“Bi, tolong bikinkan
jahe hangat untuk Yuna!” pinta Yeriko begitu ia masuk ke dalam rumah. Yeriko
merangkul Yuna menuju Sofa.
Bibi War menganggukkan
kepala. Ia langsung membuat wedang jahe untuk Yuna tanpa banyak bertanya.
Yuna melepas jas milik Yeriko
dan bangkit dari tempat duduk. “Aku mandi dulu!”
Yeriko langsung menahan
lengan Yuna dan menariknya untuk kembali duduk. “Ini udah tengah malam. Nggak
usah mandi! Ntar malah makin sakit.”
“Tapi ... aku belum
mandi,” tutur Yuna sambil mengendus tubuhnya sendiri.
“Masih wangi,” sahut
Yeriko. “Eh, dingin-dingin gini enak makan mie instan kuah. Mau?” tanya Yeriko
sambil menatap Yuna.
Yuna menganggukkan
kepala. Kebetulan perutnya terasa melilit karena belum makan sejak tadi siang.
Yeriko bangkit dan
bergegas menuju dapur untuk membuatkan mie kuah instan. Sementara Bibi War yang
sudah selesai membuatkan wedang jahe untuk Yuna, langsung bergegas keluar dari
dapur.
“Bi ...!” panggil
Yeriko.
“Ya.”
“Ini udah tengah malam. Habis kasih wedang jahe ke
Yuna, Bibi istirahat ya! Besok tetep harus bangun pagi-pagi kan?”
Bibi War tersenyum
sambil menganggukkan kepala. Ia bergegas memberikan segelas wedang jahe kepada
Yuna. “Mbak Yuna kehujanan?”
Yuna menggelengkan
kepala. “Nggak, Bi. Cuma kedinginan.”
“Oh ... ini wedang jahe
buat hangatin badan!” Bibi War meletakkan segelas wedang jahe ke atas meja.
“Mmh ... Bibi mau istirahat dulu ya!”
“Loh? Bukannya Yeriko
masih di dapur?”
“Iya. Mas Yeri nggak
mau diganggu kalau lagi di dapur. Dia nyuruh Bibi istirahat,” tutur Bibi War
berbisik sambil memainkan matanya.
“Iih ... Bibi mah bisa
aja.”
Bibi War tersenyum. “Ajak
dia banyak bicara! Bibi istirahat dulu!” pamitnya. Ia langsung bergegas masuk
ke dalam kamar untuk mengistirahatkan tubuhnya.
Waktu semakin larut.
Aroma mie instan buatan Yeriko benar-benar menggugah selera makan Yuna. Ia
bangkit dari sofa dan menghampiri Yeriko yang sedang memasak di dapur.
“Nggak usah ke sini!
Ntar ketumpahan air panas lagi!” pinta Yeriko saat Yuna berada di dekatnya.
“Kan ada kamu,” sahut
Yuna sambil tersenyum.
Yeriko tersenyum kecil.
Ia menghidangkan dua mangkuk mie instan untuk Yuna. Ia melangkah perlahan
menuju meja makan dan meletakkan dua mangkuk tersebut ke atas meja. “Makan dulu
yuk!” ajak Yeriko.
Yuna menganggukkan
kepala. Ia dan Yeriko duduk bersebrangan sambil menikmati sup mie instan yang
masih hangat.
“Enak?” tanya Yeriko
sambil menatap Yuna.
Yuna mengangguk dan
terus makan dengan lahap. Yuna menatap Yeriko yang makan dengan santai dan
elegan, sedangkan dirinya lebih seperti seorang bandit yang tidak makan selama
tiga hari.
“Oh ya, Mama kamu nggak
ke sini lagi?” tanya Yuna.
“Belum. Mungkin masih
sibuk.”
“Mmh ... terakhir kali
ketemu, waktu kita belum nikah. Gimana kalau kita yang ngunjungi mama kamu?”
tanya Yuna.
Yeriko langsung menatap
Yuna yang ada di hadapannya. Ia tersenyum kecil sambil menganggukkan kepala.
“Beneran!?”
Yeriko mengangguk lagi.
Yuna sangat gembira. Ia
bangkit dari tempat duduk dan langsung memeluk Yeriko.
Yeriko langsung menarik
tubuh Yuna duduk di pangkuannya, ia menatap mata Yuna yang memancarkan cahaya
kebahagiaan, membuat bibirnya terus tersenyum.
“Eh, mama kamu sudah
tahu kalau kita sudah nikah?” tanya Yuna.
Yeriko menganggukkan
kepala.
“Aku mau tanya sesuatu
sama kamu,” tutur Yeriko sambil memegang pundak Yuna dan menatap tajam gadis
itu.
“Kamu pernah jatuh
cinta sebelumnya?” lanjutnya.
Yuna menggelengkan
kepala. “Aku belum pernah ciuman sama orang lain sebelumnya. Kamu yang
pertama.”
“Lian?” Yeriko mengernyitkan
dahinya.
Yuna menggelengkan
kepala. “Kami memang pacaran. Tapi, nggak pernah ciuman. Waktu SMA, hubungan
kami memang baik tapi nggak pernah begitu intim. Setelah lulus SMA, aku lanjutin
sekolah ke Melbourne, dia di New York. Kita nggak pernah ketemu secara langsung
selama empat tahun terakhir.”
Yeriko merasa sangat
senang mendengar pernyataan dari Yuna. “Kenapa hari ini kamu mulai antusias dan
manja banget? Kayak udah pengalaman dalam ...” Yeriko memerhatikan wajah Yuna
yang merona merah.
Yuna berusaha bangkit
dari pangkuan Yeriko. Namun, Yeriko menahannya agar Yuna tidak beranjak dari
pangkuannya.
“Kamu sendiri, sudah
pernah jatuh cinta sebelumnya?” tanya Yuna balik.
“Eh, makanan kamu udah
habis atau belum?” tanya Yeriko sambil melirik ke arah mangkuk Yuna.
“Sudah,” jawab Yuna.
“Ya udah. Kita
istirahat di kamar yuk!” ajak Yeriko.
“Jawab dulu
pertanyaanku!” pinta Yuna sambil memonyongkan bibirnya. Ia kesal karena Yeriko
terus mengalihkan pembicaraan.
Yeriko tidak menjawab. Ia
langsung mengecup bibir Yuna yang manis. “Udah malam. Kita tidur!” pinta Yeriko
sambil menggendong Yuna.
“Eh, mejanya belum
diberesin!” seru Yuna.
“Biar aja. Besok pagi
diberesin sama Bibi.” Yeriko langsung melangkah menaiki anak tangga menuju
kamarnya sambil menggendong tubuh Yuna.
Yeriko merebahkan tubuh
Yuna ke atas tempat tidur. Ia melepas seluruh pakaiannya, membuat jantung Yuna
semakin berdebar tak karuan saat melihat tubuh Yeriko yang begitu mempesona.
Yeriko tersenyum kecil
melihat wajah Yuna yang menegang. Ia melangkah menuju lemari dan mengambil
piyama, kemudian memakainya.
“Syukur deh! Aku pikir
dia mau ...” batin Yuna sambil membayangkan dirinya bercinta dengan Yeriko saat
itu juga. Walau kini ia mulai menyukai Yeriko, tapi ia sendiri belum siap
melayani Yeriko sepenuhnya.
Yeriko langsung naik ke
tempat tidur dan berbaring di samping Yuna.
Yuna menggigit
bibirnya, waktu sudah menunjukkan jam 01.00 WIB, tapi matanya masih belum
mengantuk.
“Oh ya, kamu belum
cerita ke aku. Kenapa kamu lembur sendirian di kantor?” tanya Yeriko.
“Mmh ...” Yuna menatap
Yeriko yang ada di sampingnya. Ia takut dan ragu menceritakan kejadian yang
terjadi pada dirinya.
“Nggak usah takut!
Cerita aja!” pinta Yeriko sambil menatap Yuna.
Yuna mulai menceritakan
satu per satu kejadian yang ada di kantornya.Ia juga menceritakan bagaimana
Bellina dan dua pengikutnya menindas Yuna.
“Mereka juga
terus-terusan ngatain aku jadi istri simpanannya Oom-Oom. Padahal, suamiku
nggak tua-tua banget,” tutur Yuna sambil mengamati wajah Yeriko yang masih muda
dan kulit yang terawat dengan baik.
Yeriko tersenyum kecil.
Ia langsung merengkuh tubuh Yuna ke dalam pelukannya. “Aku nggak akan ngebiarin
siapa pun menindas dan merendahkan kamu!” bisiknya.
Yuna balas tersenyum.
Ia membenamkan wajahnya ke dada Yeriko. “Oh ya, Tante Melan juga nelpon aku,”
tutur Yuna sambil menengadahkan wajahnya menatap Yeriko.
“Kenapa?” tanya Yeriko.
“Dia minta aku nemenin
dia minggu ini ketemu sama Wedding Organizer. Bellina sama Lian mau bikin pesta
pernikahan.”
“Oh ya? Kamu mau?”
“Aku mana bisa nolak
permintaan Tante Melan. Aku cuma takut ... dijebak lagi sama dia.”
“Perlu aku temenin?”
Yuna menggeleng pelan.
“Aku bisa ngatasi sendiri, kok,” jawabnya sambil tersenyum.
“Apa perlu aku kirim
Riyan buat nemenin kamu?”
“Nggak usah! Itu
berlebihan,” jawab Yuna.
Yeriko mengelus pundak
Yuna. “Aku nggak mau kamu terus-terusan menderita karena mereka. Gimana kalau
kamu pindah magang ke kantorku aja?”
Yuna menggelengkan
kepala. “Iih ... nepotisme banget!” celetuknya.
“Siapa bilang?” tanya
Yeriko.
“Aku.”
Yeriko menarik napas
sejenak. “Kamu itu sekarang udah jadi Nyonya Yeriko!” tegas Yeriko sambil
menyolek hidung Yuna. “Nggak ada satu orang pun yang boleh menindas kamu. Semua
karyawan kantorku, bakalan tunduk sama kamu. Bahkan semua perusahaan yang ada
di kota ini.”
Yuna langsung bangkit
dan menatap tajam ke arah Yeriko begitu mendengar ucapan suaminya itu.
“Kenapa?” tanya Yeriko.
Ia bingung dengan sikap Yuna yang tiba-tiba tegang.
“Apa ... kamu juga tahu
soal PT. Jaya Agung? Direkturnya adalah orang yang pernah jebak aku di
Shangri-La malam itu,” tanya Yuna dengan wajah serius.
Yeriko tertawa kecil
mendengar pertanyaan Yuna. Ia pikir, Yuna akan mengatakan sesuatu yang
menakutkan dirinya.
“Kenapa malah ketawa?”
tanya Yuna sambil memukul dada Yeriko.
Yeriko tersenyum, ia
menarik tubuh Yuna ke dadanya. “Siapa pun yang berani menyakiti istriku, mereka harus ngerasain
akibatnya,” bisik Yeriko.
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment