Yuna kembali bekerja seperti biasa setelah luka di
pahanya perlahan sembuh dan bisa berjalan normal seperti biasa. Ia beraktivitas
di kantornya seperti biasa, harus menghadapi Bellina yang selalu menindas
dirinya.
Baru beberapa menit Yuna duduk di meja kerjanya, Bellina
sudah memanggil ia ke ruangannya. Yuna menghela napas dan bergegas pergi menuju
ruangan Bellina.
“Ada apa?” tanya Yuna begitu ia masuk ke dalam ruangan
Bellina.
“Tolong kamu urus berkas ini. Satu bendel kamu file-kan,
yang satunya lagi dihancurkan karena itu catatan yang nggak terpakai!” perintah
Bellina sambil memberikan tumpukan map ke tangan Yuna.
Yuna menatap Bellina sambil mengerutkan bibirnya. Ia
sangat kesal dengan perlakuan Bellina kepadanya. Tapi, ia sendiri tidak bisa
menolak pekerjaan dari atasannya itu.
“Kenapa? Nggak mau ngerjain? Udah dua hari kamu nggak
masuk. Wajar kalo kerjaan numpuk.”
Yuna memutar bola mata dan berbalik. Ia bergegas keluar
dari ruangan Bellina dan kembali ke ruangannya.
“Yun, disuruh ngapain sama Bu Belli?” tanya Selma.
“Suruh file-kan berkas ini. Oh ya, mesin penghancur
kertas di mana ya?” tanya Yuna
“Tuh!” Selma menunjuk mesin penghancur kertas yang ada di
pojok ruangan.
Yuna langsung menghampiri mesin tersebut dan memasukkan
satu per satu lembaran kertas yang sudah tidak terpakai lagi.
“Yun, bentar lagi istirahat. Ngantin yuk!”
Yuna menganggukkan kepala. “Aku rapiin file sebentar.”
Selma menganggukkan kepala. Bagus juga ikut merapikan
meja kerjanya. Setelah Yuna merapikan file miliknya, mereka bergegas pergi ke
kantin.
Di kantin, terjadi kehebohan yang ikut menarik perhatian
Yuna. Pasalnya, televisi yang ada di kantin menunjukkan potret Direktur
Lukmantoro, pria tua yang ingin membeli Yuna lewat tangan tantenya.
“Eh, Lihat! Jaya Agung diakuisisi sama Galaxy Group,”
tutur Selma.
“Itu berita beneran? Aku pikir, cuma wacana,” tutur Bagus.
“Emang kenapa?” tanya Yuna yang masih belum bisa memahami
pembicaraan mereka.
“Galaxy
Group itu salah satu group perusahaan terbesar di Indonesia. Dia sering banget bikin
perusahaan lain bangkrut dan ngambil alih semua aset-asetnya,” jelas Selma.
Yuna mengernyitkan dahi sejenak. Kemudian tersenyum
gembira karena akhirnya pria tua mata keranjang itu bisa mendapat balasan yang
setimpal. Ia merasa sangat senang jika perusahaan milik pria itu bangkrut.
“Kenapa malah senyum-senyum?” Selma menyenggol lengan
Yuna.
“Eh!? Nggak papa. Apa itu artinya kalau perusahaan dia
sudah bangkrut?”
Selma menganggukkan kepala. “Sekarang, Jaya Agung sudah
resmi jadi anak perusahaan Galaxy Group. Sudah pasti, posisi direktur
Lukmantoro bakal tersingkir.”
“Bagus deh kalo gitu,” sahut Yuna sambil tersenyum
senang.
“Kok, bagus? Kamu kenal sama Direktur Lukman?” tanya
Selma.
Yuna menggelengkan kepala. Ia melanjutkan melahap
makanannya untuk mengalihkan perhatian Selma.
Di meja sebelah mereka juga membicarakan berita yang
sama. Bahkan mereka membicarakan soal Direktur Utama Galaxy Group yang terkesan
kejam dan berdarah dingin.
“Ckckck. Jaya Agung bener-bener diambil alih. Dirut GG
memang bener-bener Raja Iblis berdarah dingin,” tutur seorang pria yang duduk
di meja belakang Yuna.
“Bener banget! Nggak ada satu pun perusahaan yang berani
menghadapi GG. Apalagi Raja Iblis itu. Semua orang bisa dibuat bangkrut dalam
sekejap sama dia.”
“Dia bener-bener punya kekuasaan yang besar. Pantes aja
banyak yang takut sama dia.”
Seisi kantin terus membicarakan Direktur Utama Galaxy
Group. Yuna sendiri tidak mengetahui sama sekali kalau si Raja Iblis Berdarah
Dingin adalah Yeriko, suaminya.
Bellina tiba-tiba menghampiri Yuna yang sedang asyik
melahap sandwich. “Tolong ambilin aku air, dong!” pintanya.
Yuna melongo menatap Bellina yang tiba-tiba duduk di
hadapannya, tepat di samping bagus.
“Kenapa diam? Aku udah haus banget nih.”
“Ambil sendiri kenapa?” sahut Yuna dengan mulut penuh
makanan.
“Kamu mau ngelawan perintah atasan, hah!?”
“Kamu itu atasanku kalau jam kerja. Ini kan jam
istirahat. Kalau mau minum, ya tinggal pesen aja dan ambil sendiri!” sahut
Yuna.
“Kamu ...!? Udah mulai berani ngelawan aku? Kamu nggak
tahu aku ini siapa? Aku bisa aja bikin kamu keluar dari perusahaan ini sekarang
juga!”
“Coba aja!” sahut Yuna santai.
“Heh!?” sentak Bellina sambil memukul meja di depannya.
“Kamu masuk perusahaan ini karena Lian kan? Lian itu calon suamiku. Sebentar
lagi, kita bakal nikah. Jangan harap bisa deketin Lian!”
Yuna tersenyum sinis ke arah Bellina. Ia sama sekali
tidak bersemangat memperdebatkan Lian di hadapan semua orang.
“Malah senyum-senyum? Kamu beneran mau ngerebut Lian?”
“Nggak minat!” celetuk Yuna tanpa memandang wajah
Bellina.
“Kalo nggak minat, kenapa kamu masuk ke perusahaan ini?
Pasti modus kan?” tanya Bellina.
Yuna menghela napas. “Kalo modus, itu bukan karena Lian.
Tapi karena hal lain. Lagian, aku ini udah nikah. Sama sekali nggak tertarik
sama Lian lagi.”
“Kamu nikah sama laki-laki yang nggak kamu kenal. Kamu
pasti nggak cinta sama dia kan? Kamu masih ada rasa sama Lian, makanya kamu
sengaja datang ke sini buat ambil Lian dari aku?”
“Kamu sadar nggak sih kalau kamu yang udah ambil Lian
dari aku?”
“Lian itu nggak beneran cinta sama kamu!” seru Bellina.
“Terserah ya! Yang jelas, semua orang tahu kalau aku yang
jadi pacarnya Lian selama tujuh tahun ini dan kamu cuma wanita simpanan yang
nggak tahu diri!”
Bellina naik pitam mendengar ucapan Yuna. Ia langsung
mengangkat tangan untuk memukul Yuna. Tapi, Yuna langsung menahan lengan
Bellina dengan cepat.
Yuna menatap sinis ke arah Bellina. Ia mendorong Bellina
ke kursi dan membuat Bellina semakin geram terhadapnya.
Selma dan Bagus hanya menatap dua bersaudara yang sedang
berdebat. Mereka tak punya keberanian untuk ikut campur. Begitu juga dengan
karyawan yang lain. Semua orang tahu kalau Bellina adalah calon istri Lian,
direktur utama Wijaya Group yang merupakan bos besar mereka.
“Kamu bener-bener suka mengacau makan siang orang ya?
Atau ... kamu juga pengen aku telen mentah-mentah!” ancam Yuna. Ia langsung
berbalik dan meninggalkan Bellina.
Bellina menghentakkan kakinya ke lantai. “Kenapa aku
selalu kalah dari kamu?” batinnya. “Aku nggak akan ngelepasin kamu gitu aja.
Tunggu pembalasanku!” tuturnya semakin kesal.
“Sumpah ya! Mak Lampir satu itu suka banget cari
gara-gara sama aku,” celetuk Yuna kesal.
“Ckckck, masalah cinta memang sering bikin orang buta,”
sahut Bagus yang mengiringi langkah Yuna bersama Selma.
“Eh, aku nggak buta ya!” tegas Yuna. “Dia tuh yang buta!”
“Ya, aku kan emang ngomongin dia,” sahut Bagus.
“Ya. Bagus-bagus!” Yuna manggut-manggut.
Yuna berbelok ke arah toilet, sedangkan Selma dan Bagus
langsung kembali ke ruang kerja mereka.
Ponsel Yuna tiba-tiba berdering. Yuna langsung merogoh
ponselnya yang berdering. Ia mendesah kesal saat melihat nama ‘Maleficent’ yang
tertera di layar ponselnya. Dengan berat hati, ia langsung menjawab panggilan
telepon dari tantenya.
“Halo ...!” sapa Yuna sambil memejamkan sebelah matanya.
“Kamu di mana?” tanya Melan tanpa basa-basi.
“Di kantor,” jawab Yuna.
“Bantu Tante mempersiapkan acara pernikahan untuk Bellina
dan Wilian. Minggu ini, temenin Tante ketemu sama salah satu Wedding
Organizer.”
Yuna menarik napas dalam-dalam.
“Kenapa diam? Kamu nggak mau bantu pernikahan kakak kamu
sendiri?” tanya Melan.
“Iya. Aku bantu. Nanti kirim aja alamatnya ke aku!” pinta
Yuna.
“Nah, gitu dong! Itu baru ponakan yang baik. Jangan
sampai melupakan jasa Oom dan Tantemu!”
“Iya.” Yuna menganggukkan kepala.
“Oke. Selamat bekerja!” Melan langsung mematikan
panggilan teleponnya.
Yuna menarik napas dalam-dalam. Jauh dalam lubuk hatinya,
ia tidak ingin terlibat apa pun yang berhubungan dengan Lian. Setiap kali
melihat cowok itu, hatinya begitu tersayat. Terlebih lagi saat melihatnya
bersama Bellina, dua orang yang telah yang mengkhianatinya.
((Bersambung…))
0 komentar:
Post a Comment