Tok
... tok ... tok ...!
Yuna
mengetuk pintu rumah Jheni. Ia langsung pergi ke rumah sahabatnya itu setelah
pulang kerja. Beberapa menit berlalu, tak ada respon sama sekali.
“Jhen,
Jheni ...!” panggil Yuna sambil mengetuk pintu.
“Masa
jam segini belum pulang kerja sih?” gumam Yuna sambil melihat jam yang ada di
ponselnya.
Yuna
membuka kunci layar ponsel dan langsung menelepon Jheni.
“Jhen,
kamu di mana? Aku di depan rumah kamu nih,” tutur Yuna begitu panggilan
teleponnya tersambung.
“Aku
di kantor polisi, Yun.”
“Hah!?
Ngapain?”
“Tabrakan,”
jawab Jheni.
“What!?
Kamu nggak papa, kan?” Yuna berbalik dan bergegas keluar.
“Nggak
papa, sih. Tapi ...”
“Aku
ke sana sekarang,” tutur Yuna sambil menghentikan taksi yang kebetulan
melintas.
“Ke
mana, Mbak?”
“Kantor
Polisi ya, Pak!” pinta Yuna.
Supir
taksi tersebut menganggukkan kepala dan langsung melajukan taksinya menuju
kantor polisi.
Sesampainya
di depan kantor polisi, Yuna langsung membayar taksi dan berlari keluar menuju
halaman kantor kepolisian.
Yuna
mengedarkan pandangannya, mencari sosok Jheni di kursi ruang tunggu.
“Yuna!?”
Jheni menyambut kedatangan Yuna dengan mata berbinar.
Yuna
tersenyum menatap Jheni. Pandangannya beralih pada pria yang duduk di sebelah
Jheni. “Chandra!?”
“Yuna?
Kamu kok di sini?”
“Jheni
ini sahabat aku. Kalian kenapa?”
“Dia
nabrak mobil aku, Yun!” seru Jheni sambil menunjuk wajah Chandra.
“Enak
aja main tuduh sembarangan. Kamu yang ngerem mendadak!” sahut Chandra.
“Heh!?
Aku udah pasang lampu sein sebelum berhenti. Kamu aja yang ngelengos nggak
lihat jalan!”
Yuna
dan salah satu petugas polisi menatap Jheni dan Chandra yang sedang berdebat.
“Sudah!
Sudah! Jangan berantem lagi!” Petugas polisi menyela perdebatan mereka.
“Pak,
saya ini nggak salah. Dia yang nabrak saya. Bisa aja kan dia lagi main
handphone atau lihat ke arah yang lain, makanya dia nggak tahu kalau saya mau
menepi!” tutur Jheni.
“Dia
bohong, Pak! Nggak ada pasang lampu sein, langsung berhenti mendadak,” sahut
Chandra.
“Di
lokasi kejadian, ada CCTV nggak?” tanya Yuna.
“NGGAK!”
sentak Jheni dan Chandra bersamaan.
Yuna
mengangkat kedua alisnya.
“Mmh
... gini aja, deh. Kalian kan sahabat aku, gimana kalau kita selesaikan secara
kekeluargaan aja?”
“Nggak
mau, Yun. Itu mobil kantor. Dia nggak mau ganti rugi,” sahut Jheni.
“Chandra!?”
Yuna tersenyum manis ke arah Chandra.
“Iya,
iya. Aku ganti,” jawab Chandra.
Yuna
tersenyum. “Nah, gitu dong!”
“Coba
dari tadi, kek! Nggak perlu kan kita berdebat sampe ke kantor polisi kayak
gini!” sahut Jheni kesal.
Chandra
tak menyahut ucapan Jheni.
“Mmh
... Pak, apa kami sudah boleh pulang?”
“Boleh.
Tanda tangan ini dulu!” pinta petugas polisi tersebut.
Yuna
langsung mengambil pena dan menandatangani berkas yang ada di atas meja tanpa
membaca isinya.
“Ayo,
pulang!” ajak Yuna sambil merangkul lengan Jheni.
Jheni,
Chandra dan Yuna keluar dari kantor polisi bersama-sama.
“Kamu
ke sini naik apa?” tanya Chandra sambil menatap Yuna.
“Naik
taksi.”
“Ikut
mobilku aja. Aku antar kalian pulang!”
Jheni
membuang wajahnya. Ia sama sekali tidak ingin melihat wajah Chandra yang
menyebalkan.
Chandra
tersenyum kecil. “Aku minta maaf! Aku bakal suruh orang bengkel ambil mobilmu
buat diperbaiki.”
“Jhen,
udahlah. Lupain kejadian hari ini! Kamu itu sahabat aku, Chandra juga
sahabatnya Yeriko. Kalian sama-sama sahabat kami. Jangan berantem lagi ya!”
Jheni
memonyongkan bibirnya.
“Chandra
udah minta maaf ke kamu. Jangan kayak gitu dong mukanya! Jelek tau!” tutur Yuna
sambil mencubit kedua pipi Jheni.
Jheni
melirik ke arah Chandra. “Ini cowok ganteng juga. Kenapa ngeselin, sih!?”
celetuknya dalam hati.
“Oke.
Aku maafin! Untung aja kamu ganteng. Kalo nggak, aku nggak bakal maafin kamu
seumur hidup!” dengus Jheni ke arah Chandra.
Chandra
tersenyum. Ia mengajak Yuna dan Jheni masuk ke dalam mobilnya.
“Yuna,
kamu sudah makan?” tanya Chandra saat mereka sudah di perjalanan.
“Belum.
Pulang kerja langsung ke rumah Jheni. Rencananya mau ngajak makan hot pot. Eh,
dianya malah di kantor polisi.”
“Kita
makan dulu yuk!” ajak Chandra. “Di deket sini, ada restoran seafood yang enak.”
“Boleh.”
Yuna menganggukkan kepala.
Jheni
mengerutkan keningnya. “Kenapa kamu baik banget kalau sama Yuna? Beda banget
sama tadi waktu di kantor polisi,” tanya Jheni.
Chandra
tersenyum kecil. “Yuna itu Kakak Ipar kami. Jelas kami baik sama dia. Lah,
kamu? Siapa?”
Jheni
mengerutkan hidungnya. Menatap kesal ke arah Chandra.
“Jhen,
udah deh! Chandra itu baik, kamu juga baik. Kalian cuma salah paham aja.” Yuna
menatap tajam ke arah Jheni.
Jheni
melipat kedua tangan dan wajahnya, kemudian menyandarkan punggungnya ke kursi.
Beberapa
menit kemudian, Chandra memarkirkan mobilnya di depan salah satu restoran
seafood ternama.
“Astaga!
Ini restoran mahal, Yun,” bisik Jheni di telinga Yuna.
Yuna
tersenyum. Ia mengajak Jheni keluar dari mobil dan mengikuti langkah Chandra.
“Kalian
mau makan apa?” tanya Chandra saat mereka sudah duduk di salah satu meja makan.
“Aku
mau udang goreng aja.”
“Kamu?”
tanya Chandra sambil menatap Jheni.
“Eh!?
Samain sama Yuna aja.”
“Minumnya
jus mangga?” tanya Chandra sambil menatap Yuna.
Yuna
tersenyum sambil menganggukkan kepala.
“Kamu
mau minum apa?” tanya Chandra menatap Jheni.
“Samain
aja sama Yuna,” jawab Jheni.
Chandra
tersenyum. Ia memanggil pelayan dan memesan beberapa makanan.
“Yeriko
masih di Jakarta?” tanya Chandra sambil menatap Yuna.
Yuna
menganggukkan kepala.
“Berapa
lama di sana?”
“Bilangnya
sih sehari aja.”
“Nginap
di sana?”
Yuna
menggelengkan kepala. “Katanya, mau langsung pulang kalau udah kelar meeting.”
Chandra
manggut-manggut. “Kalian berdua, udah lama temenan?”
“Dari
kecil,” jawab Jheni.
“Oh.”
Chandra menatap pelayan yang sedang menyusun makanan di atas meja makan mereka.
“Ayo,
makan!” ajak Chandra.
Jheni
dan Yuna mengangguk. Mereka menikmati makan malam bersama sambil bercerita.
Jheni
terus menatap wajah Chandra. “Lagi makan aja kelihatan elegan banget nih
cowok,” tuturnya dalam hati.
“Kamu
sama suaminya Yuna, udah lama temenan?”
Chandra
mengangguk. “Dari kecil juga.”
“Oh
... ganteng mana? Kamu atau dia?” tanya Jheni penasaran.
Chandra
menatap Yuna yang duduk di samping Jheni. “Tanya aja ke dia!”
“Ganteng
suamiku lah!” sahut Yuna.
Chandra
tertawa kecil menatap Yuna.
Jheni
langsung menatap Yuna sambil menopang pelipis dengan tangannya. “Serius!?”
Yuna
menganggukkan kepala. “Kalo ganteng dia. Aku nikahnya sama dia!”
Jheni
tergelak mendengar ucapan Chandra. Sementara Chandra hanya tersenyum kecil
mendengar candaan Yuna dan Jheni.
“Yun,
aku kan nggak pernah lihat suami kamu. Aku jadi penasaran dia gantengnya kayak
gimana. Chandra aja udah ganteng tingkat dewa gini. Gimana sama suami kamu ya?”
tanya Jheni.
“Sepuluh
kali lipat lebih ganteng dari Chandra,” sahut Yuna bangga.
Jheni
tertawa kecil. “Serius?”
Yuna
menganggukkan kepala.
“Eh,
kamu sudah punya pacar?” tanya Jheni tanpa banyak basa-basi.
“Eh!?”
Chandra langsung menatap Jheni. “Kenapa?”
“Nggak
papa. Tanya aja. Cowok ganteng kayak kamu kan nggak mungkin nggak punya pacar.
Pacarnya pasti cantik,” tutur Jheni.
Chandra
tersenyum kecil. Ia langsung merogoh saku jas saat ponselnya tiba-tiba
berbunyi.
“Halo
...! Iya. Aku di restoran seafood, tempat biasa. Mau ke sini? Oke.” Chandra
langsung menutup teleponnya.
“Siapa?”
tanya Yuna penasaran.
“Tunanganku,”
jawab Chandra santai. Ia memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku jas.
Jheni
menghela napas. “Yah, nggak punya kesempatan buat deketin cowok ganteng, dong?”
batinnya dalam hati. “Ternyata ... udah punya tunangan.”
Jheni
tersenyum kecut menatap Chandra yang duduk di hadapannya. Awalnya, ia terpesona
dengan ketampanan dan sosok Chandra yang berwibawa. Tapi, setelah mendengar
Chandra sudah memiliki tunangan, nyalinya langsung menciut.
Baca terus kisah seru mereka
ya! Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku makin semangat nulis dan bikin
ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga.
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment