Friday, January 24, 2025

Bab 32 - Memandikan si Kecil Kesayangan

 


Setelah dari dokter, Yuna dan Yeriko kembali ke kamar mereka.

 

“Kamu nggak papa nggak masuk kerja?” tanya Yuna.

 

“Nggak papa.”

 

Yuna tersenyum menatap Yeriko. Ia merasa bersalah karena telah membuat kekacauan dan membuat suaminya tidak pergi bekerja. Bahkan sampai sekarang, ia tidak mengetahui profesi suaminya itu. Melihatnya memiliki seorang asisten pribadi, setidaknya pekerjaan suaminya tidak terlalu buruk.

 

Yeriko mengambil tab miliknya. Ia menunjukkan beberapa video lucu pada Yuna untuk mengusir penat. Mereka terus tertawa bersama sambil menonton beberapa video lucu.

 

“Gila nih anak-anak! Masih kecil udah panggil Papa Mama. Anak-anak zaman sekarang ada-ada aja,” tutur Yuna sambil tertawa melihat video anak-anak SD yang sudah memiliki kekasih.

 

“Bukannya itu romantis?” sahut Yeriko.

 

Yuna tergelak. “Iya, romantis buat orang dewasa. Tapi kalau anak-anak kayak gini mah, bukan romantis, lucu!”

 

Yeriko ikut tertawa. Ia langsung berbaring di sebelah Yuna dan menarik gadis itu ke dalam pelukannya. “Mmh ... gimana kalau kita bikin julukan juga?”

 

“Mmh ... boleh. Gimana kalau aku panggil kamu ... Papa Yeri?”

 

“Emangnya udah siap jadiin aku seorang Papa?” tanya Yeri sambil menempelkan dahinya ke dahi Yuna.

 

Tubuh Yuna langsung membeku, ia ingin mengucapkan sesuatu tapi tertahan di kerongkongannya. Ia tidak tahu apakah harus mengatakan iya atau tidak. Ia tak bisa menolak Yeriko, tapi juga belum siap untuk melangkah lebih jauh lagi.

 

“Kenapa diam?” tanya Yeriko sambil tersenyum.

 

“A ... aku ...” Yuna menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia tidak bisa menyembunyikan pipinya yang merona merah saat Yeriko menatapnya begitu dekat. Di manik mata Yeriko, tergambar jelas bayangan wajahnya dan membuatnya semakin membeku.

 

“Mulai sekarang, aku panggil kamu Yuyun. Gimana?”

 

“Yuyun!?” Yuna mengerutkan bibir dan keningnya. “Jelek banget!” protesnya.

 

“Menurutku, bagus dan lucu. Kayak kamu,” tutur Yeriko sambil mencolek hidung Yuna dengan ujung ibu jarinya.

 

Yuna tersenyum bahagia, tanpa sadar ia meletakkan tangannya di pipi Yeriko. “Kalo gitu, mulai hari ini aku bakal panggil kamu Beruang Kutub.”

 

Yeriko langsung mendorong tubuh Yuna dan memalingkan wajahnya.

 

“Kenapa? Kok, marah?” tanya Yuna sambil menggoyang-goyangkan pundak Yeriko.

 

Yeriko melirik Yuna yang ada di sampingnya. “Kenapa Beruang Kutub?” tanyanya kesal. “Nggak ada nyambungnya sama sekali sama namaku!” protesnya.

 

“Beruang kutub itu kan lucu. Putih bersih, pemberani, kuat dan sangat sabar,” jawab Yuna sambil tersenyum. “Karena kamu adalah Beruang Kutub yang paling tampan dan selalu melindungi aku.”

 

Yeriko langsung menatap lekat wajah Yuna. Ia langsung mencium bibir Yuna tanpa mengatakan apa pun. Membuat Yuna terkejut, namun tetap menikmati ciuman manis dari Yeriko.

 

Tok ... tok ... tok ...!

 

Yuna dan Yeriko langsung menghentikan ciuman mereka saat terdengar ketukan pintu dari luar. Yeriko langsung bergegas turun dari tempat tidur dan membukakan pintu kamar.

 

“Makan siang untuk Mbak Yuna,” tutur Bibi War sambil menyodorkan nampan berisi makanan dan segelas susu untuk Yuna.

 

“Oke. Makasih, Bi!” tutur Yeriko sambil meraih nampan dari tangan Bibi War.

 

Bibi War menganggukkan kepala. Ia berusaha mengintip Yuna yang sedang berbaring di atas ranjangnya. “Mbak Yuna nggak papa?”

 

“Nggak papa. Cuma butuh istirahat sampai lukanya sembuh.”

 

“Mmh ... Bibi mau minta maaf karena nggak bisa menjaga Mbak Yuna dengan baik. Harusnya, tadi pagi Bibi nemenin Mbak Yuna masak. Bukannya malah pergi ke pasar dan ninggalin dia sendirian di dapur.

 

“Nggak papa, Bi. Ini cuma kecelakaan, kok. Bibi lanjutin aja kerjaan Bibi!” pinta Yeriko. Ia langsung menutup pintu kamar dan melangkah menghampiri Yuna.

 

“Kenapa ketus banget sama Bibi?” tanya Yuna.

 

“Ck.” Yeriko hanya berdecak. Ia masih merasa kesal dengan Bibi War karena membiarkan Yuna memasak sendirian dan mengalami kecelakaan.

 

Yuna meraih lengan Yeriko. “Jangan marahin Bibi War terus! Dia nggak salah, aku yang ngotot pengen masak buat kamu!” pinta Yuna dengan mata berkaca-kaca.

 

Yeriko menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia tidak tahan melihat wajah Yuna yang bersedih. Tiba-tiba, ia merasa sangat bersalah karena telah melampiaskan kekesalannya pada Bibi War.

 

“Aku nggak akan marah lagi sama Bibi. Tapi kamu jangan masak lagi! Kalau pengen makan sesuatu, tinggal bilang aja sama Bibi atau sama aku. Kalau Bibi nggak bisa bikin, kita bisa cari di luar.”

 

Yuna tersenyum sambil menganggukkan kepala.

 

“Sekarang, makan dulu!” pinta Yeriko sambil duduk di sisi Yuna. Ia menyuapi Yuna makan dengan penuh kasih sayang sambil bercerita banyak hal.

 

Yeriko mempertanyakan soal pria tua yang pernah dijodohkan kepada Yuna.

 

Yuna langsung menceritakan semuanya kepada Yeriko. Ia sangat kesal dengan pria tua yang ingin mencelakainya itu. Yuna terus berbicara hingga ia tak sadar sudah menghabiskan makanannya.

 

Yeriko langsung mengambilkan obat untuk Yuna.

 

“Eh!? Makananku udah habis?” tanya Yuna.

 

Yeriko menganggukkan kepala. Ia menyodorkan segelas air putih agar Yuna segera meminum antibiotik yang diberikan oleh dokter.

 

Yuna tersenyum kecil. Ia meraih obat dan gelas dari tangan Yeriko dan langsung meminumnya. “Cerita butuh banyak energi juga ya? Aku nggak sadar kalau sudah ngabisin makananku,” celetuk Yuna.

 

Yeriko tersenyum. Ia mengambil salep dari dokter, kemudian menyingkap dress Yuna.

 

Yuna langsung menutup pahanya kembali dengan cepat.

 

Yeriko mengernyitkan dahi menatap Yuna. “Lukanya harus dikasih salep, biar cepet sembuh.”

 

“Biar aku pakai sendiri,” tutur Yuna sambil merebut obat salep dari tangan Yeriko. Walau Yeriko sudah seringkali melihat tubuhnya, ia tetap saja selalu gugup ketika Yeriko berada di dekatnya. Terlebih saat Yeriko memakaikan salep di pahanya. Bukan hanya membuatnya jantungnya berdebar kencang, tapi juga membuat seluruh darah di dalam tubuhnya membeku.

 

Yeriko langsung naik ke atas ranjang dan berbaring di samping Yuna. Ia meraih remote AC dan mengurangi suhu ruangan agar lebih dingin.

 

Yuna tidak banyak bicara, ia memakai sendiri salep ke pahanya. Sesekali ia menoleh ke arah Yeriko yang sudah fokus dengan tablet yang ada di tangannya.

 

Karena tidak ada hal yang bisa ia lakukan, Yuna memilih berbaring dan menghabiskan waktunya di kamar untuk tidur siang. Sementara Yeriko, terus memantau pekerjaan kantor dari tablet yang ada di tangannya.

 

 

 

Menjelang sore, Yuna terbangun dari tidurnya dan berusaha turun dari ranjang.

 

“Mau ke mana?” tanya Yeriko.

 

“Eh!? Kamu masih di sini dari tadi sebelum aku tidur?”

 

Yeriko menganggukkan kepala. Ia meletakkan tab-nya ke atas meja dan turun dari tempat tidur. Perlahan, ia menghampiri Yuna dan merangkul gadis itu. “Mau ke kamar mandi?” tanyanya.

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

Tanpa pikir panjang, Yeriko langsung menggendong Yuna masuk ke dalam kamar mandi. “Kata dokter, lukamu belum boleh kena air. Biar aku bantu kamu mandi.”

 

“Hah!? Aku bisa kok mandi sendiri.”

 

Yeriko menatap tajam ke arah Yuna. Membuat nyali Yuna menciut dan tidak berani lagi menolak keinginan Yeriko.

 

Yeriko mengambil handuk dan ember kecil, kemudian mengisi ember tersebut dengan air hangat yang sudah otomatis keluar dari kran.

 

“Buka bajumu!” pinta Yeriko.

 

Yuna melepas pakaiannya perlahan.

 

“Semuanya!” pinta Yeriko sambil berjongkok di depan Yuna yang duduk di atas closet duduk.

 

Yuna bergeming. Ia tidak tahu harus bersikap seperti apa. Ia kini hanya mengenakan bra dan celana dalam. Ia khawatir kalau tubuhnya tidak cukup bagus untuk membuat Yeriko tertarik padanya.

 

Yeriko tak sabar melihat Yuna yang hanya diam di tempatnya. Ia langsung membantu Yuna melepas bra dan celana dalamnya. Kemudian, mulai mengelap tubuh Yuna perlahan menggunakan handuk hangat yang sudah ada di tangannya.

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas