Lamat-lamat, terdengar suara adzan subuh dari masjid yang
tak jauh dari rumah. Yuna langsung membuka mata, ia tersenyum menatap wajah
Yeriko yang masih terlelap di sisinya. Yuna langsung bangun dan menyingkap
selimut dari tubuhnya.
“Mau ke mana?” tanya Yeriko sambil menahan lengan Yuna.
Yuna menoleh ke arah Yeriko yang masih memejamkan mata.
Kemudian, membuka matanya perlahan.
“Udah subuh, mau sholat dulu.”
“Nanti aja sholatnya, masih lama waktunya.” Yeriko
langsung menarik Yuna ke dalam pelukannya.
“Tapi ...”
“Lima belas menit aja. Aku masih masih ngantuk banget.”
Yeriko mengeratkan pelukannya.
Yuna menghela napas. Ia tak bisa menolak. Karena ia sudah
tak mengantuk lagi. Yuna asyik memandangi wajah Yeriko yang masih terlelap.
Yuna tersenyum sambil mengusap pipi Yeriko dengan lembut.
Yeriko membuka mata sejenak dan mengecup bibir Yuna.
Kemudian melanjutkan tidurnya kembali.
Beberapa menit kemudian, Yuna melepaskan rangkulan tangan
Yeriko perlahan agar tidak membangunkan suaminya. Ia turun dari ranjang dengan
hati-hati, kemudian bergegas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badannya.
Usai mandi dan sholat, Yuna langsung turun dari kamarnya.
Ia melihat Bibi War sedang di dapur.
“Bi, pagi ini biar aku yang masak ya!” pinta Yuna.
“Nggak usah, Mbak. Biar Bibi aja yang masak.”
“Bi ... jangan bikin aku ngerasa bersalah setiap hari
karena nggak bisa masak buat suamiku sendiri,” tutur Yuna, ia sengaja memasang
wajah muram untuk membuat Bibi War mengasihaninya.
Bibi War tersenyum menatap Yuna. “Ya sudah kalau memang
maunya seperti itu.”
Yuna tersenyum lebar menatap Bibi War. “Makasih, Bi!”
“Kalau gitu, Bibi pergi ke pasar dulu ya!”
Yuna menganggukkan kepala. Ia mulai sibuk menyiapkan
bahan-bahan yang akan ia masak. Kali ini, ia ingin membuatkan sup spesial untuk
suaminya. Ia harap, Yeriko akan menyukainya ketika sudah bangun tidur.
Beberapa menit kemudian, sup buatan Yuna pun jadi. Ia
mencicipi sup buatannya untuk memastikan rasanya sudah sesuai dengan yang ia
inginkan. Yuna langsung mematikan kompor. Ia mengambil mangkuk berukuran besar,
kemudian mengangkat panci sup untuk ia tuangkan ke dalam mangkuk.
“AAARGH ...!” teriak Yuna saat panci yang ia pegang
terlepas dan menyiram bagian bawah tubuhnya.
Yeriko yang masih terlelap langsung terbangun begitu
mendengar suara teriakan Yuna diiringi dengan suara barang yang jatuh ke lantai
dari arah dapurnya. Ia langsung melompat dari atas ranjang dan bergegas keluar
dari kamar. Dengan cepat, Yeriko menghampiri Yuna yang sedang mengibaskan air
panas dari celananya.\
“Kamu kenapa!?” Yeriko panik saat melihat dapurnya kacau.
Panci sup sudah berserakan di lantai bersama dengan isinya.
Mata Yuna berkaca-kaca saat Yeriko menghampirinya. “Aku
nggak sengaja. Sup yang aku masak tumpah,” tutur Yuna sambil terisak.
“Biar aja. Kamu nggak papa?” tanya Yeriko sambil
menyentuh semua tubuh Yuna.
Yuna tak menjawab, ia hanya menangis. Ia merasa dirinya
sangat kacau. Pertama kalinya ingin membuatkan sarapan untuk Yeriko, malah
membuat kekacauan.
“Badan kamu kena air panas?” tanya Yeriko saat menyentuh
bagian paha Yuna yang basah.
Yuna mengangguk pelan.
Yeriko langsung membuka kancing celana Yuna dan
menurunkannya sampai ke lutut. “Astaga! Ini parah banget!” serunya saat melihat
kedua paha Yuna yang memerah terkena air sup yang mendidih.
Yeriko langsung menggendong Yuna dan membaringkannya di
sofa. Ia bergegas mencari kotak obat.
Air mata Yuna terus mengalir. Ia merasa kecewa dengan
dirinya sendiri. “Kenapa aku sepayah ini? Benar-benar istri yang nggak
berguna,” gumamnya sambil menutup wajah dan menangis sejadi-jadinya.
“Udah ... jangan nangis! Aku kasih obat,” tutur Yeriko
sambil menghampiri Yuna dan duduk di samping gadis itu.
Yuna tak menghiraukan, ia terus menutup wajahnya karena
malu pada Yeriko dan juga kecewa pada dirinya sendiri.
Yeriko mengambil salep kulit untuk luka bakar. Ia
mengoleskan salep itu dengan lembut ke permukaan paha Yuna yang memerah.
“Aku nggak pernah nyuruh kamu masak. Lagipula ada Bibi
War. Kenapa malah masak sendiri?” tanya Yeriko.
Yuna menurunkan tangannya perlahan. “Aku pengen masak
buat kamu,” jawabnya lirih.
“Lain kali, nggak perlu masak lagi! Kalau Bibi War nggak
bisa datang buat masak, lebih baik kita delivery aja.”
Air mata Yuna kembali menetes.
“Udah, jangan nangis! Jelek banget kalo nangis,” tutur
Yeriko sambil mengusap air mata Yuna dengan tangan kirinya. Sementara tangan
kanannya masih mengoleskan salep ke paha Yuna.
“Aku payah banget. Aku nggak bisa jadi istri yang−” Yuna
menghentikan ucapannya saat jari telunjuk Yeriko sudah menempel di bibirnya.
“Kamu sudah jadi istri yang paling aku sayangi di dunia
ini. Kamu nggak perlu ngelakuin apa pun buat aku!” bisik Yeriko.
Yuna sangat terharu mendengar ucapan Yeriko. Ia merasa
menjadi wanita paling beruntung di dunia. Hanya saja, ia tetap merasa kecewa
dengan dirinya sendiri. Ia ingin menjadi seorang istri yang berguna dan bisa
membahagiakan suaminya. Tidak mengandalkan orang lain dalam menghidangkan
masakan untuk suaminya.
“Kamu ada rok?” tanya Yeriko.
“Di kamar.”
Yeriko langsung melepas celana Yuna. Ia bangkit dari
tempat duduk. Memberikan bantal sofa untuk menutupi pahanya, kemudian mengambil
pakaian ganti untuk Yuna.
Setelah mengambil pakaian, Yeriko langsung bergegas turun
dan menemui Yuna kembali.
“Pakai ini aja dulu!” pinta Yeriko sambil menunjukkan
mini dress berwarna peach dengan motif bunga dandelion.
Yuna menganggukkan kepala.
“Kaos kamu juga basah, lepas sekalian. Aku bantu!” pinta
Yeriko sambil memegang bagian bawah kaos Yuna yang basah.
“Di sini?” tanya Yuna malu-malu.
“Emang kenapa? Di sini cuma ada kita berdua. Oh ya, Bibi
War ke mana ya?”
“Ke pasar,” jawab Yuna.
“Oh. Ya udah, ganti baju dulu!” pinta Yeriko. Ia langsung
menarik kaos Yuna ke atas tubuhnya.
“Aku bisa lepas sendiri,” tutur Yuna sambil menahan
lengan Yeriko.
Yeriko tersenyum kecil. Ia membiarkan Yuna melepas
kaosnya sendiri.
“Celana dalam kamu basah nggak?” tanya Yeriko.
Yuna menggelengkan kepala.
“Aku udah bawain turun juga,” tutur Yeriko sambil
menunjuk celana dalam yang ia letakkan bersama dress Yuna.
Yuna tersenyum. “Nggak papa. Nanti kan bisa dibawa ke
atas lagi.”
Yeriko tersenyum kecil dan melangkah pergi.
“Mau ke mana?”
“Masak,” jawab Yeriko.
Yuna mengerucutkan bibirnya.
“Kenapa?” tanya Yeriko.
“Aku bener-bener istri yang payah!” tutur Yuna sambil
memasang wajah masam.
Yeriko tersenyum kecil. Ia melangkah mendekati Yuna dan
mengecup bibir manis gadis itu. “Kamu masih sakit. Duduk manis dan jangan
rewel!” pinta Yeriko sambil mengelus ujung kepala Yuna. Ia bergegas ke dapur
untuk membuat mie instan.
Yeriko bersiul-siul sambil memasak di dapur. Ia juga
membersihkan tumpahan sup ayam yang dibuat oleh Yuna.
Yuna bisa melihat Yeriko yang terlihat ceria saat memasak
untuknya. Ia mengendus aroma mie instan yang menggugah selera.
Beberapa menit kemudian, Yeriko kembali sambil membawa
dua mangkuk mie.
Yeriko tersenyum menatap Yuna. “Aku suapin!” pintanya.
Yuna menggelengkan kepala. “Aku bisa makan sendiri.”
“Kamu masih sakit.”
“Yang sakit kan pahaku aja. Tangan sama mulutku masih
sehat,” sahut Yuna.
Yeriko tersenyum kecil. “Kalau gitu, kita makan di meja
makan aja!”
Yuna menganggukkan kepala.
Yeriko langsung mengangkat dua mangkuk mie instan
tersebut menuju meja makan. “Diam di sini!” pintanya saat melihat Yuna bergerak
dan menurunkan kakinya.
Yuna langsung menghentikan gerakannya. Setelah Yeriko
meletakkan dua mangkuk mie ke atas meja makan. Ia langsung menggendong tubuh
Yuna, memindahkannya dari sofa ke salah satu kursi di meja makan.
Yuna terus tersenyum menatap Yeriko yang penuh perhatian
terhadapnya. Ia tak pernah mendapatkan perhatian seperti ini sebelumnya. Bahkan
dari Lian, cowok yang sudah menjadi pacarnya selama tujuh tahun.
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment