“Jadi, kamu bener-bener
ada hubungannya sama laki-laki tua itu?” tanya Yuna.
Yeriko menganggukkan
kepala. “Aku sudah ambil alih semua saham dan aset perusahaannya.”
Yuna langsung menatap
Yeriko. “Kamu ...!?” Yuna bangkit dan mencari ponselnya. Ia langsung mencari
informasi di internet tentang pemilik perusahaan Galaxy Group. Ia terkejut saat
potret Yeriko terlihat dari kejauhan.
Yuna membandingkan
wajah Yeriko dan foto yang ada di dalam ponselnya. “Mirip?” Ia mengernyitkan
dahi menatap ponselnya.
Yeriko tersenyum kecil
menanggapi reaksi Yuna.
“Kamu ... Direktur
Utama GG yang sering dibicarain orang-orang itu?” tanya Yuna.
Yeriko menganggukkan
kepala.
“What!?” Bola mata Yuna
hampir keluar dari tempatnya. Ia tidak menyangka kalau suaminya adalah seorang
Direktur dan CEO dari GG. Pria yang super kaya di kotanya. Ia langsung
menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur dan tidak bersemangat menghadapi kenyataan
yang sudah terjadi.
“Hei, kenapa?” tanya
Yeriko, ia cemas dengan sikap Yuna.
“Aku nggak suka orang
kaya, kenapa aku malah menikahi orang paling kaya di negeri ini?” tutur Yuna
lirih. “Aku harus gimana menghadapinya?”
“Yun, apa aku buruk
banget di depan kamu?” tanya Yeriko.
Yuna menggeleng tak
bersemangat. “Aku yang buruk. Aku ini cuma wanita gelandangan. Nggak punya
rumah, nggak punya harta, nggak punya apa-apa. Aku selalu dimaki sama
keluarganya Lian karena aku orang miskin sedangkan keluarga mereka adalah orang
yang kaya raya.”
“Yun, keluargaku nggak
seperti itu,” tutur Yeriko sambil mengusap pipi Yuna.
Yuna menatap iba ke
arah Yeriko. “Gimana aku menghadapi mama kamu? Aku nggak punya apa-apa. Mama
kamu pasti nggak mau punya menantu yang miskin kayak aku,” tutur Yuna terisak.
Yeriko langsung memeluk
tubuh Yuna. “Mamaku nggak akan seperti itu. Mama adalah wanita yang memiliki
pengetahuan dan pandangan yang luas. Dia wanita paling baik yang aku kenal di
dunia ini. Kakek juga orang yang sangat baik walau sikapnya memang sedikit
keras. Mereka tidak akan melihat kamu dari materi yang kamu punya.”
Yuna menatap Yeriko
dengan mata berkaca-kaca. “Tapi ...”
Yeriko tersenyum
menatap Yuna. “Aku milih kamu karena kamu adalah wanita terbaik di dunia ini
setelah Mama. Semuanya akan baik-baik aja! Mereka akan menyayangi kamu. Bahkan,
mungkin lebih menyayangi kamu daripada aku.”
“Beneran?” tanya Yuna.
Perasaannya masih sangat khawatir, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan saat
bertemu dengan keluarga Yeriko.
Yeriko menganggukkan
kepala.
“Gimana kalau kita main
ke rumah kakek dalam minggu ini?” tanya Yeriko.
Yuna mengangguk kecil.
Ia tak bisa menolak. Diterima atau tidak oleh keluarga Yeriko, ia tak lagi
memperdulikannya. Yang ia rasakan saat ini, ia merasa sangat tenang dan bahagia
berada dalam pelukan Yeriko.
Yeriko terus mengusap
lembut pundak Yuna hingga gadis itu terlelap di pelukannya.
Keesokan harinya ...
Yuna masuk kerja
seperti biasa. Saat jam makan siang, ia kembali mendengar gosip tentang Wilian
dan Bellina yang akan segera menikah.
“Yun, emang bener
mereka bakal nikah?” tanya Selma yang berada satu meja dengan Yuna saat jam
makan siang.
Yuna menganggukkan
kepala.
“Denger-denger, Bos
Lian juga bakal bawa Bu Belli ke acara tahunan komunitas pebisnis besar di
Asia,” tutur Bagus. “Apa itu artinya ... dia bakal memperkenalkan diri sebagai
menantu Wijaya Group?”
“Huft, makin sombong
aja tuh dia!” celetuk Selma.
“Mumpung masih ada yang
disombongin kali,” sahut Yuna sambil tertawa kecil.
“Eh, semalam kamu
lembur, Yun?” tanya Selma.
Yuna menganggukkan
kepala.
“Sampe jam berapa?”
“Setengah dua belas.”
“Malem banget? Bu Belli
nyuruh kamu ngerjain apa sih?”
“Nyusun kertas yang
kemarin udah aku masukin ke penghancur kertas.”
“What!?” Selma dan
Bagus saling pandang.
“Itu orang, bener-bener
nggak ada puasnya ngerjain kamu,” celetuk Bagus.
Yuna hanya tertawa
kecil menanggapi celetukan Bagus.
Tiba-tiba ponsel Yuna berdering.
Yuna langsung meraih
ponsel yang ia letakkan di atas meja. “Halo ...!” sapanya begitu ia menjawab
telepon.
“Pulang kerja jam
berapa?” tanya Yeriko lewat telepon.
“Jam lima, kayak
biasa.”
“Nggak lembur lagi
kan?”
“Mudah-mudahan nggak sih,” jawab Yuna.
“Oke. Jam lima aku
jemput.”
“He-em.” Yuna
menganggukkan kepala.
“Udah makan siang?”
“Udah. Ini lagi di
kantin. Kamu sendiri?”
“Udah. Abis meeting
sama klien.”
“Oh.”
“Udah dulu ya! Jangan
terlalu capek kerjanya! Bye!”
“Bye ...!” Yuna
langsung meletakkan kembali ponselnya ke atas meja.
“Suami kamu ya?” tanya
Selma.
Yuna mengangguk sambil
tersenyum.
“Dia perhatian banget
sih? Tiap hari antar jemput kamu. Aku penasaran, deh. Dia itu kayak gimana sih?
Nggak kayak yang digosipin orang-orang itu kan?”
Yuna tersenyum sambil
menggelengkan kepala. “Mmh ... yang jelas, jauh lebih baik daripada Lian.”
“Wah ... kamu beruntung
banget sih? Kapan aku bisa punya pacar yang perhatian banget kayak gitu ya?”
tutur Selma.
“Ehem ... ehem!” Bagus
langsung merapikan kerah bajunya. “Aku siap, kok.”
Selma langsung melotot
ke arah Bagus sambil menjulurkan lidahnya.
“Yee ... aku juga
ganteng dan perhatian kali. Ya kan, Yun?” tanya Bagus sambil memainkan alisnya.
Yuna tertawa kecil.
“Ya, ya, ya,” ucapnya sambil menahan senyum.
“Huft, kalian ini ...
benar-benar nggak punya selera yang bagus,” celetuk Bagus.
“Karena yang Bagus cuma
kamu!” sahut Selma sambil tertawa.
“Hahaha.” Yuna ikut
tertawa mendengar ucapan Selma. “Karena namanya doang ya?”
“Eh, nama itu
melambangkan kepribadian. Namaku Bagus. Jelas lah orangnya juga ganteng. Cah
Bagus gitu loh.”
“Idih ...! Jijik aku
lihatnya, Gus!” sahut Selma saat melihat gaya Bagus yang seperti perempuan saat
berbicara.
Mereka menyelesaikan
makan siang sambil bercanda bersama. Usai makan siang, Yuna kembali ke
ruangannya. Lagi-lagi, Bellina memanggilnya untuk masuk ke dalam ruang kerja
Bellina.
“Nyebelin kan?” celetuk
Yuna sambil menatap Selma. “Kayaknya tuh orang udah kangen banget kalau sehari
aja nggak ada ketemu sama aku.”
Selma tertawa kecil
menanggapi ucapan Yuna.
Yuna langsung bergegas pergi
ke ruangan Bellina.
“Mana laporan yang aku
suruh bikin?” tanya Bellina saat Yuna masuk ke dalam ruangannya.
“Oh. Bentar. Aku ambil
dulu!” Yuna berbalik dan keluar dari ruangan Bellina. Ia berlari ke ruangannya
untuk mengambil laporan yang sudah ia buat dan kembali masuk ke dalam ruang
kerja Bellina.
Bellina langsung
memeriksa laporan yang dibuat oleh Yuna.
Yuna hanya berdiri di
depan Bellina tanpa berkata-kata. Ia tidak tahu bagaimana Bellina akan
menyerangnya dengan laporan yang ia buat. Ia sudah berusaha membuat laporan
sebaik mungkin. Kalau Bellina masih memakinya, artinya memang Bellina yang
sengaja membuat masalah dengannya.
“Apa-apan nih!?”
Bellina langsung membanting laporan Yuna ke atas meja.
“Eh!? Emangnya kenapa?”
tanya Yuna sambil meraih laporan tersebut dan memeriksanya.
“Laporan kamu ini
berantakan banget. Nggak berguna sama sekali! Kamu bisa kerja nggak!?” seru
Bellina.
Yuna merapatkan
bibirnya. Ia menarik napas dalam-dalam untuk meredam emosi yang hampir meletus
dari kepalanya.
“Bukannya yang kamu
minta laporannya kayak gini?” tanya Yuna.
“Bukan kayak gitu!
Makanya, kalo ada orang jelasin itu diperhatiin baik-baik! Nggak niat kerja
ya!?” sentak Bellina.
“Heh!? Aku sudah
ngerjain semuanya sesuai petunjuk!” Yuna langsung memukul meja Bellina. “Kamu
aja yang sengaja pengen nyalah-nyalahin aku dan cari masalah sama aku kan?”
Bellina tersenyum
sinis. “Buat apa aku cari masalah sama karyawan biasa kayak kamu. Sama sekali
nggak level!” tegas Bellina.
Yuna makin kesal. Ia
menghentakkan kakinya ke lantai dan bergegas keluar dari ruangan Bellina.
Bellina tersenyum penuh
kemenangan. “Sebentar lagi, aku resmi jadi Nyonya Lian. Aku bakal singkirin
kamu secepatnya!” tuturnya sambil menatap pintu ruangannya yang tertutup.
Sekalipun Yuna sudah
menikah, ia masih menyimpan dendam dengan adik sepupunya itu. Terlebih, Lian
masih terus memerhatikan Yuna diam-diam. Ia tidak akan membiarkan Lian kembali
ke pelukan Yuna. Lian harus menjadi miliknya seutuhnya!
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment