Wilian kembali ke dalam private room, menemui Bellina
yang sedang makan bersamanya.
“Kamu kenapa?” tanya Bellina saat mendapati pipi Lian
memar.
“Abis berantem sama suaminya Yuna.”
“Mereka ada di sini juga?” tanya Bellina.
Lian menganggukkan kepala.
“Mereka tuh sama-sama sarkas ya? Kemarin, Yuna bikin
kakiku lecet kayak gini. Sekarang, suaminya bikin kamu luka juga. Bener-bener
pasangan yang keterlaluan!”
Lian melirik ke arah Bellina sambil mengelus pipinya yang
terasa ngilu.
“Kita harus bikin perhitungan sama mereka,” tutur
Bellina. “Oh ya, bukannya suami Yuna udah tua ya? Kenapa dia masih punya
kekuatan buat mukul kamu?”
“Tua apanya!?” sentak Lian sambil menatap Bellina.
Bellina terkejut mendapati reaksi Lian. “Bu ... bukannya
...?”
“Dia masih muda. Badannya tinggi kekar, kulitnya bersih
dan dia juga ganteng. Kamu itu nggak pernah bener-bener tahu suaminya Yuna itu
siapa!?”
Bellina mengerjapkan matanya. Ia tidak tahu siapa
sebenarnya suami Yuna. “Mmh ... aku belum pernah lihat, sih. Tapi ... yang aku
tahu, Mama udah jodohin dia sama Oom-Oom kaya raya itu. Aku sama sekali nggak
tahu kalau ...”
“Lain kali, cari informasi yang bener dulu!”
Bellina menganggukkan kepala. “Iya, Sayang. Sorry ...!”
ucapnya sambil bergelayut manja di pundak Lian.
“Yuna ...! Kamu sudah nikah dan Lian masih aja mikirin
kamu. Aku nggak akan ngebiarin Lian kembali sama kamu lagi. Lian harus jadi
milikku sepenuhnya. Selamanya ...” bisik Bellina dalam hati.
Lian langsung memeluk tubuh Bellina. Pikirannya justru
melayang, membayangkan wajah cantik Yuna dan kisah manis yang pernah terjalin
di antara mereka. Hatinya semakin merasa bersalah pada Bellina yang selalu
mendampinginya setiap waktu.
Lian menghela napas perlahan. “Entah kenapa, semakin lama
aku makin nggak bisa ngelupain Yuna,” tuturnya dalam hati.
Bellina tersenyum, ia menengadahkan kepalanya menatap
Lian dan mengecup bibir Lian.
Lian tersenyum dan langsung melumat bibir Bellina penuh
gairah.\
Sementara itu ... Yuna, Yeriko, Chandra dan Lutfi keluar
dari restoran.
“Kita mau pindah ke mana?” tanya Lutfi.
“Kayanna aja!” jawab Yeriko.
“Oke.”
Mereka berempat bergegas berjalan menuju ke parkiran.
“Yer, kita satu mobil aja!” pinta Lutfi. “Suruh Riyan
ambil mobilmu di sini!”
Yeriko mengangguk dan langsung mengajak Yuna masuk ke
dalam mobil Lamborghini merah milik Lutfi.
Lutfi langsung melajukan mobilnya menuju Kayanna
Restaurant & Cafe yang berjarak sekitar 3.4 km dari Shangri-La Hotel.
Yuna menoleh ke arah Yeriko yang duduk di sampingnya. Ia
menarik-narik ujung baju Yeriko.
“Kenapa?” tanya Yeriko sambil menoleh ke arah Yuna.
“Masih marah?” tanya Yuna pelan.
Yeriko menggelengkan kepala.
“Aku sama dia sudah nggak ada hubungan apa-apa. Kamu
jangan marah-marah!” pinta Yuna sambil menyandarkan dagunya ke pundak Yeriko.
“Aku nggak marah.”
“Kenapa harus pindah tempat makan?”
“Biar lebih santai dan nggak ada gangguan.”
“Beneran nggak marah?” tanya Yuna manja.
Yeriko menganggukkan kepala. Ia tersenyum dan mengecup
kening Yuna.
Yuna tersenyum, ia menyandarkan kepalanya di dada Yeriko
sambil merangkul pinggang cowok itu.
Yeriko mengelus rambut Yuna dengan lembut.
“Kakak Ipar, aku baru tahu kalau Yeriko ternyata
cemburuan. Dia nggak pernah pacaran. Aku nggak pernah lihat kesel kayak gini
gara-gara mantan pacar istrinya. Hahaha.” Lutfi tergelak sambil melirik dua
sejoli yang duduk di belakang lewat spion.
“Udah, deh. Nggak usah dibahas lagi! Ntar gigi taring
sama cakarnya dia kelua lagi!” sahut Yuna.
Lutfi dan Chandra tergelak mendengar ucapan Yuna.
“Cuma kamu yang bisa bikin dia jinak,” tutur Lutfi.
“Sst
...!” Yuna tidak ingin membuat Yeriko semakin kesal. “Nanti bisa pindah restoran sampe lima
kali kalau kalian bikin dia kesal lagi!” dengusnya.
Yeriko hanya tertawa kecil mendengar candaan Yuna dan
kedua sahabatnya.
“Halah ... gampang aja kalo mau bikin dia nggak kesel,”
tutur Lutfi.
“Oh ya? Gimana caranya?” tanya Yuna pensaran.
“Kasih ciuman aja!”
“Masa sih?” tanya Yuna sambil menahan tawa.
“Iya. Nggak percaya? Coba aja!”
Yuna dan Yeriko saling pandang sambil tersenyum.
“Kamu tuh ya, bisa aja ...” tutur Yuna sambil menoyor
pundak Lutfi.
Yuna terdiam saat Yeriko menarik tengkuknya dan melumat
bibir Yuna.
Lutfi dan Chandra langsung menoleh ke belakang. Mereka
tertawa tanpa suara melihat Yeriko yang mencium Yuna dengan mesra.
“Huft ... pasangan ini bener-bener hatiku ngilu,” tutur
Lutfi sambil memukul dadanya sendiri.
Yeriko menghentikan ciumannya. Ia menoleh ke arah Lutfi
yang duduk di belakang kemudi. Yeriko tersenyum kecil dan langsung merengkuh
kepala Yuna ke dadanya.
Sesampainya di Kayanna Resto & Cafe, mereka langsung
menuju salah satu meja yang sudah dipesan oleh Chandra.
“Kakak Ipar mau makan apa?” tanya Lutfi sambil menatap
Yuna.
“Dessert aja,” jawab Yuna. “Nggak usah pesen makanan
banyak-banyak lagi ya!”
“Pesen Chan!” perintah Lutfi sambil menyodorkan buku menu
ke arah Chandra.
Chandra tersenyum kecil dan langsung menerima buku menu
dari tangan Lutfi.
“Mbak ...!” Chandra langsung memanggil pelayan restoran.
Ia memesan beberapa minuman dan makanan untuk mereka.
Yuna memerhatikan Chandra yang sedang memesan makanan.
“Tenang, Chandra punya selera yang tinggi. Dia nggak akan
pesen makanan banyak kayak aku,” tutur Lutfi sambil menatap Yuna.
Yuna memonyongkan bibirnya menatap Lutfi. “Awas aja kalo
ngabisin duit suamiku lagi!”
“Hahaha.” Lutfi dan Chandra tergelak, begitu juga dengan
Yeriko.
“Nyonya Yeri nggak boleh perhitungan sama temen,” bisik
Yeriko di telinga Yuna.
“Tapi ...”
Yeriko tersenyum sambil mengerdipkan mata ke arah Yuna.
Beberapa menit kemudian, mereka bertiga langsung
menyantap makan malam yang terhidang di atas meja.
“Yer, masih sore ini. Kita main yuk!” ajak Lutfi.
Yuna menoleh ke arah Yeriko. “Sore apanya? Ini udah jam
sepuluh malam, Lut.”
Lutfi tertawa kecil. “Baru jam sepuluh.”
“Main apa?” tanya Yeriko.
“Aku bawa kartu. Main kartu yuk!”
“Ayok! Main jenderal ya!” sahut Chandra.
Yeriko dan Lutfi menganggukkan kepala.
Lutfi langsung mengeluarkan kartu dari kantong jasnya.
Mereka bertiga asyik bermain kartu sambil bercerita.
Yuna memangku wajah, ia mulai bosan melihat tiga orang
pria yang sedang bermain kartu. Ia menguap beberapa kali.
Yeriko menoleh ke arah Yuna yang duduk di sampingnya. Ia
langsung menarik tubuh Yuna masuk ke dalam pelukannya.
“Heh!? Jangan terlalu mesra di depan umum!” seru Lutfi.
“Nggak kasihan sama yang jomlo?”
Yuna tertawa kecil menanggapi ucapan Lutfi. Ia semakin
senang melihat ekspresi wajah Lutfi saat kesal.
“Makanya, cepet nikah!” sahut Yeriko.
“Dikira cari istri kayak beli kerupuk,” celetuk Lutfi.
“Eh, bukannya kemarin malam waktu kamu telepon, cewek bar
banyak?” tanya Yeriko menggoda.
“Sialan! Bajingan juga pengen punya istri yang baik.”
Mereka
tertawa.
Yeriko
tertawa kecil. Ia
menatap Yuna yang sudah tertidur lelap di pelukannya.
“Nikah enak ya? Ada yang dipeluk kalau tidur,” tutur
Lutfi sambil menatap wajah Yuna.
“Eh, kamu dapet dia di mana?” bisik Lutfi sambil menatap
wajah Yuna. “Kita tahu kamu nggak pacaran dan nggak deket sama siapa pun.
Kenapa bisa nikahin cewek secantik dan seimut ini?”
Yeriko tersenyum kecil. “Karena dia baik, polos dan apa
adanya.”
“Kamu kenal dia di mana?” tanya Lutfi penasaran.
“Di pinggir jalan.”
“Hah!? Udah kenal berapa lama?”
“Seminggu.”
“Seminggu kenal, kamu langsung nikahin dia?”
Yeriko menganggukkan kepala.
“Gila ya! Apa kamu nggak takut kalau dia ternyata ...?”
“Aku udah tahu semua data pribadinya dia. Dia baru balik
dari Melbourne. Ibunya meninggal dalam kecelakaan sebelas tahun lalu.
Kecelakaan yang bikin ayahnya lumpuh sampai sekarang.”
Lutfi dan Chandra serius menyimak.
“Kalian tahu Wijaya Group?”
Lutfi dan Chandra menganggukkan kepala.
“Sebelum kecelakaan terjadi, status ayah Yuna adalah
direktur utama di Wijaya Group,” tutur Yeriko pelan.
“Oh.” Lutfi dan Chandra manggut-manggut.
Mereka terus bercerita serius soal beberapa usaha dan
perusahaan yang biasa mereka tangani sambil bermain kartu.
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment