Usai membersihkan seluruh tubuh Yuna, Yeriko
langsung menggendong kembali dan membawanya ke atas tempat tidur.
“Kamu cuma punya baju ini?”
tanya Yeriko.
Yuna menganggukkan kepala.
“Yang lain masih kotor. Mungkin masih dicuci sama Bibi.”
“Bibi tiap hari nyuci. Nggak
mungkin numpuk pakaian kotor. Andai ada yang kotor, mungkin Cuma satu atau dua
setel.”
Yuna bergeming. Ia menarik
selimut untuk menutup tubuhnya yang terlihat mulus tanpa sehelai kain. Ia hanya
menundukkan kepala. Tidak tahu harus mengatakan apa pada suaminya.
“Yuyun, aku udah kasih kamu
kartu kredit. Kamu bisa pakai buat beli pakaian sebanyak yang kamu mau. Kenapa
masih nggak mau pakai kartu itu?” tanya Yeriko sambil melangkah mendekati Yuna.
Yuna menggigit jemarinya
sendiri mendengar pertanyaan Yeriko. “Aku pengen usaha sendiri,” jawab Yuna
lirih.
Yeriko menghela napas. “Jangan
menyulitkan diri sendiri! Aku ini suami kamu. Nyonya Yeri nggak boleh terlihat
buruk di mata siapa pun. Aku bukan suami yang nggak bisa memenuhi kebutuhan
istri!” Yeriko menyodorkan piyama milik Yuna.
Yuna mengangguk dan menerima
piyama itu perlahan. Yuna langsung memakai piyama sambil sesekali melirik
Yeriko yang ada di depannya.
“Yang ini, nggak mau dipakai?”
tanya Yeriko sambil mengangkat bra milik Yuna.
Yuna menggelengkan kepala.
“Kalau malam, lebih baik nggak pake BH waktu tidur. Biar bisa bernapas.”
“Apanya yang bernapas?” tanya
Yeriko sambil tertawa kecil.
“Kulitnya. Kulit juga butuh
bernapas,” jawab Yuna.
“Oh.” Yeriko tersenyum kecil.
“Kenapa senyum-senyum?” tanya
Yuna sambil memakai celananya.
“Nggak papa. Kamu mau makan
apa?” tanya Yeriko.
“Mmh ... makan buah aja deh
kalo ada. Udah malam gini, nggak baik makan makanan berat. Ntar cepet gemuk.”
Yeriko tergelak mendengar
ucapan Yuna. “Biasanya juga makan banyak!” sahutnya. “Aku turun dulu kalo gitu.
Jangan ke mana-mana ya!” pinta Yeriko.
Yuna mengangguk sambil tertawa
kecil melihat Yeriko yang buru-buru keluar dari kamarnya.
Beberapa menit kemudian,
Yeriko kembali ke dalam kamar. Yuna sudah terlelap dalam mimpi. Ia tak lagi
bisa mendengar dan melihat apa yang dilakukan Yeriko di sisinya. Jiwanya sudah
terbang ke alam mimpi, memimpikan sesuatu yang indah bersama orang yang kini
mulai masuk dalam hatinya secara perlahan.
Melihat Yuna yang sudah
terlelap, Yeriko langsung berpindah ke ruang kerjanya. Ia melakukan panggilan
video call dengan Riyan, asisten pribadinya.
“Halo ... Bos!” sapa Riyan.
Yeriko mengangguk. “Masih di
kantor?”
“Iya.”
“Gimana proses akuisisi
perusahaan Jaya Agung?” tanya Yeriko.
“Sudah beres, Bos. Besok pagi,
Jaya Agung akan resmi menjadi anak perusahaan Galaxy Group.”
“Bagus. Gimana agenda hari
ini? Nggak ada masalah kan?”
Riyan menggelengkan kepala.
“Semua jadwal meeting hari ini, sudah saya geser besok.”
“Oke.” Yeriko langsung
mematikan panggilan videonya. Ia kembali melakukan panggilan video call dengan
sahabatnya, Chandra dan Lutfi.
“Halo, Bro! Tumben vidcall?”
tanya Lutfi tanpa basa-basi.
Yeriko tersenyum kecil.
“Ke sini leh!” pinta Lutfi.
“Kita lagi di Bar.”
“Istriku lagi sakit.”
“Kakak Ipar sakit? Sakit apa?”
tanya Lutfi.
Yeriko langsung menceritakan
perihal kecelakaan kecil yang terjadi pada Yuna. Lutfi dan Chandra mendengarkan
dengan seksama.
“Chan, kamu tahu Direktur
Lukman dari PT. Jaya Agung?” tanya Yeriko.
“Nggak kenal-kenal deket
banget sih. Tapi tahu, kenapa?”
“Dia pernah ganggu istriku
waktu kami belum nikah. Besok pagi, aku bakal bikin dia bangkrut.”
Chandra tersenyum kecil
mendengar ucapan Yeriko. Ia sudah tahu dengan sifat sahabatnya yang satu ini.
Memiliki kuasa besar dan berdarah dingin. Ia tidak akan membiarkan orang-orang
jahat di sekelilingnya bisa hidup dengan tenang. Terlebih orang yang telah
menyakiti orang-orang terdekatnya.
“Wah ... parah! Mau kamu apain
orang itu?” tanya Lutfi.
Yeriko tersenyum penuh
kesombongan. “Lihat aja besok!”
“Eh, kamu belum bulan madu
kan?” tanya Lutfi.
“Kenapa? Mau ngasih hadiah
bulan madu?” tanya Yeriko.
Lutfi menganggukkan kepala.
“Villaku di Uluwatu keren, Yer. Cocok buat bulan madu.”
“Belum ada waktu,” sahut
Yeriko.
“Astaga! Kalo kamu sibuk
terus, gimana bisa bahagiain Kakak Ipar?” tanya Lutfi.
“Dia juga kerja, Lut.”
“Duitmu kan udah banyak.
Kenapa istrimu masih dibiarin kerja? Aku pikir, dia nggak akan kekurangan walau
setiap hari shopping-shopping,” tutur Lutfi.
Yeriko tertawa kecil. Ia baru
menyadari kalau Yuna adalah wanita yang istimewa. Dengan kekayaan yang ia
miliki, seharusnya Yuna tidak perlu bekerja. Ia bisa menggunakan harta Yeriko
untuk bersenang-senang.
Tapi, Yuna memilih untuk tetap
bekerja. Bahkan kartu kredit yang diberikan oleh Yeriko, belum pernah digunakan
oleh Yuna.
“Kenapa malah senyum-senyum
sendiri?” tanya Lutfi dan Chandra.
Yeriko tersenyum kecil. “Kakak
Ipar kalian itu memang beda. Dia bahkan nggak pernah pakai kartu kredit yang
aku kasih. Sore tadi, aku baru sadar kalau dia cuma punya beberapa lembar
pakaian ganti. Dia bahkan nggak pernah minta dibelikan pakaian baru.”
“Hah!? Serius? Dia sesederhana
itu? Wah ... kalo gitu, duitmu makin nggak habis-habis!” seru Lutfi.
Yeriko tertawa kecil. “Aku
ngerasa bersalah. Aku pengen ngasih kejutan buat dia. Kamu bantu aku ya!”
“Bantu apa?” tanya Lutfi.
“Carikan tempat liburan yang
enak, di Luar Negeri.”
“Katanya kamu sibuk, Yer?”
tanya Lutfi.
“Nanti, aku atur jadwalku,
juga nyesuaikan jadwal kerjanya Yuna.”
“Oh gitu? Oke, deh. Kamu mau
liburan ke mana?” tanya Lutfi.
“Yang bagus ke mana?”
“Semua tempat bagus-bagus.
Kakak Ipar sukanya ke negara mana?”
“Mmh ... dia nggak pernah
ngomong mau ke mana.”
“Melbourne gimana? Dia kan
dari sana. Pasti lah bakal rindu suasana di sana.”
“Iya juga ya?” Yeriko
menimbang-nimbang ucapan Lutfi. “Nanti, kamu kirim aja referensi tempat yang
bagus buat bawa Yuna liburan!” pintanya.
“Siap!” sahut Lutfi.
“Chan, hubunganmu sama Amara
gimana?” tanya Yeriko. “Kapan nikahnya?”
Lutfi tergelak mendengar
pertanyaan Yeriko.
Chandra langsung menyenggol
lengan Lutfi.
“Kenapa ketawa?” tanya Yeriko.
“Payah si Chandra. Udah punya
tunangan cantik, nggak juga dinikah-nikahin. Lihat Yeriko! Baru seminggu kenal
sama Yuna langsung nikah.”
“Daripada jomlo terus!” sahut
Chandra.
Lutfi gelagapan mendengar
ucapan Chandra. Ia ingin membela diri, tapi tidak tahu harus mengatakan apa.
Yeriko tertawa kecil melihat
Lutfi dan Chandra dari layar ponselnya.
“Heh!? Nggak usah ikut
ngetawain!” sahut Lutfi sambil menatap kesal ke arah Yeriko. “Eh, Kakak Ipar
mana?”
“Udah tidur,” jawab Yeriko
yang masih menyisakan tawanya.
“Jam segini udah tidur? Tengah
malam pasti bangun kan?” tanya Lutfi.
Yeriko menggelengkan kepala.
“Hah!? Kalo tidur terus, kapan
bikin keponakan buat aku?”
“Minta sama Chandra!” sahut
Yeriko sambil menahan tawa.
Lutfi dan Chandra saling
pandang.
“Udah dulu ya! Aku mau tidur
dulu. Kasihan Yuna tidur sendirian. Ntar kedinginan nggak ada yang peluk!”
pamit Yeriko sambil menutup panggilan videonya.
Yeriko tersenyum kecil. Ia
mematikan laptop miliknya dan melangkah keluar dari ruang kerja pribadinya. Ia
langsung masuk ke kamar, naik ke tempat tidur sambil menatap wajah cantik Yuna.
Aroma tubuh Yuna yang semerbak
membuatnya tidak tahan untuk tidak mencium gadis itu. Yeriko mengecup kening
Yuna. Ia memeluk pinggang Yuna, menarik selimut untuk menutupi tubuhnya dan
ikut terlarut dalam mimpi.
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment