Thursday, January 23, 2025

Bab 25 - Sentuhan Cinta

 


Yeriko menggendong Yuna masuk ke dalam kamar. Ia meletakkan tubuh Yuna dengan hati-hati agar gadis itu tak terbangun.

 

Yeriko tersenyum kecil, ia mengecup kening Yuna dan melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

 

Yuna meliukkan tubuhnya. Tenggorokannya terasa sangat kering. Dengan berat hati, ia mengangkat tubuhnya dan turun dari tempat tidur.

 

Yuna melangkah perlahan menuruni anak tangga untuk mengambil air minum. Ia bergegas kembali ke kamar sambil membawa segelas air putih.

 

Di saat bersamaan, Yeriko keluar dari kamar mandi dalam keadaan telanjang bulat.

 

“Aargh ...!” teriak Yuna. Ia langsung membalikkan tubuhnya. “Kenapa telanjang sih!?”

 

“Eh!? Ada yang salah?” tanya Yeriko sambil menatap tubuhnya sendiri.

 

“Ya Tuhan ... gimana ini? Gimana kalau Yeriko minta aku buat ...?” Yuna mengerjapkan mata. Ia membayangkan dirinya bercinta dengan Yeriko di tempat tidur.

 

Yeriko tersenyum kecil. Ia membuka lemari pakaian dan mengambil piyama untuk ia kenakan. Perlahan, ia melangkahkan kakinya mendekat ke arah Yuna yang masih berdiri sambil menghadap pintu kamar.

 

Jantung Yuna makin berdegup kencang saat kedua tangan Yeriko menyentuh pundaknya. “Oh ... God! Jangan sekarang!” pinta Yuna dalam hati.

 

“Tidur lagi yuk!” bisik Yeriko di telinga Yuna.

 

Yuna bergeming. Ia tak berani menggerakkan tubuhnya sedikit pun.

 

“Kenapa?” tanya Yeriko. Lengannya yang kekar langsung merengkuh tubuh Yuna dari belakang.

 

“Eh!? Nggak papa.” Yuna tak punya keberanian menunjukkan wajahnya yang merona merah.

 

Yeriko memutar tubuh Yuna perlahan menghadap ke arahanya. “Kita ini sudah nikah. Kenapa kamu masih secanggung ini?”

 

Yuna menatap wajah Yeriko tanpa berkedip. “A ... a ... aku ...” Yuna memejamkan mata. Ia tak sanggup berkata-kata melihat dada Yeriko yang terbuka.

 

Yeriko tersenyum kecil. Perlahan, ia mendekatkan wajahnya ke wajah Yuna dan mengulum bibir mungil gadis itu.

 

Yuna tertegun sesaat, tapi ia terlarut menikmati ciuman Yeriko yang begitu hangat. Tangannya bergerak melingkar ke pundak Yeriko.

 

Yeriko langsung memeluk dan mengangkat tubuh Yuna. Berjalan perlahan dan membaringkan tubuh Yuna ke atas kasur tanpa melepas ciumannya.

 

Yuna langsung mendorong dada Yeriko saat tangan Yeriko masuk ke dalam bajunya.

 

“Kenapa?” Yeriko menatap Yuna.

 

Yuna tersenyum kecut. “Aku mau ke toilet. Kebelet.” Ia langsung bangkit dari tempat tidur dan berlari masuk ke dalam kamar mandi.

 

Yeriko menghela napas. Ia tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala menatap pintu kamar mandi. Ia merebahkan tubuhnya dan terlelap.

 

 

 

Keesokan harinya ...

 

“Yun, hari ini aku ada meeting di Jakarta. Kamu baik-baik di rumah. Kalau ada sesuatu, harus kabari aku secepatnya!” tutur Yeriko sambil memasang kancing kemeja di pergelangan tangannya.

 

Yuna tersenyum sambil menganggukkan kepala. Ia membantu Yeriko mengenakan dasi. “Berapa hari di sana?” tanya Yuna.

 

“Jadwalnya cuma sehari. Nggak tahu kalau ada perubahan.”

 

“Hati-hati ya!” tutur Yuna.

 

Yeriko mengangguk. Ia tersenyum dan langsung mengecup bibir Yuna.

 

Yuna mengambil jas dan memakaikan di tubuh Yeriko.

 

“Kamu mau nitip apa?” tanya Yeriko.

 

Yuna menggelengkan kepala. “Cukup kamu aja!”

 

Yeriko tersenyum sambil mengangkat kedua alisnya. Ia langsung merengkuh kepala Yuna ke dalam dadanya. Perasaannya sangat bahagia karena Yuna mulai memberikan perhatian kecil untuknya.

 

“Hari ini kerja?” tanya Yeriko sambil melepas pelukannya.

 

Yuna menganggukkan kepala. “Kenapa?”

 

“Kalo nggak kerja, pengen bawa kamu,” jawab Yeriko sambil mencolek hidung Yuna.

 

“Iih ... kamu kan meeting. Buat apa bawa aku? Seandainya nggak kerja, aku juga nggak mau ikut,” tutur Yuna manja.

 

“Kenapa?” tanya Yeriko sambil tersenyum kecil.

 

“Palingan aku cuma disimpan di kamar hotel. Nggak mungkin ganggu kerjaan kamu kan?”

 

Yeriko tergelak. “Yah, kamu kan bisa jalan-jalan keliling kota Jakarta.”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Apa enaknya jalan-jalan sendirian sementara suami aku kerja?”

 

Yeriko tersenyum bangga menatap Yuna.

 

“Sarapan dulu, yuk!” ajak Yuna. Ia dan Yeriko bergegas turun ke bawah untuk sarapan bersama.

 

“Kamu naik taksi, nggak papa?” tanya Yeriko di sela-sela menikmati sarapannya bersama Yuna.

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Ada uang?”

 

Yuna mengangguk.

 

Yeriko mengerutkan kening sambil menatap Yuna. “Aku nggak pernah ngasih kamu uang. Kamu punya uang dari mana? Bukannya baru mulai kerja?”

 

Yuna tertawa kecil. “Aku masih punya uang simpanan kali.”

 

“Kenapa kartu kredit yang aku kasih nggak dipakai?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Nggak tahu mau buat apa.”

 

Yeriko tersenyum kecil. Ia merogoh dompet dari dalam saku jasnya dan mengeluarkan kartu kredit dari dompet.

 

“Bawa aja! Siapa tahu kamu perlu sesuatu,” pinta Yeriko sambil menyodorkan kartu kredit ke hadapan Yuna.

 

“Tapi ...”

 

Yeriko menaikkan kedua alisnya, memberi isyarat agar Yuna tak menolak pemberiannya.

 

Yuna mengerucutkan bibirnya, ia meraih kartu kredit dari tangan Yeriko. “Aku nggak perlu pakai kartu kayak gini.”

 

“Siapa tahu, ada keperluan mendadak. Kamu nggak perlu repot lagi,” tutur Yeriko sambil menyeruput susu yang ada di depannya.

 

“Aku takut ...” tutur Yuna lirih.

 

“Takut kenapa?”

 

“Takut keenakan. Hehehe,” jawab Yuna sambil meringis.

 

Yeriko tersenyum kecil. “Kamu itu ... sekarang adalah Nyonya Yeri. Kartu itu no limit. Kamu bisa pakai untuk apa aja?”

 

“Eh!? Serius?” tanya Yuna sambil mengamati kartu yang ada di tangannya. “Apa bisa dipake buat jalan-jalan ke luar negeri?”

 

“Bisa banget!”

 

“Aargh ...!” Yuna berseru kegirangan. “Berarti bisa bulan madu ke luar negeri dong?” ucapnya sambil bertepuk tangan.

 

Yeriko mengangkat kedua alisnya.

 

“Ups, sorry! Cuma bercanda, kok.” Yuna langsung menutup mulut dan kembali menghabiskan makanannya.

 

Yeriko tersenyum kecil menatap Yuna. “Kamu pengen ke luar negeri?”

 

Yuna menggelengkan kepala.

 

“Bukannya tadi kamu bilang soal bulan madu ke luar negeri? Kalau aku bawa kamu ke luar negeri, apa kamu mau ngasih?” tanya Yeriko sambil menatap Yuna.

 

“Eh!? Ngasih apa?”

 

“Hmm ...”

 

“Pagi, Bos!” sapa Riyan yang langsung masuk ke dalam rumah.

 

“Hei, pagi! Udah sarapan?” balas Yuna sambil tersenyum.

 

Riyan menganggukkan kepala. “Wah ... Nyonya Muda makin cantik aja,” puji Riyan sambil menatap Yuna.

 

“Ah, kamu bisa aja. Mau minum?” tanya Yuna.

 

“Nggak usah. Kami harus berangkat secepatnya,” jawab Riyan sambil melirik arloji di pergelangan tangannya.

 

Yeriko segera mengelap mulutnya menggunakan tisu. “Aku berangkat dulu ya!” pamit Yeriko. Ia bangkit dari tempat duduk dan mengecup kening Yuna.

 

Yuna tersenyum sambil menganggukkan kepala. “Hati-hati di jalan!”

 

Yeriko mengangguk, ia bergegas keluar dari rumah bersama Riyan.

 

“Ternyata si Bos bisa romantis juga,” celetuk Riyan sambil menahan tawa.

 

Yeriko langsung menatap tajam ke arah Riyan.

 

Riyan tersenyum dan langsung berlari membukakan pintu mobil untuk Yeriko. Ia menghela napas lega saat bosnya sudah masuk ke dalam mobil. “Kirain bakal bersikap baik juga sama aku, tetap aja kayak singa,” gumamnya.

 

Riyan segera masuk ke mobil dan melajukan mobilnya menuju Bandara.

 

Sementara itu, Yuna berangkat menuju kantor menggunakan taksi. Ia terkejut saat sampai di ruangan kerjanya. Beberapa map sudah tertumpuk di atas meja.

 

“Ini apa?” tanya Yuna pada Selma.

 

Selma mengedikkan bahu.

 

Yuna meletakkan tasnya dan membuka map file satu per satu.

 

“Pak Tono, ini bukannya laporan bagian keuangan ya?” tanya Yuna. Ia menghampiri Pak Tono dan menunjukkan dokumen yang ada di tangannya.

 

“Iya.”

 

“Kenapa ada di atas mejaku? Siapa yang ngasih?”

 

“Nggak tahu juga. Waktu sampai kantor, berkasnya udah ada di situ.”

 

Yuna menghela napas. Ia terduduk lemas di kursi meja kerjanya. Ia tidak tahu harus bertanya pada siapa. Yuna segera bangkit dan membawa tumpukan file tersebut ke ruangan Bellina.

 

“Bel, ini laporan siapa yang ditumpuk di mejaku?” tanya Yuna.

 

“Oh ... itu laporan aku,” sahut Lili tanpa rasa bersalah.

 

“Kenapa ditaruh di mejaku?”

 

“Buat kamu kerjain lah.”

 

“Eh, ini bukan bagianku!”

 

“Terus? Bukannya kamu masih magang? Harus bisa ngerjain semuanya dong.”

 

Yuna merapatkan bibirnya menahan kesal.

 

“Kenapa? Mau marah?” tanya Lili. “Peraturan di sini, anak magang harus nurut perintah senior!”

 

“Heh! Tapi kita beda departemen. Aku bukan bagian keuangan. Kenapa harus ngurusin laporan kamu!?”

 

“Eh, emangnya anak magang udah punya jabatan?”

 

Yuna terdiam. Ia tak bisa menjawab pertanyaan dari Lili. Ia berbalik dan membawa laporan keuangan itu kembali ke meja kerjanya.

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas