Wednesday, January 22, 2025

Bab 3 - Keluarga Kejam

 



“Tante ikut senang mendengarnya, kalian benar-benar pasangan yang serasi.” Melan tersenyum manis sambil menatap Lian dan puterinya.

 

“Kapan rencananya kamu mau melamar Bellina?” tanya Tarudi.

 

“Secepatnya, Oom,” jawab Lian.

 

“Yun, kenapa muka kamu seperti itu? Harusnya kamu ikut bahagia karena Bellina akan segera bertunangan,” tutur Melan sambil menatap Yuna.

 

“Apa aku harus bahagia kalo pacarku direbut sama saudara sendiri?” sahut Yuna ketus. “Aku nggak akan semudah itu nerima Lian sebagai kakak iparku!”

 

Melan membelalakkan mata mendengar ucapan Yuna. “Kamu ...?”

 

“Ma, aku nggak tahu kenapa dia benci banget sama aku. Sampe bilang kalau aku yang ngerebut pacarnya. Kami benar-benar saling mencintai sejak tujuh tahun lalu. Bahkan Lian, nggak pernah merasa bahagia saat jalan sama dia. Lihat! Sifatnya kasar banget,” tutur Bellina dengan nada rendah dan mendayu-dayu.

 

Yuna merapatkan bibirnya. “Nggak usah akting sok lembut di depan aku! Menjijikkan!” teriaknya dalam hati.

 

 “Mmh ... sudahlah! Kita makan aja dulu! Nggak baik ribut-ribut di depan makanan,” pinta Melan.

 

Yuna langsung mengambil semua makanan yang terhidang dan melahapnya penuh kekesalan.

 

“Yun, hati-hati makannya!” pinta Melan.

 

Yuna memperlambat ritme makannya. “Kenapa kalian begitu manis saat ada Lian?” tanyanya dalam hati.

 

“Yuna ...!” panggil Melan lembut.

 

“Hmm ...” sahut Yuna menahan kesal.

 

“Kamu nggak usah sedih! Tante sudah siapin jodoh buat kamu. Dia pria dewasa yang kaya raya. Istrinya meninggal karena kecelakaan dan dia sedang mencari wanita muda buat dijadikan istri. Kamu pasti hidup bahagia kalau menikah sama dia,” tutur Melan sambil menatap Yuna.

 

“Aku nggak mau!” sahut Yuna.

 

“Apa kamu lupa sama ayah kamu? Kalau kamu masih sayang sama ayah kamu, harus nurut apa yang Tante bilang!” pinta Melan dengan nada lebih tinggi.

 

Yuna membuka mulut, tapi tak sanggup mengatakan apa pun di depan keluarganya dan juga Lian. Ia sangat tidak menyukai tantenya karena selalu menggunakan ayahnya untuk mengancam dan membuatnya harus menuruti semua keinginan gila tantenya itu.

 

“Sebaiknya kamu segera menikah. Lebih cepat lebih baik. Kalau kamu sudah menikah, nggak perlu membebani kehidupan kami lagi!” pinta Tarudi.

 

“Iya, Yun. Lagian, Mama nggak mungkin cari jodoh sembarangan buat kamu. Laki-laki pilihan Mama, pasti yang terbaik buat kamu. Kamu nggak perlu lagi jadi benalu di keluarga kami. Terutama ayah kamu yang udah nggak bisa apa-apa itu!” Bellina menatap tajam ke arah Yuna.

 

“Tante heran, kamu mau dipersunting sama laki-laki kaya raya. Kenapa nggak mau? Dia bisa bikin hidupmu lebih baik dan menjamin masa depan kamu,” sahut Melan.

 

“Dia laki-laki dewasa dan pasti bertanggung-jawab. Kamu tidak perlu lagi mengkhawatirkan ayah kamu kalau mau menikah sama dia.” Tarudi ikut membuat suasana semakin tegang.

 

“Kalian bener-bener nggak ngerti perasaanku? Aku baru aja kehilangan pacar karena direbut sama dia!” Yuna menunjuk Bellina. “Sekarang, kalian mau jodohin aku sama laki-laki tua yang sudah beristri, hah!?”

 

“Yuna! Jaga sikap kamu! Kamu nggak ngerti lagi bicara sama siapa!?” Nada suara Melan makin meninggi.

 

Yuna terdiam sambil menatap tajam ke arah Melan.

 

“Kalau bukan karena kami, ayah kamu mungkin sudah mati. Kamu juga nggak akan bisa melanjutkan sekolah sampai ke luar negeri. Kamu bener-bener anak nggak tahu diuntung! Oom dan tantemu sudah merawat dan membesarkan kamu selama bertahun-tahun. Ini balasan kamu sekarang!?” tanya Melan.

 

Bellina tersenyum sinis menatap Yuna. “Ma ... dia itu besar tanpa orang tua. Wajar aja kalau dia nggak ngerti caranya berterima kasih.”

 

“Kamu ...!?” Yuna menunjuk Bellina sambil merapatkan gigi-giginya. Hidungnya berkerut dan bola matanya hampir keluar dari tempatnya.

 

Bellina tersenyum menatap Yuna.

 

Yuna mengatupkan gigi dan bibirnya rapat-rapat. Ia bangkit dari tempat duduknya. “Kalian boleh hina aku sehina-hinanya! Tapi kalian nggak punya hak menentukan masa depan aku!” tegas Yuna sambil memukul meja makan. Ia meraih tasnya dan bergegas pergi.

 

“Yuna ...!” panggil Melan saat Yuna berlalu pergi meninggalkan mereka. “Dasar, anak nggak tahu diri!” celetuknya.

 

Lian hanya terdiam melihat perseteruan antara Yuna dan keluarganya. Ia tidak tahu harus memihak pada siapa. Walau bagaimana pun, Yuna adalah wanita yang pernah menjadi kekasihnya. Ia sendiri bisa melihat kalau Yuna begitu menderita semenjak ibunya meninggal dunia.

 

“Maaf, suasananya jadi nggak enak kayak gini. Seharusnya, Tante nggak ajak dia makan malam sama-sama malam ini,” tutur Melan sambil menatap Lian.

 

“Nggak papa, Tante.” Lian tersenyum membalas tatapan Melan.

 

“Ayo, lanjutkan makannya!”

 

Lian menganggukkan kepala.

 

Mereka menikmati makan malam bersama sambil tertawa bahagia.

 

 

 

Sementara itu, Yuna terus melangkahkan kakinya tanpa tujuan. Ia memainkan tas tangan sambil menyusuri jalanan kota yang lengang.

 

“Semuanya menyebalkan!” seru Yuna. “Melan si Maleficent, bener-bener nenek sihir yang kejam! Bellina si perek, pelacur, pelakor!” teriak Yuna sambil melangkah tanpa tujuan.

 

“Lian si bego! Laki-laki nggak punya harga diri! Tukang selingkuh! Nyebelin! Ngeselin!” Yuna terus merutuk dan memaki sepanjang jalan.  “Ya Tuhan ... kenapa aku harus dikelilingi sama orang-orang kayak gitu?”

 

“Bunda ...!” panggil Yuna sambil menatap langit malam yang gelap. “Aku rindu sama Bunda. Aku pengen, bisa bahagia kayak dulu lagi.” Air mata Yuna menetes dari sudut-sudut matanya.

 

Yuna mengusap air mata dan tersenyum. Seberat apa pun hal yang akan ia hadapi, ia berjanji akan hidup dengan baik demi ayahnya yang masih hidup. Sekalipun saat ini, ayahnya tidak bisa melakukan apa-apa. Ia masih berharap kalau ayahnya bisa kembali seperti sebelas tahun lalu.

 

Yuna memaksa bibirnya untuk tersenyum. Walau bibirnya selalu tersenyum, namun hatinya sangat terluka. Banyak penderitaan yang telah ia alami selama ini.

 

 Semakin hari, ia semakin menikmati rasa sakit. Selama ia masih bisa berdiri tegak, sebanyak apa pun luka di tubuhnya, ia akan terus berjalan dan tidak akan menyerah begitu saja.

 

Semakin malam, langkah Yuna semakin tidak menentu. Ia tak tahu akan ke mana kakinya melangkah. Menikmati angin malam sendirian, adalah pilihan terbaik yang bisa ia lakukan saat ini.

( You still have all of my ... You still have all of my ... You still have all of my heart ...)

Yuna menghentikan langkah dan merogoh ponselnya yang berdering, mendendangkan lagu All My Heart milik Sleeping With Sirens. Yuna langsung menjawab telepon setelah melihat nama yang tertera di layar ponselnya.

“Yuna ...! Tante nggak mau tahu. Besok, kamu harus ketemu sama Direktur Lukman dan menikah sama dia. Kalau kamu masih nolak, Tante akan hentikan biaya pengobatan ayah kamu!”

Yuna langsung menjauhkan ponsel dari telinga saat mendengar suara keras dari bibinya, Melan.

“Terserah!” sahut Yuna kesal. Ia langsung mematikan panggilan teleponnya dengan kasar dan menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas.

“Dasar nenek sihir! Tunggu pembalasanku! Mudahan kamu cepet kena azab!” maki Yuna.

 

Yuna menengadahkan telapak tangannya. Rintik hujan mulai membasahi tubuhnya. Ia menengadahkan kepala menatap langit malam yang gelap gulita.

 

Tetesan air yang jatuh dari langit semakin banyak dan terasa sakit saat menyentuh pipinya. Yuna memejamkan mata sambil menikmati derasnya hujan yang mengguyur tubuhnya.

 

Yuna menarik napas dalam-dalam. Ia merasa kesedihannya tersapu bersama air hujan yang mengguyur tubuhnya. Ia melangkahkan kaki perlahan dan berdiri di persimpangan jalan dengan tubuh yang basah kuyup.

 

Yuna memicingkan mata menatap zebra cross yang ada di hadapannya. Kepalanya terasa berat dan berdenyut semakin kencang. Membuat penglihatannya tak begitu baik. Namun, ia tetap memaksakan langkah kakinya untuk menyebrangi zebra cross.

 

Tiin ... Tiin ... Tiin ....!

 

Tiba-tiba, sebuah mobil Land Rover berwarna putih muncul dengan kecepatan tinggi.

 

Yuna menutup wajah dengan telapak tangan saat cahaya menyilaukan menimpa dirinya. Ia tak bisa melihat apa-apa. Cahaya putih menyilaukan itu semakin meredup dan berubah menjadi kegelapan.

 

(( Bersambung ... ))

Baca terus kisah seru mereka ya. Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas