Thursday, January 23, 2025

Bab 28 - Tabrakan

 


Tok ... tok ... tok ...!

 

Yuna mengetuk pintu rumah Jheni. Ia langsung pergi ke rumah sahabatnya itu setelah pulang kerja. Beberapa menit berlalu, tak ada respon sama sekali.

 

“Jhen, Jheni ...!” panggil Yuna sambil mengetuk pintu.

 

“Masa jam segini belum pulang kerja sih?” gumam Yuna sambil melihat jam yang ada di ponselnya.

 

Yuna membuka kunci layar ponsel dan langsung menelepon Jheni.

 

“Jhen, kamu di mana? Aku di depan rumah kamu nih,” tutur Yuna begitu panggilan teleponnya tersambung.

 

“Aku di kantor polisi, Yun.”

 

“Hah!? Ngapain?”

 

“Tabrakan,” jawab Jheni.

 

“What!? Kamu nggak papa, kan?” Yuna berbalik dan bergegas keluar.

 

“Nggak papa, sih. Tapi ...”

 

“Aku ke sana sekarang,” tutur Yuna sambil menghentikan taksi yang kebetulan melintas.

 

“Ke mana, Mbak?”

 

“Kantor Polisi ya, Pak!” pinta Yuna.

 

Supir taksi tersebut menganggukkan kepala dan langsung melajukan taksinya menuju kantor polisi.

 

Sesampainya di depan kantor polisi, Yuna langsung membayar taksi dan berlari keluar menuju halaman kantor kepolisian.

 

Yuna mengedarkan pandangannya, mencari sosok Jheni di kursi ruang tunggu.

 

“Yuna!?” Jheni menyambut kedatangan Yuna dengan mata berbinar.

 

Yuna tersenyum menatap Jheni. Pandangannya beralih pada pria yang duduk di sebelah Jheni. “Chandra!?”

 

“Yuna? Kamu kok di sini?”

 

“Jheni ini sahabat aku. Kalian kenapa?”

 

“Dia nabrak mobil aku, Yun!” seru Jheni sambil menunjuk wajah Chandra.

 

“Enak aja main tuduh sembarangan. Kamu yang ngerem mendadak!” sahut Chandra.

 

“Heh!? Aku udah pasang lampu sein sebelum berhenti. Kamu aja yang ngelengos nggak lihat jalan!”

 

Yuna dan salah satu petugas polisi menatap Jheni dan Chandra yang sedang berdebat.

 

“Sudah! Sudah! Jangan berantem lagi!” Petugas polisi menyela perdebatan mereka.

 

“Pak, saya ini nggak salah. Dia yang nabrak saya. Bisa aja kan dia lagi main handphone atau lihat ke arah yang lain, makanya dia nggak tahu kalau saya mau menepi!” tutur Jheni.

 

“Dia bohong, Pak! Nggak ada pasang lampu sein, langsung berhenti mendadak,” sahut Chandra.

 

“Di lokasi kejadian, ada CCTV nggak?” tanya Yuna.

 

“NGGAK!” sentak Jheni dan Chandra bersamaan.

 

Yuna mengangkat kedua alisnya.

 

“Mmh ... gini aja, deh. Kalian kan sahabat aku, gimana kalau kita selesaikan secara kekeluargaan aja?”

 

“Nggak mau, Yun. Itu mobil kantor. Dia nggak mau ganti rugi,” sahut Jheni.

 

“Chandra!?” Yuna tersenyum manis ke arah Chandra.

 

“Iya, iya. Aku ganti,” jawab Chandra.

 

Yuna tersenyum. “Nah, gitu dong!”

 

“Coba dari tadi, kek! Nggak perlu kan kita berdebat sampe ke kantor polisi kayak gini!” sahut Jheni kesal.

 

Chandra tak menyahut ucapan Jheni.

 

“Mmh ... Pak, apa kami sudah boleh pulang?”

 

“Boleh. Tanda tangan ini dulu!”  pinta petugas polisi tersebut.

 

Yuna langsung mengambil pena dan menandatangani berkas yang ada di atas meja tanpa membaca isinya.

 

“Ayo, pulang!” ajak Yuna sambil merangkul lengan Jheni.

 

Jheni, Chandra dan Yuna keluar dari kantor polisi bersama-sama.

 

“Kamu ke sini naik apa?” tanya Chandra sambil menatap Yuna.

 

“Naik taksi.”

 

“Ikut mobilku aja. Aku antar kalian pulang!”

 

Jheni membuang wajahnya. Ia sama sekali tidak ingin melihat wajah Chandra yang menyebalkan.

 

Chandra tersenyum kecil. “Aku minta maaf! Aku bakal suruh orang bengkel ambil mobilmu buat diperbaiki.”

 

“Jhen, udahlah. Lupain kejadian hari ini! Kamu itu sahabat aku, Chandra juga sahabatnya Yeriko. Kalian sama-sama sahabat kami. Jangan berantem lagi ya!”

 

Jheni memonyongkan bibirnya.

 

“Chandra udah minta maaf ke kamu. Jangan kayak gitu dong mukanya! Jelek tau!” tutur Yuna sambil mencubit kedua pipi Jheni.

 

Jheni melirik ke arah Chandra. “Ini cowok ganteng juga. Kenapa ngeselin, sih!?” celetuknya dalam hati.

 

“Oke. Aku maafin! Untung aja kamu ganteng. Kalo nggak, aku nggak bakal maafin kamu seumur hidup!” dengus Jheni ke arah Chandra.

 

Chandra tersenyum. Ia mengajak Yuna dan Jheni masuk ke dalam mobilnya.

 

“Yuna, kamu sudah makan?” tanya Chandra saat mereka sudah di perjalanan.

 

“Belum. Pulang kerja langsung ke rumah Jheni. Rencananya mau ngajak makan hot pot. Eh, dianya malah di kantor polisi.”

 

“Kita makan dulu yuk!” ajak Chandra. “Di deket sini, ada restoran seafood yang enak.”

 

“Boleh.” Yuna menganggukkan kepala.

 

Jheni mengerutkan keningnya. “Kenapa kamu baik banget kalau sama Yuna? Beda banget sama tadi waktu di kantor polisi,” tanya Jheni.

 

Chandra tersenyum kecil. “Yuna itu Kakak Ipar kami. Jelas kami baik sama dia. Lah, kamu? Siapa?”

 

Jheni mengerutkan hidungnya. Menatap kesal ke arah Chandra.

 

“Jhen, udah deh! Chandra itu baik, kamu juga baik. Kalian cuma salah paham aja.” Yuna menatap tajam ke arah Jheni.

 

Jheni melipat kedua tangan dan wajahnya, kemudian menyandarkan punggungnya ke kursi.

 

Beberapa menit kemudian, Chandra memarkirkan mobilnya di depan salah satu restoran seafood ternama.

 

“Astaga! Ini restoran mahal, Yun,” bisik Jheni di telinga Yuna.

 

Yuna tersenyum. Ia mengajak Jheni keluar dari mobil dan mengikuti langkah Chandra.

 

“Kalian mau makan apa?” tanya Chandra saat mereka sudah duduk di salah satu meja makan.

 

“Aku mau udang goreng aja.”

 

“Kamu?” tanya Chandra sambil menatap Jheni.

 

“Eh!? Samain sama Yuna aja.”

 

“Minumnya jus mangga?” tanya Chandra sambil menatap Yuna.

 

Yuna tersenyum sambil menganggukkan kepala.

 

“Kamu mau minum apa?” tanya Chandra menatap Jheni.

 

“Samain aja sama Yuna,” jawab Jheni.

 

Chandra tersenyum. Ia memanggil pelayan dan memesan beberapa makanan.

 

“Yeriko masih di Jakarta?” tanya Chandra sambil menatap Yuna.

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Berapa lama di sana?”

 

“Bilangnya sih sehari aja.”

 

“Nginap di sana?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Katanya, mau langsung pulang kalau udah kelar meeting.”

 

Chandra manggut-manggut. “Kalian berdua, udah lama temenan?”

 

“Dari kecil,” jawab Jheni.

 

“Oh.” Chandra menatap pelayan yang sedang menyusun makanan di atas meja makan mereka.

 

“Ayo, makan!” ajak Chandra.

 

Jheni dan Yuna mengangguk. Mereka menikmati makan malam bersama sambil bercerita.

 

Jheni terus menatap wajah Chandra. “Lagi makan aja kelihatan elegan banget nih cowok,” tuturnya dalam hati.

 

“Kamu sama suaminya Yuna, udah lama temenan?”

 

Chandra mengangguk. “Dari kecil juga.”

 

“Oh ... ganteng mana? Kamu atau dia?” tanya Jheni penasaran.

 

Chandra menatap Yuna yang duduk di samping Jheni. “Tanya aja ke dia!”

 

“Ganteng suamiku lah!” sahut Yuna.

 

Chandra tertawa kecil menatap Yuna.

 

Jheni langsung menatap Yuna sambil menopang pelipis dengan tangannya. “Serius!?”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Kalo ganteng dia. Aku nikahnya sama dia!”

 

Jheni tergelak mendengar ucapan Chandra. Sementara Chandra hanya tersenyum kecil mendengar candaan Yuna dan Jheni.

 

“Yun, aku kan nggak pernah lihat suami kamu. Aku jadi penasaran dia gantengnya kayak gimana. Chandra aja udah ganteng tingkat dewa gini. Gimana sama suami kamu ya?” tanya Jheni.

 

“Sepuluh kali lipat lebih ganteng dari Chandra,” sahut Yuna bangga.

 

Jheni tertawa kecil. “Serius?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Eh, kamu sudah punya pacar?” tanya Jheni tanpa banyak basa-basi.

 

“Eh!?” Chandra langsung menatap Jheni. “Kenapa?”

 

“Nggak papa. Tanya aja. Cowok ganteng kayak kamu kan nggak mungkin nggak punya pacar. Pacarnya pasti cantik,” tutur Jheni.

 

Chandra tersenyum kecil. Ia langsung merogoh saku jas saat ponselnya tiba-tiba berbunyi.

 

“Halo ...! Iya. Aku di restoran seafood, tempat biasa. Mau ke sini? Oke.” Chandra langsung menutup teleponnya.

 

“Siapa?” tanya Yuna penasaran.

 

“Tunanganku,” jawab Chandra santai. Ia memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku jas.

 

Jheni menghela napas. “Yah, nggak punya kesempatan buat deketin cowok ganteng, dong?” batinnya dalam hati. “Ternyata ... udah punya tunangan.”

 

Jheni tersenyum kecut menatap Chandra yang duduk di hadapannya. Awalnya, ia terpesona dengan ketampanan dan sosok Chandra yang berwibawa. Tapi, setelah mendengar Chandra sudah memiliki tunangan, nyalinya langsung menciut.

 

(( Bersambung ... ))

Baca terus kisah seru mereka ya! Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga.

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas