Yeriko menggendong Yuna
masuk ke dalam kamar. Ia meletakkan tubuh Yuna dengan hati-hati agar gadis itu
tak terbangun.
Yeriko tersenyum kecil,
ia mengecup kening Yuna dan melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan
tubuhnya.
Yuna meliukkan
tubuhnya. Tenggorokannya terasa sangat kering. Dengan berat hati, ia mengangkat
tubuhnya dan turun dari tempat tidur.
Yuna melangkah perlahan
menuruni anak tangga untuk mengambil air minum. Ia bergegas kembali ke kamar
sambil membawa segelas air putih.
Di saat bersamaan, Yeriko
keluar dari kamar mandi dalam keadaan telanjang bulat.
“Aargh ...!” teriak
Yuna. Ia langsung membalikkan tubuhnya. “Kenapa telanjang sih!?”
“Eh!? Ada yang salah?”
tanya Yeriko sambil menatap tubuhnya sendiri.
“Ya Tuhan ... gimana
ini? Gimana kalau Yeriko minta aku buat ...?” Yuna mengerjapkan mata. Ia
membayangkan dirinya bercinta dengan Yeriko di tempat tidur.
Yeriko tersenyum kecil.
Ia membuka lemari pakaian dan mengambil piyama untuk ia kenakan. Perlahan, ia
melangkahkan kakinya mendekat ke arah Yuna yang masih berdiri sambil menghadap
pintu kamar.
Jantung Yuna makin
berdegup kencang saat kedua tangan Yeriko menyentuh pundaknya. “Oh ... God!
Jangan sekarang!” pinta Yuna dalam hati.
“Tidur lagi yuk!” bisik
Yeriko di telinga Yuna.
Yuna bergeming. Ia tak
berani menggerakkan tubuhnya sedikit pun.
“Kenapa?” tanya Yeriko.
Lengannya yang kekar langsung merengkuh tubuh Yuna dari belakang.
“Eh!? Nggak papa.” Yuna
tak punya keberanian menunjukkan wajahnya yang merona merah.
Yeriko memutar tubuh
Yuna perlahan menghadap ke arahanya. “Kita ini sudah nikah. Kenapa kamu masih
secanggung ini?”
Yuna menatap wajah
Yeriko tanpa berkedip. “A ... a ... aku ...” Yuna memejamkan mata. Ia tak
sanggup berkata-kata melihat dada Yeriko yang terbuka.
Yeriko tersenyum kecil.
Perlahan, ia mendekatkan wajahnya ke wajah Yuna dan mengulum bibir mungil gadis
itu.
Yuna tertegun sesaat,
tapi ia terlarut menikmati ciuman Yeriko yang begitu hangat. Tangannya bergerak
melingkar ke pundak Yeriko.
Yeriko langsung memeluk
dan mengangkat tubuh Yuna. Berjalan perlahan dan membaringkan tubuh Yuna ke
atas kasur tanpa melepas ciumannya.
Yuna langsung mendorong
dada Yeriko saat tangan Yeriko masuk ke dalam bajunya.
“Kenapa?” Yeriko
menatap Yuna.
Yuna tersenyum kecut.
“Aku mau ke toilet. Kebelet.” Ia langsung bangkit dari tempat tidur dan berlari
masuk ke dalam kamar mandi.
Yeriko menghela napas.
Ia tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala menatap pintu kamar mandi. Ia
merebahkan tubuhnya dan terlelap.
Keesokan harinya ...
“Yun, hari ini aku ada
meeting di Jakarta. Kamu baik-baik di rumah. Kalau ada sesuatu, harus kabari
aku secepatnya!” tutur Yeriko sambil memasang kancing kemeja di pergelangan tangannya.
Yuna tersenyum sambil
menganggukkan kepala. Ia membantu Yeriko mengenakan dasi. “Berapa hari di
sana?” tanya Yuna.
“Jadwalnya cuma sehari.
Nggak tahu kalau ada perubahan.”
“Hati-hati ya!” tutur
Yuna.
Yeriko mengangguk. Ia
tersenyum dan langsung mengecup bibir Yuna.
Yuna mengambil jas dan
memakaikan di tubuh Yeriko.
“Kamu mau nitip apa?”
tanya Yeriko.
Yuna menggelengkan
kepala. “Cukup kamu aja!”
Yeriko tersenyum sambil
mengangkat kedua alisnya. Ia langsung merengkuh kepala Yuna ke dalam dadanya.
Perasaannya sangat bahagia karena Yuna mulai memberikan perhatian kecil
untuknya.
“Hari ini kerja?” tanya
Yeriko sambil melepas pelukannya.
Yuna menganggukkan
kepala. “Kenapa?”
“Kalo nggak kerja,
pengen bawa kamu,” jawab Yeriko sambil mencolek hidung Yuna.
“Iih ... kamu kan
meeting. Buat apa bawa aku? Seandainya nggak kerja, aku juga nggak mau ikut,”
tutur Yuna manja.
“Kenapa?” tanya Yeriko
sambil tersenyum kecil.
“Palingan aku cuma
disimpan di kamar hotel. Nggak mungkin ganggu kerjaan kamu kan?”
Yeriko tergelak. “Yah,
kamu kan bisa jalan-jalan keliling kota Jakarta.”
Yuna menggelengkan
kepala. “Apa enaknya jalan-jalan sendirian sementara suami aku kerja?”
Yeriko tersenyum bangga
menatap Yuna.
“Sarapan dulu, yuk!”
ajak Yuna. Ia dan Yeriko bergegas turun ke bawah untuk sarapan bersama.
“Kamu naik taksi, nggak
papa?” tanya Yeriko di sela-sela menikmati sarapannya bersama Yuna.
Yuna menganggukkan
kepala.
“Ada uang?”
Yuna mengangguk.
Yeriko mengerutkan
kening sambil menatap Yuna. “Aku nggak pernah ngasih kamu uang. Kamu punya uang
dari mana? Bukannya baru mulai kerja?”
Yuna tertawa kecil.
“Aku masih punya uang simpanan kali.”
“Kenapa kartu kredit
yang aku kasih nggak dipakai?”
Yuna menggelengkan
kepala. “Nggak tahu mau buat apa.”
Yeriko tersenyum kecil.
Ia merogoh
dompet dari dalam saku jasnya dan mengeluarkan kartu kredit dari dompet.
“Bawa aja! Siapa tahu
kamu perlu sesuatu,” pinta Yeriko sambil menyodorkan kartu kredit ke hadapan
Yuna.
“Tapi ...”
Yeriko menaikkan kedua
alisnya, memberi isyarat agar Yuna tak menolak pemberiannya.
Yuna mengerucutkan
bibirnya, ia meraih kartu kredit dari tangan Yeriko. “Aku nggak perlu pakai
kartu kayak gini.”
“Siapa tahu, ada
keperluan mendadak. Kamu nggak perlu repot lagi,” tutur Yeriko sambil
menyeruput susu yang ada di depannya.
“Aku takut ...” tutur
Yuna lirih.
“Takut kenapa?”
“Takut keenakan.
Hehehe,” jawab Yuna sambil meringis.
Yeriko tersenyum kecil.
“Kamu itu ... sekarang adalah Nyonya Yeri. Kartu itu no limit. Kamu bisa pakai
untuk apa aja?”
“Eh!? Serius?” tanya
Yuna sambil mengamati kartu yang ada di tangannya. “Apa bisa dipake buat
jalan-jalan ke luar negeri?”
“Bisa banget!”
“Aargh ...!” Yuna
berseru kegirangan. “Berarti bisa bulan madu ke luar negeri dong?” ucapnya
sambil bertepuk tangan.
Yeriko mengangkat kedua
alisnya.
“Ups, sorry! Cuma
bercanda, kok.” Yuna langsung menutup mulut dan kembali menghabiskan
makanannya.
Yeriko tersenyum kecil
menatap Yuna. “Kamu pengen ke luar negeri?”
Yuna menggelengkan
kepala.
“Bukannya tadi kamu
bilang soal bulan madu ke luar negeri? Kalau aku bawa kamu ke luar negeri, apa
kamu mau ngasih?” tanya Yeriko sambil menatap Yuna.
“Eh!? Ngasih apa?”
“Hmm ...”
“Pagi, Bos!” sapa Riyan
yang langsung masuk ke dalam rumah.
“Hei, pagi! Udah
sarapan?” balas Yuna sambil tersenyum.
Riyan menganggukkan
kepala. “Wah ... Nyonya Muda makin cantik aja,” puji Riyan sambil menatap Yuna.
“Ah, kamu bisa aja. Mau
minum?” tanya Yuna.
“Nggak usah. Kami harus
berangkat secepatnya,” jawab Riyan sambil melirik arloji di pergelangan
tangannya.
Yeriko segera mengelap
mulutnya menggunakan tisu. “Aku berangkat dulu ya!” pamit Yeriko. Ia bangkit
dari tempat duduk dan mengecup kening Yuna.
Yuna tersenyum sambil
menganggukkan kepala. “Hati-hati di jalan!”
Yeriko mengangguk, ia
bergegas keluar dari rumah bersama Riyan.
“Ternyata si Bos bisa
romantis juga,” celetuk Riyan sambil menahan tawa.
Yeriko langsung menatap
tajam ke arah Riyan.
Riyan tersenyum dan
langsung berlari membukakan pintu mobil untuk Yeriko. Ia menghela napas lega
saat bosnya sudah masuk ke dalam mobil. “Kirain bakal bersikap baik juga sama
aku, tetap aja kayak singa,” gumamnya.
Riyan segera masuk ke
mobil dan melajukan mobilnya menuju Bandara.
Sementara itu, Yuna berangkat
menuju kantor menggunakan taksi. Ia terkejut saat sampai di ruangan kerjanya.
Beberapa map sudah tertumpuk di atas meja.
“Ini apa?” tanya Yuna
pada Selma.
Selma mengedikkan bahu.
Yuna meletakkan tasnya
dan membuka map file satu per satu.
“Pak Tono, ini bukannya
laporan bagian keuangan ya?” tanya Yuna. Ia menghampiri Pak Tono dan menunjukkan
dokumen yang ada di tangannya.
“Iya.”
“Kenapa ada di atas
mejaku? Siapa yang ngasih?”
“Nggak tahu juga. Waktu
sampai kantor, berkasnya udah ada di situ.”
Yuna menghela napas. Ia
terduduk lemas di kursi meja kerjanya. Ia tidak tahu harus bertanya pada siapa.
Yuna segera bangkit dan membawa tumpukan file tersebut ke ruangan Bellina.
“Bel, ini laporan siapa
yang ditumpuk di mejaku?” tanya Yuna.
“Oh ... itu laporan
aku,” sahut Lili tanpa rasa bersalah.
“Kenapa ditaruh di
mejaku?”
“Buat kamu kerjain
lah.”
“Eh, ini bukan
bagianku!”
“Terus? Bukannya kamu
masih magang? Harus bisa ngerjain semuanya dong.”
Yuna merapatkan
bibirnya menahan kesal.
“Kenapa? Mau marah?”
tanya Lili. “Peraturan di sini, anak magang harus nurut perintah senior!”
“Heh! Tapi kita beda
departemen. Aku bukan bagian keuangan. Kenapa harus ngurusin laporan kamu!?”
“Eh, emangnya anak
magang udah punya jabatan?”
Yuna terdiam. Ia tak
bisa menjawab pertanyaan dari Lili. Ia berbalik dan membawa laporan keuangan
itu kembali ke meja kerjanya.
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment