Thursday, January 23, 2025

Bab 26 - Wanita Penjilat

 


Yuna berusaha menyelesaikan laporan Lili.

 

“Laporan siapa, Yun?” tanya Selma.

 

“Punya Lili.”

 

“Aneh. Kok, nyuruh kamu?”

 

Yuna mengedikkan bahunya.

 

“Yun, dipanggil Bu Belli,” tutur Bagus yang baru saja masuk ke dalam ruangan.

 

“Kenapa lagi sih?” gumam Yuna. Ia bangkit dari tempat duduk dan langsung keluar ruangan. Ia bergegas masuk ke ruangan Bellina.

 

“Yun, tolong fotocopy berkas ini ya!” pinta Bellina sambil menyodorkan beberapa map ke arah Yuna.

 

Yuna tidak menyahut. Ia langsung mengambil berkas dari tangan Bellina dan bergegas pergi.

 

“Eh, kerjaan yang aku kasih udah kelar apa belum?” tanya Lili saat berpapasan dengan Yuna.

 

“Belum.”

 

“Kenapa malah ngeluyur?”

 

“Aku disuruh fotocopy dokumennya Bellina.”

 

“Halah, alasan aja! Bilang aja kalo kamu mau caper kan?”

 

Yuna mengerutkan dahi menanggapi ucapan Lili. “Maksud kamu?”

 

“Emangnya, semua orang di kantor nggak tahu kalau kamu itu peliharaannya sugar daddy?”

 

Yuna tersenyum kesal. “Kayaknya, kamu paling tahu banget soal aku? Asal kamu tahu ya, aku nggak pernah deket sama Oom-Oom mana pun dan nggak nikah sama laki-laki tua yang udah kalian gosipkan itu!” tegas Yuna.

 

“Oh ya? Kalo kamu bukan peliharaannya sugar daddy, kenapa suami kamu itu nggak pernah turun dari mobil waktu antar kamu? Bilang aja kalo kamu malu, ketahuan nikah sama bapak-bapak.”

 

“Kamu tahu dari mana kalau aku peliharaannya sugar daddy? Punya bukti?”

 

“Buktinya, suami kamu itu nggak pernah muncul di depan umum.”

 

“Emangnya, kalo suami aku nggak pernah muncul di depan kalian, itu artinya aku nikah sama Oom-Oom?”

 

“Yah, bisa aja kan kamu malu buat nunjukkin suami kamu yang udah tua itu?”

 

“Sorry ya! Aku bukan malu buat nunjukkin suami aku. Aku cuma takut, kamu terpesona lihat ketampanan dia. Ntar kamu jadi pelakor kayak sahabat kamu yang nggak tahu diri itu!” dengus Yuna.

 

Lili mengigit bibirnya sendiri dengan erat sambil menatap ke arah Yuna. Tanganya mengepal erat, bersiap mendaratkan pukulan ke wajah Yuna.

 

Yuna langsung menangkap tangan Lili dan mendorong gadis itu sekuat tenaga hingga tersungkur di lantai.

 

“Aw ...!” seru Lili sambil menutup rok mininya yang robek.

 

Yuna tertawa kecil menatap rok Lili yang robek dan membuat pahanya bisa dinikmati semua orang.

 

Beberapa karyawan yang mendengar pertengkaran langsung keluar dan menertawakan Lili yang tersungkur di lantai.

 

“Kurang ajar! Awas kamu, Yun! Tunggu pembalasanku!” umpat Lili dalam hati.

 

“Ada apa ini?” tanya Bellina yang tiba-tiba muncul bersama Sofi.

 

Semua karyawan tidak ada yang berani menjawab pertanyaan Bellina.

 

“Ini nih si anak magang sialan!” seru Lili. “Dia dorong aku sampe jatuh. Padahal, aku cuma nanyain laporan doang.”

 

Yuna memutar bola mata mendengar kebohongan Lili.

 

“Kamu itu ya, baru aja masuk kerja nggak nyampe seminggu udah bikin onar!” seru Bellina.

 

“Yang mulai duluan siapa?” balas Yuna. Ia berbalik. Enggan menghadapi Bellina yang kerap membuatnya berapi-api.

 

Yuna langsung melangkah menuju ruang fotocopy untuk menyalin semua dokumen yang diminta Bellina.

 

Usai menyalin semua dokumen, Yuna langsung bergegas keluar. Ia tertegun saat mendapati semua orang sedang mengerumuni Bellina.

 

“Selamat ya, Bu!”

 

“Selamat Bu!”

 

“Selamat Bu Belli, semoga sehat dan lancar sampai persalinan!”

 

“Wah ... selamat ya, Bu!”

 

“Akhirnya ... bakal jadi Nyonya Wijaya,” tutur Lili sumringah.

 

“Ada apa sih?” tanya Yuna pada karyawan yang sedang berkerumun.

 

“Bu Belli hamil.”

 

Yuna mengerutkan kening. Ia menerobos kerumunan dan menyambar selembar kertas dari tangan Bellina.

 

Yuna tertegun melihat surat dokter yang menyatakan kalau Bellina sedang hamil.

 

Bellina tersenyum sinis menatap Yuna. “Kenapa? Kamu cemburu karena sebentar lagi aku bakal punya anak dari Lian?”

 

Yuna tersenyum sinis. Ia melemparkan kertas tersebut ke arah Bellina. “Sorry ya! Aku nggak tertarik buat cemburu sama orang kayak kamu!”

 

“Ckckck, Ayuna ... Ayuna ... semua orang juga tahu kalau kamu sudah nikah sama laki-laki tua dan masih aja deketin tunangan aku,” ucap Bellina sambil tersenyum menatap Yuna.

 

“Heh!? Jangan sembarangan ya kalo ngomong! Tunangan kamu itu yang kegatalan!” dengus Yuna.

 

Bellina menaikkan kedua alisnya. Ia tersenyum sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Yuna. “Aku nggak akan ngebiarin kamu ngerebut posisiku sebagai Nyonya Lian. Karena kami akan segera menikah.”

 

Bibir Yuna terus bergerak mengikuti ucapan Bellina.

 

“Bodo amat! Kamu sama dia itu sama-sama murahan!” sahut Yuna.

 

Semua karyawan saling pandang mendengar ucapan Yuna. Mereka heran dengan keberanian Yuna menghadapi atasannya.

 

“Eh, semuanya dengerin!” pinta Bellina sambil menepuk kedua tangan, meminta perhatian dari semua orang. “Cewek di depan aku ini ... peliharaannya sugar daddy. Dia suka menggoda pria-pria yang banyak duit. Dia juga menggoda tunangan aku. Kalian semua harus berhati-hati. Karena bisa aja, kalian atau pacar kalian bakal jadi sasaran berikutnya.”

 

Semua orang saling pandang. Kemudian memandang Yuna sambil mencibir.

 

“Heh!? Jangan sembarangan ngomong kalo nggak punya bukti!” sentak Yuna. “Aku nggak akan ngambil Lian dari kamu. Lagian, Lian itu memang sebelumnya pacar aku. KAMU YANG NGEREBUT DIA DARI AKU!” teriak Yuna dengan mata berkaca-kaca.

 

“Hello ... kamu bangga hamil duluan sebelum nikah? Nggak tau malu!” dengus Yuna.

 

Semua karyawan saling pandang. Mereka mulai bersimpati pada Yuna dan mencibir Bellina.

 

“Bubar, yuk!” ajak salah seorang karyawan. Mereka mulai tidak tertarik dengan Bellina yang berusaha memfitnah Yuna terus-menerus.

 

Yuna tersenyum sinis ke arah Bellina. Ia merasa puas karena akhirnya semua orang mengetahui bagaimana Bellina yang sebenarnya.

 

“Inget ya, sekalipun kamu itu kakak sepupu aku. Aku nggak akan pernah ngebiarin kamu terus-terusan memfitnah dan menindas aku!” tegas Yuna sambil bergegas pergi meninggalkan Bellina.

 

“Aargh ...!” Bellina menghentakkan kaki melihat Yuna yang pergi begitu saja. “Awas kamu Yuna! Aku nggak akan ngebiarin kamu hiduo tenang!” serunya sambil mengepalkan tangan.

 

“Bell, kayaknya dia makin ngelunjak aja,” tutur Lili.

 

Bellina tersenyum. “Tenang aja! Sebentar lagi aku bakalan jadi bagian keluarga Wijaya Group. Aku bakal bikin hidup dia menderita!”

 

“Kalian balik kerja lagi!” pinta Bellina. Ia juga kembali ke ruang kerjanya dengan perasaan kesal.

 

Yuna bukan perempuan polos yang mudah untuk dihadapi.

 

“Aku tahu, Lian masih punya perasaan ke Yuna. Aku nggak bisa biarin dia kembali ke Yuna. Aku harus bikin Lian makin benci sama Yuna!” tutur Bellina sambil duduk di meja kerjanya. Memikirkan segala cara untuk membuat Yuna menderita.

 

Beberapa menit kemudian, Lian masuk ke dalam ruangan Bellina.

 

“Halo ... Sayang!” sapa Bellina dengan lembut. Ia langsung menghampiri Lian dan bergelayut manja di tubuh Lian.

 

Lian tersenyum sambil mengelus kepala Bellina dengan lembut.

 

“Aku punya kabar baik buat kamu,” tutur Bellina.

 

“Oh ya? Apa?” tanya Lian.

 

Bellina mengambil secarik kertas dari atas meja dan memberikannya pada Lian.

 

Lian tersenyum sambil meraih kertas tersebut. Wajahnya berubah seketika saat membaca isi surat dokter yang menyatakan kalau Bellina sedang hamil.

 

“Hamil?” batin Lian. Pikirannya tiba-tiba kosong. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Harus senang atau sedih?

 

“Kenapa? Kamu kok kayak nggak senang gitu? Ini anak kamu, Lian!” tutur Bellina sambil mengelus perutnya.

 

“Eh!? Aku bukan nggak senang. Masih nggak percaya aja kalau aku bakal jadi ayah.”

 

Bellina tersenyum sambil merangkul pundak Lian. “Bukankah ini bagus? Karena ada anak ini ... gimana kalau pernikahan kita dipercepat?”

 

“Percepat?” Lian mengerutkan keningnya.

 

Bellina menganggukkan kepala. “Kalau nggak dipercepat, perut aku bakal semakin membesar dan nggak akan bisa pakai gaun pengantin.”

 

“Oh ... Oke.”

 

“Makasih!” Bellina tersenyum sambil menyandarkan kepalanya ke dada Lian.

 

KREEK ...!

 

Terdengar pintu terbuka dan Yuna melangkah masuk ke dalam ruangan. Ia tertegun sejenak saat melihat Lian dan Bellina sedang berpelukan mesra.

 

Yuna menarik napas dalam-dalam. “Tenang, Yun! Kamu harus bersikap biasa aja. Jangan bikin mereka senang karena lihat kamu menderita!” batin Yuna.

 

“Eh, Yuna? Ada apa?” tanya Bellina sambil tersenyum.

 

Yuna tersenyum. Ia menghampiri Bellina dan menyodorkab berkas yang ada di tangannya. “Ini berkas yang Ibu minta,” ucapnya sambil tersenyum.

 

Yuna tak banyak bicara. Setelah Bellina mengambil dokumen dari tangannya, ia langsung berbalik dan melangkah pergi.

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas