Friday, January 24, 2025

Bab 38 - Masih Perawan

 


“Yun, kita makan di luar aja ya! Bibi War nggak ada,” tutur Yeriko saat Yuna baru saja keluar dari kamar mandi.

 

“Oh ya? Bibi ke mana?” tanya Yuna sambil melangkah menuju lemari untuk mengambil pakaian ganti.

 

“Dia izin hari ini, katanya anaknya lagi sakit.”

 

“Oh ... gimana kalau aku aja yang masak?” tanya Yuna sambil menatap Yeriko.

 

Yeriko menggelengkan kepala. “Kita makan di luar aja!” pintanya.

 

“Kamu bener-bener nggak mau makan masakanku?” Yuna tertunduk lesu. Ia tak bersemangat mengenakan pakaiannya.

 

“Aku bukan nggak mau makan masakan kamu. Aku cuma nggak mau terjadi kecelakaan lagi. Lebih baik kita makan di luar!” Yeriko langsung mengambil jaket dari dalam lemari dan mengenakannya.

 

Yuna mengangguk. “Oke, deh,” ucapnya sambil tersenyum. Yuna berdiri di depan meja rias, ia mengoleskan bedak tipis ke wajahnya. Tak lupa, ia memberikan tambahan perona merah di bibirnya.

 

Yeriko menghampiri Yuna perlahan dan memeluk gadis itu dari belakang. “Kamu lebih penting dari apa pun, jangan bikin aku khawatir lagi!” bisiknya di telinga Yeriko.

 

Yuna tersenyum sambil menyentuh pipi Yeriko. Ia menatap Yeriko dari balik cermin. Yuna mengangguk perlahan dan langsung memasukkan ponsel dan dompet ke dalam tas tangannya. “Kita berangkat sekarang!”

 

Yeriko mengangguk. Ia menggandeng tangan Yuna keluar dari kamar, berjalan menuruni anak tangga dan keluar dari rumah.

 

Yeriko mengajak Yuna makan di salah satu restoran mahal. Yuna terpana saat melihat dekorasi restoran yang sangat mewah. Orang-orang yang makan di sana juga berpakaian eksklusif.

 

“Kenapa nggak bilang kalau mau makan di sini?” bisik Yuna.

 

Yeriko mengernyitkan dahinya.

 

“Aku pakai baju biasa kayak gini. Kalau tahu makan di sini, aku kan harus pakai gaun formal. Aku lihat, semua orang di sini pakai pakaian formal,” tutur Yuna.

 

Yeriko tertawa kecil menatap Yuna. Ia mengajak Yuna duduk di salah satu meja. “Kamu itu pakai baju apa aja tetep kelihatan cantik. Nggak usah minder!”

 

Yuna tersenyum sambil duduk di kursi yang sudah disediakan Yeriko.

 

Yeriko ikut duduk dan langsung memesan makanan untuk Yuna dan dirinya.

 

“Minggu depan, ada acara pertemuan tahunan komunitas pebisnis se-Asia. Kamu temenin aku ya!” pinta Yeriko.

 

Yeriko tersenyum, perlahan ia menyuap makanan ke mulutnya. “Gimana?” tanya Yeriko.

 

“Apanya?” tanya Yuna balik dengan mulut penuh makanan.

 

“Mau kan temenin aku ke acara tahunan?”

 

Yuna mengangguk-anggukkan kepala.

 

“Di sana juga ada banyak makanan enak dari berbagai negara di Asia.”

 

“Oh ya? Apa boleh makan semuanya?” tanya Yuna dengan mata berbinar.

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

Yuna membayangkan semua makanan enak yang terhidang di hadapannya. “Oh My God! Semua makanan dari berbagai negara? Aku bisa ngerasain keliling dunia dalam semalam,” gumam Yuna dalam hati. Ia tersenyum senang dan bersedia menemani Yeriko.

 

Yeriko selalu tersenyum melihat Yuna yang begitu antusias dan penuh semangat. Baginya, Yuna adalah warna baru dalam kehidupannya. Sejak mengenal gadis itu, ia merasa hari-harinya jauh lebih baik. Senyuman Yuna, membuat hati dan pikirannya begitu tenang.

 

Tiba-tiba, Yuna menutup wajahnya menggunakan buku menu saat melihat wanita muda masuk ke dalam restoran bersama dengan lelaki setengah baya.

 

“Kenapa?” bisik Yeriko.

 

“Sst ...!” Yuna menempelkan jari telunjuk ke bibirnya.

 

Yeriko mengernyitkan dahi. Ia terus menatap wanita muda yang baru saja masuk ke dalam restoran itu. Wanita tersebut duduk agak jauh dari tempat mereka makan dan membelakangi mereka.

 

Yeriko langsung menurunkan buku menu dari tangan Yuna. “Kamu kenal sama cewek itu?” tanya Yeriko.

 

“Itu si Lili, anak buahnya Bellina yang aku ceritain kemarin,” jawab Yuna lirih.

 

Yeriko mengernyitkan dahi. “Dia ...?” Yeriko menunjuk dengan jari telunjuknya. Kemudian menahan tawa.

 

Yuna ikut tertawa kecil menatap Yeriko. “Dia yang paling semangat banget ngatain aku dipelihara sama lelaki tua. Ternyata ... dia ke sini sama laki-laki tua yang lebih cocok jadi ayahnya.”

 

“Kamu yakin kalau dia bukan ayahnya?” tanya Yeriko.

 

Yuna menggelengkan kepala. “Kalau ayah, nggak akan semesra dan seintim itu kan?”

 

Yeriko menoleh ke belakang. Melihat Lili terlihat sangat mesra dengan pria setengah baya itu.

 

“Akhirnya ... aku punya senjata buat ngelawan dia!” tutur Yuna penuh semangat.

 

Yeriko menatap Yuna yang terlihat berapi-api.

 

“Nggak mau negur dia sekalian?” tanya Yeriko.

 

“Hah!?” Yuna melongo mendengar pertanyaan Yeriko.

 

“Pelayan!” panggil Yeriko. Ia meminta bill dan langsung membayar semua makanan yang ia pesan.

 

Yeriko menarik lengan Yuna. Dengan sengaja, ia mengajak Yuna menghampiri Lili yang sedang bersama pria tua itu.

 

“Nggak usah, Yer! Aku nggak mau bikin masalah di sini,” bisik Yuna.

 

“Siapa yang mau bikin masalah?” tanya Yeriko. Ia langsung merangkul pinggang Yuna, berjalan perlahan menghampiri manager restoran yang berdiri di tak jauh dari meja Lili.

 

Yeriko mengajak manager tersebut berbincang sejenak. Sementara Yuna bisa menatap Lili dengan jelas. Yuna tersenyum penuh kemenangan sambil menggandeng tangan Yeriko.

 

Lili membelalakkan matanya saat melihat Yuna yang tiba-tiba sudah ada di depannya. Ia melepas rangkulan tangannya dari pria tua yang ada di sampingnya. Perasaannya sangat gugup saat Yuna terus tersenyum ke arahnya.

 

“Ayo, kita pulang!” bisik Yeriko. Ia melirik ke arah Lili yang wajahnya terlihat sangat masam dan malu.

 

Yuna mengangguk sambil tersenyum.

 

Yeriko tersenyum sambil mencolek dagu Yuna. Ia sengaja bersikap mesra untuk membuat Lili semakin kesal.

 

Yeriko dan Yuna bergandengan tangan sambil keluar dari restoran.

 

“Hahaha ...!” Yuna langsung tertawa terbahak-bahak saat keluar dari pintu restoran. Ia terus memegangi perutnya yang terasa menggelitik. Bahkan, ia masih tertawa saat sudah berada di dalam mobil.

 

“Aku seneng banget hari ini. Kamu lihat, tadi mukanya si Lili kayak udang rebus karena kepergok lagi jalan sama Oom-Oom,” tutur Yuna sambil tertawa.

 

Yeriko tersenyum kecil menatap Yuna. Ia bergegas melajukan mobilnya kembali ke rumah.

 

Sesampainya di rumah, Yuna langsung berbaring di atas tempat tidur dengan perasaan penuh gembira.

 

“Aku mau ngerjain laporan dulu di sebelah. Kamu tidur duluan ya!” pinta Yeriko.

 

Yuna menganggukkan kepala sambil menatap Yeriko. “Semangat, Beruangku! Jangan sampai larut malam ya!”

 

Yeriko mengangguk dan bergegas keluar dari kamar.

 

Yuna tidak bisa tidur. Ia langsung menelepon Jheni.

 

“Hei, tumben nelpon jam segini?” tanya Jheni begitu panggilan telepon Yuna tersambung.

 

“Emang nggak boleh?”

 

“Yah, kan ... namanya pengantin baru, biasanya jam segini lagi sibuk-sibuknya.”

 

“Sibuk ngapain?” tanya Yuna.

 

“Sibuk bercinta, masa sibuk ngurusin tetangga!?” sahut Jheni.

 

Yuna tergelak mendengar ucapan Jheni.

 

“Eh, gimana rasanya, Yun?”

 

“Rasanya apa?” tanya Yuna balik.

 

“Rasanya bercinta!” seru Jheni dengan nada penuh ceria.

 

“Nggak tahu,” jawab Yuna.

 

“Hah!? Kok nggak tahu?”

 

“Kita belum melangkah sejauh itu,” jawab Yuna lirih.

 

“Astaga! Jadi, nikah ngapain aja? Jangan-jangan ... kalian nggak tidur satu ranjang ya? Apa cuma pura-pura nikah kayak yang di sinetron-sinetron itu?” cerocos Jheni.

 

“Apaan sih!? Ya tidur satu ranjang setiap malam. Tapi ... dia juga nggak ngapa-ngapain aku.”

 

“Kok bisa? Emang dia nggak nafsu lihat kamu?” tanya Jheni.

 

“Eh!?” Yuna berpikir sejenak. Selama ini, Yeriko memang tidak pernah memaksa Yuna melayaninya. Bahkan, mereka sudah pernah saling melihat tubuh mereka telanjang bulat, tapi tetap tidak ada kemajuan. Apa tubuhnya memang tidak menarik?

 

Jheni tergelak. “Gila ya! Kamu udah umur dua puluh empat tahun, tapi masih perawan aja. Bahkan status kamu sudah nikah, tapi masih perawan. Ckckck.”

 

“Nggak usah ngolok!” seru Yuna.

 

“Eh, aku ada kirim web yang jual lingerie dan pakaian dalam seksi. Coba lihat deh!”

 

“Males!” sahut Yuna kesal.

 

Jheni tergelak. “Lihat ya! Pasti berguna banget buat hubungan kalian biar tambah hot. Aku mau ke toilet. Aku tutup teleponnya!” seru Jheni sambil menutup telepon.

 

Yuna menghela napas. Ia langsung membuka tautan yang dikirim oleh Jheni. Yuna tersenyum melihat gambar-gambar pakaian seksi yang terpampang di dalam web tersebut. Ia segera mengganti pakaian dan pergi tidur.

 

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya! Selamat menjalankan ibadah puasa.

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas