduk di hadapan Yuna. “Mas, hati-hati ya sama cewek ini! Dia itu deketin orang kaya cuma mau duitnya doang!”

 

Yeriko tersenyum sinis menanggapi ucapan Bellina. Ia tidak tertarik untuk meladeni keduanya.

 

Lian semakin geram dengan sikap Yeriko yang dingin dan tidak bereaksi sedikitpun. Ia memikirkan cara untuk memantik emosi Yuna dan Yeriko.

 

 

 

 

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya! Selamat menjalankan ibadah puasa.

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas