“Kayaknya,
besok harus ke rumah Jheni, deh,” tutur Yuna sambil menatap tubuhnya di depan
cermin usai mandi dan berganti pakaian.
“Kenapa?” tanya Yeriko yang baru keluar dari kamar mandi
dan hanya mengenakan handuk.
“Eh!?” Yuna langsung menutup wajahnya melihat Yeriko
bertelanjang dada. “Nggak papa. Aku tunggu di bawah ya!” Ia langsung menyambar
tas dan bergegas keluar dari kamar.
Yeriko tersenyum kecil melihat wajah Yuna yang canggung
setiap kali melihat tubuhnya yang tidak mengenakan pakaian. “Ayuna ... Ayuna
...!” Yeriko menggeleng-gelengkan kepala. Ia membuka lemari pakaian, memilih
pakaian yang ingin ia kenakan.
Yeriko berjalan perlahan menuruni anak tangga setelah
selesai berganti pakaian. Ia menghentikan langkahnya saat mendengar Yuna sedang
berbicara lewat telepon dengan seseorang.
“Jhen, besok kamu di rumah?” tanya Yuna lewat telepon.
“Kenapa?” tanya Jheni.
“Aku mau ambil baju. Baju yang kupake cuma ini-ini aja.
Bosen kan lihatnya. Apalagi, Yeriko ngajak aku keluar. Malu kalo pake baju ini
lagi ... ini lagi.”
Jheni tergelak dari balik telepon. “Aku di rumah sore.
Pulang kerja ya!”
Yuna mengangguk. “Oke. Pulang kerja, aku ke rumah kamu
deh.”
“Kamu beneran mau pindahan?”
“Jhen, aku kan udah nikah. Nggak mungkin tinggal sama
kamu terus. Nggak enak sama suami aku. Lagian, pakaianku juga nggak
banyak-banyak amat. Cuma satu koper itu doang yang aku bawa dari Melbourne.”
“Iya ... iya. Yang sekarang udah punya suami, lupa sama
temen. Kalo baju kamu nggak di rumah aku, pasti nggak bakal ke sini kan?”
“Ya
ampun, Jheni. Kamu itu my best friend forever. Kalau nggak ada kamu, aku udah beneran
jadi gelandangan. Jangan ngomong gitu, dong! Aku jadi ngerasa bersalah banget,”
ujar Yuna. Mereka pun tergelak.
Yeriko tersenyum mendengar pembicaraan Yuna dan
sahabatnya. Ia langsung menghampiri Yuna.
“Udah kelar?” tanya Yuna sambil menatap Yeriko dan
menjauhkan ponsel dari telinganya. “Jhen, aku pergi dulu ya! Ntar aku telepon
lagi. Bye!” Yuna langsung mematikan panggilan teleponnya.
“Telepon sama siapa?” tanya Yeriko sambil mendekatkan
wajahnya ke wajah Yuna.
“Jheni,” jawab Yuna tegang. Ia tertegun mendapati tatapan
Yeriko yang begitu dekat.
Yeriko tersenyum menatap Yuna. “Kita berangkat sekarang!”
pintanya sambil mengecup bibir Yuna.
Pipi Yuna terasa begitu hangat setiap kali Yeriko
memberikan kecupan manis di bibirnya. Ia tak bisa menahan bibirnya untuk
tersenyum.
Yeriko meraih jemari tangan Yuna dan membawa gadis itu
keluar dari rumah. Ia membukakan pintu mobil untuk Yuna dan menutupnya kembali
setelah memastikan Yuna duduk dengan baik.
Yeriko mengitari mobil, ia membuka pintu dan duduk di
belakang kemudi. Yeriko menyalakan mesin mobil dan bergegas keluar dari halaman
rumahnya.
“Kalau kamu mau undang temen kamu ke rumah, nggak papa,
kok,” tutur Yeriko.
“Eh!?” Yuna langsung menoleh ke arah Yeriko.
“Lusa aku dinas ke Jakarta. Kamu boleh minta temen kamu
buat nemenin di rumah.”
“Serius?” Mata Yuna berbinar.
“Kamu boleh ngelakuin apa aja yang kamu suka. Jalan-jalan
dan bersenang-senang. Tapi ingat, nggak boleh menginap di tempat lain. Selarut
apa pun, kamu harus kembali ke rumah! Kalau ada aku, kamu nggak boleh keluar
rumah tanpa aku.”
Yuna tersenyum sambil menganggukkan kepala.
Yeriko melajukan mobilnya menuju Shangri-La Hotel.
Yuna menarik napas dalam-dalam begitu mobil Yeriko
terparkir di Parking Area.
“Aku nervous. Harus ngomong gimana sama mereka kalau
ketemu?”
Yeriko
tertawa kecil menatap Yuna. “Mereka udah jadi saksi pernikahan kita. Udah pernah ketemu sebelumnya,
kan? Mereka sahabat dekat aku. Kamu nggak perlu khawatir!”
“Iya, tapi ...” Yuna meremas jemari tangannya sendiri.
“Sudah deh. Ayo!” Yeriko keluar dari mobil dan
mengulurkan tangannya ke hadapan Yuna.
Yuna tersenyum, ia menyambut uluran tangan Yeriko dan
langsung keluar dari mobil.
Yeriko tersenyum. Ia menggenggam erat tangan Yuna dan
masuk ke salah satu privat room.
“Hai ...!” sapa Yeriko begitu masuk ke dalam ruangan.
“Hai…! Ayo, duduk!” ajak Lutfi.
Yuna dan Yeriko langsung duduk berdampingan. Yeriko tidak
melepaskan genggaman tangannya.
“Ciyee ... pengantin baru. Romantis amat!” celetuk Lutfi
sambil menatap tangan Yeriko yang tidak mau melepaskan Yuna.
Yeriko hanya tersenyum menatap Lutfi.
“Kalian mau minum apa?” tanya Chandra.
“Eh, iya. Mau minum apa? Aku sama Chandra udah pesen
makanan. Kamu mau makan apa?” tanya Lutfi.
“Daftar menunya mana?” tanya Yeriko.
Chandra langsung menyodorkan buku menu ke arah Yeriko.
Yeriko menerima daftar menu dari tangan Chandra dan mulai
membuka. “Kamu mau makan apa?” tanyanya pada Yuna.
Yuna meringis. “Apa aja deh.”
Lutfi dan Chandra menahan tawa mendengar dialog Yuna dan
Yeriko.
“Kalian ngetawain apa!?” dengus Yeriko sambil memukul
pundak Lutfi menggunakan buku menu yang ada di tangannya.
“Nggak papa. Kakak Ipar, nggak usah malu-malu sama kita
berdua. Pesen aja semua makanan yang Kakak Ipar mau. Kasihan kan kalau duitnya
Yeriko nggak habis-habis,” tutur Lutfi sambil menahan tawa.
Chandra ikut tertawa kecil menanggapi ucapan Lutfi.
“Eh, gimana kalau aku aja yang pesan menu malam ini? Kamu
yang bayar!” tutur Lutfi sambil menunjuk Yeriko.
Yeriko hanya tertawa kecil. “Terserah kamu.”
Lutfi langsung menyambar buku menu dari tangan Yeriko.
“Kakak Ipar, mau jus apa?” tanyanya sambil menatap Yuna.
“Jus Mangga aja.”
“Minum wine nggak?” tanya Lutfi.
Yuna menganggukkan kepala.
“Aha ... kalo gitu aku pesen ... eh, panggilin pelayan!”
perintah Lutfi sambil menoleh ke arah Chandra.
Chandra bangkit dari tempat duduk. Ia langsung keluar dan
memanggil pelayan masuk ke dalam private room mereka.
“Mbak, saya pesen ini ya!” Lutfi menunjuk gambar yang ada
di daftar menu. “Jus mangga satu, wine tiga botol, sate ayam, udang goreng,
udang saus tiram, dimsum, hotpot. Mmh ... apa lagi ya?”
Yuna melebarkan kelopak matanya melihat Lutfi yang
berdiri di depannya. “Heh, kamu kesurupan? Pesen makan banyak banget!” tutur
Yuna sambil menatap Lutfi. “Beneran mau ngabisin duitnya suamiku?” batin Yuna
kesal.
Lutfi tertawa kecil menatap Yuna. “Eh, di luar ada menu
apa lagi?” tanya Lutfi pada pelayan restoran.
“Ada
kepiting saus tiram, rawon, rendang ...”
“Stop!”
Lutfi menyodorkan
telapak tangannya ke wajah pelayan tersebut. “Bawa semua ke sini!” pintanya.
“Eh, kamu gila ya!” Yuna langsung bangkit dari tempat
duduk. “Kamu mau nguras dompet suamiku?”
Lutfi tertawa kecil menatap Yuna. “Kakak Ipar, dompetnya
dia itu nggak pernah bisa kosong. Restoran dan hotel ini bisa dia beli dalam
semalam.”
Yuna menoleh ke arah Yeriko.
Yeriko hanya tersenyum kecil menanggapi tatapan Yuna. Ia
menarik lembut jemari tangan Yuna dan mengajak gadis itu duduk kembali.
“Oke. Itu aja. Cepet ya!” pinta Lutfi pada pelayan.
Pelayan tersebut mengangguk dan bergegas pergi.
“Eh, Kakak Ipar. Nama kamu siapa ya?” tanya Lutfi.
“Ayuna,” jawab Yuna.
“Ayuna ... nama yang cantik, kayak orangnya.” Lutfi
tersenyum menatap Yuna.
Yuna balas tersenyum.
Yeriko merapatkan bibirnya sambil menatap tajam ke arah
Lutfi.
“Kenapa?” tanya Lutfi sambil menatap Yeriko.
“Kamu mau godain dia? Nggak lihat aku di sini?” tanya
Yeriko.
“Idih ... nggak mungkin lah aku ngerebut Kakak Ipar.
Cemburuan amat sih!?” sahut Lutfi. Ia berbisik ke telinga Chandra, kemudian
tertawa kecil.
Yeriko langsung bangkit dan menjepit leher Lutfi
menggunakan lengannya. “Ngomongin apa!?”
“Nggak ngomong apa-apa,” jawab Lutfi sambil berusaha
melepaskan diri.
Yeriko makin mengeratkan jepitannya.
“Yer, mati aku kalau kamu peteng kayak gini!” seru Lutfi.
Yeriko tak menghiraukan.
“Kakak Ipar, tolong!” Lutfi memohon ke arah Yuna.
Yuna tertawa kecil melihat Lutfi dan Yeriko bergulat di
depannya. Ia merasa kalau Lutfi sangat lucu dan menyenangkan. Berbeda dengan
Yeriko dan Chandra yang tidak banyak bicara.
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment