“Tante ikut senang
mendengarnya, kalian benar-benar pasangan yang serasi.” Melan tersenyum manis
sambil menatap Lian dan puterinya.
“Kapan rencananya kamu
mau melamar Bellina?” tanya Tarudi.
“Secepatnya, Oom,”
jawab Lian.
“Yun, kenapa muka kamu seperti
itu? Harusnya kamu ikut bahagia karena Bellina akan segera bertunangan,” tutur
Melan sambil menatap Yuna.
“Apa aku harus bahagia kalo
pacarku direbut sama saudara sendiri?” sahut Yuna ketus. “Aku nggak akan
semudah itu nerima Lian sebagai kakak iparku!”
Melan membelalakkan
mata mendengar ucapan Yuna. “Kamu ...?”
“Ma, aku nggak tahu
kenapa dia benci banget sama aku. Sampe bilang kalau aku yang ngerebut
pacarnya. Kami benar-benar saling mencintai sejak tujuh tahun lalu. Bahkan
Lian, nggak pernah merasa bahagia saat jalan sama dia. Lihat! Sifatnya kasar
banget,” tutur Bellina dengan nada rendah dan mendayu-dayu.
Yuna merapatkan
bibirnya. “Nggak usah akting sok lembut di depan aku! Menjijikkan!” teriaknya
dalam hati.
“Mmh ... sudahlah! Kita makan aja dulu! Nggak
baik ribut-ribut di depan makanan,” pinta Melan.
Yuna langsung mengambil
semua makanan yang terhidang dan melahapnya penuh kekesalan.
“Yun, hati-hati
makannya!” pinta Melan.
Yuna memperlambat ritme
makannya. “Kenapa kalian begitu manis saat ada Lian?” tanyanya dalam
hati.
“Yuna ...!” panggil
Melan lembut.
“Hmm ...” sahut Yuna
menahan kesal.
“Kamu nggak usah sedih!
Tante sudah siapin jodoh buat kamu.
Dia pria dewasa yang kaya raya. Istrinya meninggal karena kecelakaan dan dia
sedang mencari wanita muda buat dijadikan istri. Kamu pasti hidup bahagia kalau
menikah sama dia,” tutur Melan sambil menatap Yuna.
“Aku nggak mau!” sahut
Yuna.
“Apa kamu lupa sama
ayah kamu? Kalau kamu masih sayang sama ayah kamu, harus nurut apa yang Tante
bilang!” pinta Melan dengan nada lebih tinggi.
Yuna membuka mulut,
tapi tak sanggup mengatakan apa pun di depan keluarganya dan juga Lian. Ia
sangat tidak menyukai tantenya karena selalu menggunakan ayahnya untuk
mengancam dan membuatnya harus menuruti semua keinginan gila tantenya itu.
“Sebaiknya kamu segera
menikah. Lebih cepat lebih baik. Kalau kamu sudah menikah, nggak perlu
membebani kehidupan kami lagi!” pinta Tarudi.
“Iya, Yun. Lagian, Mama
nggak mungkin cari jodoh sembarangan buat kamu. Laki-laki pilihan Mama, pasti
yang terbaik buat kamu. Kamu nggak perlu lagi jadi benalu di keluarga kami.
Terutama ayah kamu yang udah nggak bisa apa-apa itu!” Bellina menatap tajam ke
arah Yuna.
“Tante heran, kamu mau
dipersunting sama laki-laki kaya raya. Kenapa nggak mau? Dia bisa bikin hidupmu
lebih baik dan menjamin masa depan kamu,” sahut Melan.
“Dia laki-laki dewasa
dan pasti bertanggung-jawab. Kamu tidak perlu lagi mengkhawatirkan ayah kamu
kalau mau menikah sama dia.” Tarudi ikut membuat suasana semakin tegang.
“Kalian bener-bener
nggak ngerti perasaanku? Aku baru aja kehilangan pacar karena direbut sama
dia!” Yuna menunjuk Bellina. “Sekarang, kalian mau jodohin aku sama laki-laki
tua yang sudah beristri, hah!?”
“Yuna! Jaga sikap kamu!
Kamu nggak ngerti lagi bicara sama siapa!?” Nada suara Melan makin meninggi.
Yuna terdiam sambil
menatap tajam ke arah Melan.
“Kalau bukan karena
kami, ayah kamu mungkin sudah mati. Kamu juga nggak akan bisa melanjutkan
sekolah sampai ke luar negeri. Kamu bener-bener anak nggak tahu diuntung! Oom
dan tantemu sudah merawat dan membesarkan kamu selama bertahun-tahun. Ini
balasan kamu sekarang!?” tanya Melan.
Bellina tersenyum sinis
menatap Yuna. “Ma ... dia itu besar tanpa orang tua. Wajar aja kalau dia nggak
ngerti caranya berterima kasih.”
“Kamu ...!?” Yuna
menunjuk Bellina sambil merapatkan gigi-giginya. Hidungnya berkerut dan bola
matanya hampir keluar dari tempatnya.
Bellina tersenyum
menatap Yuna.
Yuna mengatupkan gigi
dan bibirnya rapat-rapat. Ia bangkit dari tempat duduknya. “Kalian boleh hina
aku sehina-hinanya! Tapi kalian nggak punya hak menentukan masa depan aku!”
tegas Yuna sambil memukul meja makan. Ia meraih tasnya dan bergegas pergi.
“Yuna ...!” panggil
Melan saat Yuna berlalu pergi meninggalkan mereka. “Dasar, anak nggak tahu
diri!” celetuknya.
Lian hanya terdiam
melihat perseteruan antara Yuna dan keluarganya. Ia tidak tahu harus memihak
pada siapa. Walau bagaimana pun, Yuna adalah wanita yang pernah menjadi
kekasihnya. Ia sendiri bisa melihat kalau Yuna begitu menderita semenjak ibunya
meninggal dunia.
“Maaf, suasananya jadi
nggak enak kayak gini. Seharusnya, Tante nggak ajak dia makan malam sama-sama
malam ini,” tutur Melan sambil menatap Lian.
“Nggak papa, Tante.”
Lian tersenyum membalas tatapan Melan.
“Ayo, lanjutkan
makannya!”
Lian menganggukkan
kepala.
Mereka menikmati makan
malam bersama sambil tertawa bahagia.
Sementara itu, Yuna
terus melangkahkan kakinya tanpa tujuan. Ia memainkan tas tangan sambil
menyusuri jalanan kota yang lengang.
“Semuanya menyebalkan!”
seru Yuna. “Melan si Maleficent, bener-bener nenek sihir yang kejam! Bellina si
perek, pelacur, pelakor!” teriak Yuna sambil melangkah tanpa tujuan.
“Lian si bego! Laki-laki
nggak punya harga diri! Tukang selingkuh! Nyebelin! Ngeselin!” Yuna terus
merutuk dan memaki sepanjang jalan. “Ya
Tuhan ... kenapa aku harus dikelilingi sama orang-orang kayak gitu?”
“Bunda ...!” panggil
Yuna sambil menatap langit malam yang gelap. “Aku rindu sama Bunda. Aku pengen,
bisa bahagia kayak dulu lagi.” Air mata Yuna menetes dari sudut-sudut matanya.
Yuna mengusap air mata
dan tersenyum. Seberat apa pun hal yang akan ia hadapi, ia berjanji akan hidup
dengan baik demi ayahnya yang masih hidup. Sekalipun saat ini, ayahnya tidak
bisa melakukan apa-apa. Ia masih berharap kalau ayahnya bisa kembali seperti
sebelas tahun lalu.
Yuna memaksa bibirnya
untuk tersenyum. Walau bibirnya selalu tersenyum, namun hatinya sangat terluka.
Banyak penderitaan yang telah ia alami selama ini.
Semakin hari, ia semakin menikmati rasa sakit.
Selama ia masih bisa berdiri tegak, sebanyak apa pun luka di tubuhnya, ia akan
terus berjalan dan tidak akan menyerah begitu saja.
Semakin malam, langkah
Yuna semakin tidak menentu. Ia tak tahu akan ke mana kakinya melangkah.
Menikmati angin malam sendirian, adalah pilihan terbaik yang bisa ia lakukan
saat ini.
( You still have all of
my ... You still have all of my ... You still have all of my heart ...)
Yuna menghentikan
langkah dan merogoh ponselnya yang berdering, mendendangkan lagu All My Heart
milik Sleeping With Sirens. Yuna langsung menjawab telepon setelah melihat nama
yang tertera di layar ponselnya.
“Yuna ...! Tante nggak
mau tahu. Besok, kamu harus ketemu sama Direktur Lukman dan menikah sama dia.
Kalau kamu masih nolak, Tante akan hentikan biaya pengobatan ayah kamu!”
Yuna langsung
menjauhkan ponsel dari telinga saat mendengar suara keras dari bibinya, Melan.
“Terserah!” sahut Yuna
kesal. Ia langsung mematikan panggilan teleponnya dengan kasar dan menyimpan
kembali ponselnya ke dalam tas.
“Dasar nenek sihir!
Tunggu pembalasanku! Mudahan kamu cepet kena azab!” maki Yuna.
Yuna menengadahkan
telapak tangannya. Rintik hujan mulai membasahi tubuhnya. Ia menengadahkan
kepala menatap langit malam yang gelap gulita.
Tetesan air yang jatuh
dari langit semakin banyak dan terasa sakit saat menyentuh pipinya. Yuna
memejamkan mata sambil menikmati derasnya hujan yang mengguyur tubuhnya.
Yuna menarik napas
dalam-dalam. Ia merasa kesedihannya tersapu bersama air hujan yang mengguyur
tubuhnya. Ia melangkahkan kaki perlahan dan berdiri di persimpangan jalan
dengan tubuh yang basah kuyup.
Yuna memicingkan mata
menatap zebra cross yang ada di hadapannya. Kepalanya terasa berat dan
berdenyut semakin kencang. Membuat penglihatannya tak begitu baik. Namun, ia
tetap memaksakan langkah kakinya untuk menyebrangi zebra cross.
Tiin ... Tiin ... Tiin
....!
Tiba-tiba, sebuah mobil
Land Rover berwarna putih muncul dengan kecepatan tinggi.
Yuna menutup wajah
dengan telapak tangan saat cahaya menyilaukan menimpa dirinya. Ia tak bisa
melihat apa-apa. Cahaya putih menyilaukan itu semakin meredup dan berubah
menjadi kegelapan.
(( Bersambung ... ))
Baca terus kisah seru
mereka ya. Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper
bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ...
eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment